Topswara.com -- Pasukan Israel terus melakukan pembantaian di Jalur Gaza dalam 24 jam terakhir. Sedikitnya telah menewaskan 60 warga Palestina dan melukai 162 lainnya. Jumlah warga Palestina yang meninggal akibat agresi Israel sejak 7 Oktober 2023 pun bertambah menjadi 50.669 orang dengan penambahan 115.225 korban luka.
Mayoritas dari mereka adalah kaum perempuan dan anak-anak. Pada Hari Anak Palestina 5 April 2025, Hamas membuat rilis tuntutan agar para pemimpin Israel diadili.
Mereka menulis bahwa pendudukan Israel telah melakukan ribuan kejahatan terhadap anak-anak Palestina di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem. Sekitar 19.000 anak telah menjadi martir dan 1.100 lainnya ditahan.
Selain itu, hampir 39.000 anak telah kehilangan salah satu atau kedua orang tua akibat perang. Ratusan anak lainnya pun tengah menghadapi ancaman kelaparan, kekurangan gizi, dan rentan kena penyakit.
Hamas pun mengkhawatirkan pendudukan fasisme dari Israel akan terus menargetkan anak-anak Palestina secara sistematis dengan dalih kemanusiaan (kabarkampus.com, 6/4/2025).
Begitulah, di tengah dunia rame menyuarakan hak hidup bagi anak-anak, namun disaat itu juga hak hidup bagi anak-anak Palestina justru dirampas Zionis Israel.
Suara Hari Anak untuk anak-anak Palestina pun nyatanya hanya sekedar selebrasi dan lambat laun suaranya tak terdengar lagi. Kalaupun suara itu ada, hanya muncul dari rakyat yang mengatasnamakan kemanusiaan tanpa solusi hakiki untuk menyelesaikan masalah anak-anak Palestina. Bahkan para penguasa Muslim dan tentaranya tidak berkutik dibawah tekanan hegemoni Amerika dan sekutunya.
Jangankan hak berpendidikan, hak bermain, hak mendapatkan makanan yang bergizi, hak mendapatkan keamanan, hak kesehatan, dan sebagainya, bahkan hak untuk hidup pun tidak ada jaminan karena anak-anak Palestina senantiasa berada dalam ancaman kematian akibat dijatuhkannya bom sewaktu-waktu oleh Zionis Israel atas rumah-rumah, sekolah-sekolah mereka, kamp-kamp pengungsian mereka dengan dalih menyerang Hamas.
Sudah menjadi rahasia umum, jika konflik Zionis Israel dan Palestina sejatinya sengaja dipelihara, bahkan sepanjang tahun ada upaya genosida terhadap rakyat Palestina. Nyatanya juga, Zionis Israel didukung kuat oleh AS dan sekutu-sekutunya, khususnya dalam hal persenjataan.
AS pulalah aktor di balik rudal-rudal yang dibombardirkan ke wilayah vital Palestina, seperti sekolah-sekolah, rumah sakit, pabrik desalinasi air, bahkan toko roti tak luput dari pengeboman. AS jugalah yang menjadi negara pertama yang berkontribusi untuk “negara Israel” pada tahun 1948 dan pada tahun 2017 menjadi negara pertama yang berani mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel.
Jadi, apalah arti hari peringatan anak Palestina jika penjajahan zionis Isra3el atas restu Amerika masih terus berlangsung tetapi dunia tetap diam. Lembaga internasional hanya sibuk melakukan kecaman dan diplomasi.
Sementara penguasa negeri Muslim memilih menjadi buta dan tuli seolah dunia sedang baik-baik saja. Bahkan diantara mereka berani menormalisasi hubungan diplomatik dengan Zionis Israel.
Realita ini semestinya menyadarkan umat bahwa tidak ada yang bisa mereka harapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya, semua hanyalah omong kosong saja. Sadarlah, masa depan Gaza atau Palestina ada pada tangan umat Islam sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam khilafah.
Kepemimpinan inilah yang semestinya sungguh-sungguh mereka perjuangkan. Kehadiran khilafah adalah junnah atau perisai. Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Posisi imam sebagai perisai tampak jelas saat ada wanita Muslimah yang dilecehkan kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah. Lantas, Nabi SAW menyatakan perang kepada mereka hingga mereka pun diusir dari Madinah.
Selama 10 tahun, tak kurang 79 kali peperangan dilakukan Nabi SAW, demi menjadi junnah bagi Islam dan kaum Muslim. Hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh Nabi, tetapi diteruskan oleh para khalifah setelahnya.
Sebutlah di era Abbasiyyah, ada Khalifah Harun ar-Rasyid yang berkuasa menyumbat mulut sombong Nakfur, Raja Romawi yang berani mengirim surat akan menyerang kekhalifahan Abbasiyah dan menaklukkan Baghdad.
Alhasil, peperanganpun terjadi dan berakhir pada kekalahan Raja Nakfur. Khalifah Harun pun berhasil memaksanya berlutut dan membayar upeti.
Masih di era Abbasiyah, Al-Mu’tashim menyambut jeritan wanita Muslimah yang kehormatannya dilecehkan oleh tentara Romawi pada tahun 838 M, melumat Amuriah, yang mengakibatkan 9000 tentara Romawi terbunuh, dan 9000 lainnya menjadi tawanan.
Pun demikian dengan Sultan ‘Abdul Hamid di era Khilafah ‘Utsmaniyyah, semuanya melakukan hal yang sama. Dengan tegas Sultan Abdul Hamid menolak menjual tanah Palestina kepada Yahudi laknatullah dan lebih senang menusukkan pedang ke tubuhnya sendiri daripada mengkhianati amanah. Karena mereka adalah junnah.
Peran inilah yang akan membuat umat Muslim bukan saja rakyat Palestina saja, tapi juga negeri-negeri Muslim lainnya terbebas dari kezaliman, penghinaan, perampasan hak sebagaimana yang dialami oleh anak-anak Gaza.[]
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar