Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penetapan Tarif Impor, Ironi Sistem Kapitalisme Global

Topswara.com -- Pemerintahan Donald Trump baru saja menerapkan kebijakan proteksionisme melalui serangkaian tarif impor yang bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan negara-negara yang dianggap memiliki surplus perdagangan besar, termasuk Indonesia. 

Salah satu kebijakan yang paling kontroversial adalah penerapan tarif 32 persen pada produk Indonesia yang memasuki pasar AS. (bbc.com, 02/04/2025)

Produk seperti tekstil, elektronik, dan komoditas lainnya yang diekspor Indonesia ke AS kini terancam menghadapi harga yang lebih tinggi di pasar AS yang tentunya dapat mengurangi daya saing mereka. 

Di sisi lain, hal ini juga mengurangi akses pasar bagi Indonesia, yang sebelumnya mengandalkan AS sebagai salah satu tujuan ekspor utama. (analisis.republika.co.id, 05/04/2025)
 
Penetapan tarif impor baru oleh AS merupakan bentuk nyata dari dominasi dan hegemoni ekonomi AS terhadap negara-negara lain, kebijakan proteksionis ini secara sepihak jelas memberikan keuntungan besar bagi AS, tetapi di sisi lain sangat merugikan negara-negara mitra dagangnya. 

Sebagai salah satu pasar terbesar dunia, AS memiliki posisi strategis dalam perdagangan internasional, ketika AS menetapkan tarif tinggi terhadap produk impor, negara-negara pengekspor akan menghadapi hambatan besar dalam memasarkan produknya yang memungkinkan dapat menyebabkan anjloknya ekspor mereka.

Dampak lanjutnya dari kondisi ini adalah terganggunya rantai pasok global lintas negara. ketidak pastian ekonomi meningkat karena pelaku usaha akan kesulitan memprediksi arah kebijakan perdagangan global dalam jangka panjang, situasi ini dapat memicu gelombang keputusan hubungan kerja atau PHK di berbagai negara karena menurunnya permintaan dan terganggunya operasional industri. 

Kebijakan seperti ini menunjukkan bagaimana kebijakan ekonomi suatu negara bisa memberikan dampak besar yang merugikan secara global terutama bagi negara-negara yang ekonominya sangat bergantung pada ekspor.

Kebijakan Trump yang menerapkan tarif impor tinggi merupakan langkah proteksionisme yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan global, namun kebijakan ini justru bertentangan dengan prinsip dasar kapitalisme yang mengusung konsep pasar bebas tanpa campur tangan negara. 

Dalam sistem kapitalisme, mekanisme pasar seharusnya berjalan secara alamiah berdasarkan permintaan dan penawaran, bukan melalui intervensi negara seperti tarif dan subsidi. Ketika negara sekuat AS sendiri melanggar prinsip pasar bebas dan kepentingan domestiknya, hal ini menjadi bukti nyata lemahnya sistem kapitalisme sebagai sistem yang mengatur kehidupan manusia. 

Sistem ini tidak mampu menciptakan keadilan yang merata justru sering kali melahirkan ketimpangan dan penderitaan terutama bagi negara-negara yang lemah secara ekonomi termasuk Indonesia.

Kapitalisme pada akhirnya hanya menguntungkan pihak-pihak yang kuat sementara negara lain harus menanggung dampaknya dalam bentuk krisis pengangguran dan ketidak stabilan ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa campur tangan AS terhadap perdagangan bebas sejatinya tidak didasarkan pada prinsip keadilan global, melainkan semata-mata demi melindungi dan mengamankan kepentingan perusahaan besar asal AS. 

Ketika perdagangan bebas menguntungkan mereka, AS mendorong penerapannya secara global namun ketika terjadi ancaman terhadap industri domestik mereka, AS tidak segan-segan mengambil langkah proteksionis. 

Islam memiliki sistem ekonomi yang adil dan menyeluruh yang di atur di bawah sistem politik Islam yakni Khilafah Islamiyyah, sistem ekonomi Islam menjadikan negara sebagai pengatur utama dalam hubungan dagang antar negara. Dalam sistem ini, hubungan dagang tidak dilakukan secara bebas tanpa batas, melainkan diatur berdasarkan status negara lain. 

Dalam pandangan syariat apakah negara tersebut termasuk negara muahid (yang memiliki perjanjian damai), kafir harbi hukman (secara hukum berstatus musuh) atau kafir harbi fi'lan (secara nyata berperang) dengan klasifikasi ini negara Islam akan menentukan apakah hubungan dagang dapat dilakukan atau harus dihentikan demi menjaga kepentingan umat dan keamanan negara.

Apabila suatu negara tergolong sebagai kafir harbi fi'lan maka khilafah tidak akan melakukan hubungan dagang atau kerjasama perdagangan dengan negara tersebut, namun terhadap negara kafir harbi hukman dan negara muahid maka khilafah diperbolehkan menjalin hubungan dagang selama tetap berada dalam koridor syariat. 

Dengan prinsip ini khilafah akan menjaga kedaulatan ekonomi umat serta mencegah masuknya pengaruh asing yang merusak sambil tetap membuka ruang kerja sama yang adil dan syari.

Islam tetap memberi ruang bagi individu untuk melakukan perdagangan, namun dengan syarat tunduk kepada aturan syariat. Setiap transaksi harus dilakukan dengan cara yang adil, tidak merugikan pihak lain, tidak menimbulkan kezaliman serta tidak menciptakan ketidakpastian (gharar) dalam perekonomian, hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam stabilitas dan keadilan ekonomi menjadi prinsip utama.

Selain itu, Islam tidak menetapkan harga pasar secara paksa, harga akan ditentukan oleh mekanisme pasar alami selama tidak ada manipulasi atau praktik yang merusak, namun jika negara lain menetapkan cukai terhadap barang-barang dari negara Islam, maka negara Islam juga berhak memberlakukan cukai timbal balik dengan nilai yang setara sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingan rakyat dan negara. 

Prinsip ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjaga kedaulatan dan martabat umat dalam percaturan ekonomi global. Demikianlah penerapan atauran Islam kaffah di bawah naungan khilafah, memastikan kebijakan khalifah berorientasi pada kemaslahatan rakyat dan sesuai dengan syariat Islam. 

Wallaahu A'lam bis Shawwab.


Oleh: Nur Itsnaini Maulidia
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar