Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Larangan Tabaruj (Tafsir Kitab An-Nur, karya Dr. Muhammad Ali al-Hasan dan Dr. Faris Abu Ulbah)

Topswara.com -- Allah berfirman: 
Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (TQs. An-Nur: 31).

Ayat ini menafsirkan firman Allah pada surah al-Ahzab, sehubungan dengan seruan Allah kepada istri-istri Rasulullah: 
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. (TQs. Al-Ahzab: 33).

Dan di dalam surah an-Nur, tentang kaum perempuan yang sudah lanjut usia, Allah berfirman: 

Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana. (TQs. An-Nur: 60).

Dari Abdullah bin Amer dia berkata: Umaimah binti Ruqayyah datang kepada Rasulullah , membai'at beliau atas Islam. Maka beliau bersabda:

أُبَايِعُكِ عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكِي بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا تَسْرِقِي وَلَا تَزْنِي وَلَا تَقْتُلِي وَلَدَكِ وَلَا تَأْتِي بِبُهْتَانٍ تَفْتَرِينَهُ بَيْنَ يَدَيْكِ وَرِجْلَيْكِ وَلَا تَنُوحِي وَلَا تَبَرَّجِي تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

"Aku membai'atmu atas (janji) bahwa engkau tidak akan menyekutukan Allah dengan suatu apapun; tidak berzina; tidak membunuh anakmu; tidak berbuat dusta di hadapan matamu; tidak melakukan niyahah (menangis histeris atas kematian seseorang); dan tidak tabarruj, seperti tabarruj orang-orang jahilian yang pertama". (HR. Ahmad dengan sanad hasan. Al-Haitsami, di dalam al-Majma', menyatakan: Hadis riwayat at-Thabarani dan rijalnya tisqat)

Allah melarang seluruh kaum perempuan Mukminah, dari berbuat tabarruj, sebagaimana Allah melarang istri-istri Rasulullah dari tabarruj. Bahkan Allah juga melarang kaum perempuan yang sudah lanjut usia dari tindakan tersebut, kendatipun syahwat telah padam sama sekali, dan tidak ada harapan menikah. 

Setelah diteliti, dapat dicatat bahwa sebuah perhiasan boleh dinampakkan kepada beberapa orang tertentu, dan tidak boleh dinampakkan kepada kepada beberapa orang yang lain. Boleh dinampakkan di beberapa tempat, dan tidak boleh dinampakkan di beberapa tempat yang lain. Juga, perhatian pada masalah usia dan beberapa hal yang lain. 

Akan tetapi, giliran masalah tabarruj, Allah melarang semuanya, sampai yang sudah lanjut usia sekalipun. Jika demikian, lalu apakah yang dimaksud dengan tabarruj?
Ayat yang menjadi topik kajian kita menyatakan: 

Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (TQS. An-Nur: 31).

Kaum perempuan jahiliah memiliki kebiasaan memakai perhiasan pada betisnya, di atas mata kaki, yang kita kenal dengan al-khalkhâl (gelang kaki). Kaum perempuan fasik dari mereka, biasanya menggerak-gerakkan kaki mereka dengan sangat keras (dengan dipukulkan) ke tanah, agar suara gelang kaki mereka terdengar dan dapat menarik perhatian kaum laki-laki sehingga mereka memandangi perhiasannya. 

Seolah-olah tindakan tersebut menjadi ajakan kepada kaum laki-laki untuk melakukan hubungan seksual denganya, ketika mereka merasa senang dan tertarik dengan kecantikannya. 

Fakta Tabaruj 

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud tabarruj yang dipahami dari ayat di atas, sebagaimana yang dilakukan perempuan-perempuan pelacur Jahiliah, adalah: menampakkan perhiasan yang menarik perhatian kaum laki-laki. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perhiasan yang menarik perhatian adalah tabarruj yang terlarang. Kesimpulan ini diperkuat firman Allah kepada istri-istri Nabi : 

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. (TQs. Al-Ahzab: 33).

Tabarruj (kaum perempuan) jahiliah yang dahulu adalah menarik perahatian kaum laki-laki dengan cara menggerak-gerakkan gelang kakinya. Inilah hakekat tabarruj. Dan ini pula makna tabarruj yang sampai-sampai kaum perempuan yang tidak ada harapan menikah tetap dilarang darinya. 

Padahal, Allah membolehkan bagi mereka menampakkan perhiasan dengan syarat tidak untuk menarik perhatian kaum laki-laki. Dan pada beberapa bahasan sebelumnya, telah kita ketahui bahwa kata "perhiasan" diungkapkan pula untuk menyebut pakaian, bedak, kalung, gelang, cincin, dan tubuh perempuan itu sendiri. 
Dengan demikian, tabarruj adalah mengenakan sebuah pakaian yang dapat menarik perhatian kaum laki-laki. 

Termasuk bedak, celak, lipstik, eye shadow, kutek, semir rambut, dan semua jenis kosmetik serta pengharum. Pemakaian jenis-kenis kosmetik tersebut, sekira dapat menarik perhatian kaum laki-laki adalah bentuk tabarruj. Pemakaian anting, kalung, gelang, dan gelang pada kaki, cindik, sekira menarik perhatian [kaum laki-laki pada] kaum perempuan, adalah juga bentuk tabarruj yang diharamkan. 

Terakhir, menampakkan sebagian tubuh; seperti dada, betis, dua telinga, rambut, atau yang lain, semuanya termasuk tabarruj. Sebab, nash yang menyatakan: illâ mâ zhahar[a] minhâ (kecuali yang nampak darinya), telah menegaskan pengecualian pada wajah, dua telapak kaki sampai gelang kaki, dan dua telapak tangan sampai setengan lengan. 

Sehingga, menampakkan selain yang dikecualikan tersebut adalah haram, kendati tidak menarik perhatian kaum laki-laki. 

Atas dasar ini, kebiasaan kaum perempuan Muslimah di kota-kota besar di Arab, meniru perempuan Barat kafir, kendati hal ini tidak menarik perhatian kaum laki-laki karena banyaknya kaum perempuan di jalan-jalan, kantor-kantor dan depeteman pemerintahan, di perusahaan, dan di tempat-tempat yang lain. 

Sehingga aurat menjadi tidak indah lagi, atau tidam menarik lagi. Dan yang menarik tinggal yang benar-benar cantik, atau yang hampir semua bagian tubuhnya kelihatan, dan sisanya tertutup dengan celana atau blus yang sangat tipis lagi ketat. 

Semua itu, baik yang manarik perhatian ataupun yang tidak, semuanya haram. Sebab, nash-nash yang ada semuanya telah benar-benar jelas melarang menampakkan semua bagian tubuh, kecuali muka, dua telapak tangan, dan dua telapak kaki. 

Bahkan, menampakkan dua telapak tangan sekalipun, jika menampakkanya sampai setengan lengan dapat menarik perhatian kaum laki-laki adalah haram dan termasuk tabarruj. Begitu juga dengan dua telapak kaki samai gelang kaki, dianggap sebagai bentuk tabarruj, jika dilakukan di tengah-tengah masyarakat yang kaum perempuannya mengenakan pakaian yang terjlur sampai ke tanah, dan tidak nampak dua telapak kakinya. 

Hal yang sama kami katakan dalam masalah cincin, kalung, atau gelang. Jika gelang yang dikenakan pada pergelangannya itu dapat menarik perhatian karena dikenakan di tengah-tengah masyarakat yang lengan baju kaum perempuannya sampai menutupi setengan telapak tangannya, maka termasuk tabarruj

Begitu juga dengan aksesoris yang dikenakan di dada, di atas jilbab, jika kaum perempuan di masyarakat tempat dia tinggal tidak biasa melakukan hal itu. Juga berbagai perhiasan, dan bordir di atas jilbab. 

Bukan hanya itu, beberapa gaya gerakan seorang perempuan yang cair dan berayun-ayun, sekira menarik perhatian kaum laki-laki adalah juga bentuk tabarruj, dan tentunya haram, kendati dia mengenakan jilbab dan khimar, dan tidak bercelak, tidak berbedak, atau berparfum apapun. 

Gerakan genit seorang perempuan dalam kehidupan umum, atau bahkan di dalam kehidupan khusus, di depan jendela untuk menarik perhatian orang-orang yang ada di jalan, adalah haram. 

Adapun pakaian mini, maka jelas haram, bukan hanya karena tabarruj, akan tetapi juga karena sabda Rasulullah :

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا.... وَكَذَا.....

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya (karena sangat berat siksanya). (Pertama) sekelompok manusia yang memegang cambuk seperti ekor sapi yang ia gunakan untuk memukuli manusia. (Kedua), wanita yang berpakain tapi telanjang, menyimpang dari ketaatan kepada Allah dan mengajarkan itu kepada wanita yang lain. Kepala mereka bagaikan punuk onta yang condong. Mereka tidak akan masuk kedalam sugra dan tidak akan dapat mencium bau surga, padahal baunya dapat dicium dari jarak sekian-sekian. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Dan adapun tentang memakai parfum, maka haram berdasarkan nash yang lain, selain juga tergolong sebagai tabarruj. Diriwayatkan dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah bersabda: 

مَامِنِ امْرَأةٍ تَخْرُجُ اِلَى الْمَسْجِدِ تَعْصِفُ رِيْحَهَا فَيَقْبَلُ اللهُ مِنْهَا صَلَاةً حَتَّى تَرْجِعَ اِلَى بَيْتِهَا فَتَغْتَسِلَ

“Tak seorangpun wanita yang keluar menuju masjid, sementara ia terciaum bau harumnya, lalu ia akan diterima shalatnya hingga ia pulang kemabali ke rumahnya dan mandi”.(al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubrâ, dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya).

Diriwayatkan pula dari Abu Musa al-Asy'ari bahwa Rasulullah bersabda: 
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اِسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوْا رِيْحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

“Seorang wanita manapun yang memakai wangi-wangian lalu keluar dan melewati kaum laki-laki agar mereka mencium baunya maka ia telah berzina”. (HR. Al-Hakim)

Abu Hurairah juga meriwayatkan hadis yang lain, bahwa Rasulullah bersabda: 
أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بُخُوْرًا فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا العِشَاءَ الْأَخَيْرَةَ

“Wanita manapun yang memakai wewangian, maka janganlah ia ikut shalat isya’ berjamaah bersamaku”.(HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa'i, Ahmad, al-Baihaqi, dan Abu 'Uwanah) 

Berdasarkan hadis-hadis di atas, beberapa perbuatan yang tergolong ke dalam tabarruj, secara khusus dijelaskan keharamannya dengan beberapa dalil tersendiri; seperti memakai parfum, gerakan-regakan yang menarik perhatian, dan pakaian mini yang menampakkan anggota-anggota sensual kaum perempuan. 

Ada beberapa perkara yang dalam penentuan menarik atau tidaknya terhadap perhatian kaum laki-laki sangat tergantung dengan kondisi masyarakat tempat dia tinggal; celak dan bedak misalnya. Persoalan ini masuk ke dalam keumuman nash: 

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَاظَهَرَ مِنْهَا
dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang nampak darinya. (TQs. An-Nur: 31).

Karenanya tergolong sebagai perhiasan, kecuali jika tergolong tabarruj, dalam arti menarik perhatian kaum laki-laki disebabkan kaum perempuan di negeri, daerah, atau tempat tinggalnya tidak terbiasa memakai seperti itu. Dalilnya, hadits riwayat dari Ibnu Abbas bahwa:
أَنَّ امْرَأَةً أَتَتِْ الْنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تُبَايِعُهُ فَقَالَتْ وَلَمْ تَكُنْ مُخْتَضِبَةً فَلَمْ يُبَايِعْهَا حَتَّى اخْتَضَبَتْ 

"Seorang perempuan datang kepada Nabi , membaiat beliau, dan dia tidak memacari (mewarnai) tangannya. Nabi tidak membai'atnya sampai dia memacari tangannya".

Hadis ini hasan shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud. Diriwayatkan pula oleh al-Baihaqi dari Ibnu Abbas. Hadis ini memiliki beberapa syahid yang cukup banyak, yang semuanya dikemukakan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albani, di dalam kitabya, yang belum dicetak, at-Tsamar al-Mustathâb fî Fiqh as-Sunnah wa al-Kitâb, di dalam Kitâb al-Hajj .

Dari Subai'ah binti al-Harits, bahwa dia (dulu) menjadi istri Sa'ad bin Khaulah. Sa'ad meninggal dunia saat haji wada'. Dia seorang sahabat Nabi yang turut serta dalam perang Badar. Akhirnya, Subai'ah melahirkan anaknya sebelum lewat empat bulan sepuluh hari sejak wafatnya Sa'ad. 

Dia bertemu dengan Abus Sanabil bin Ba'kak, ketika dia telah selesai dari nifasnya. Subai'ah ketika itu memakai celak di matanya. Hal ini membuat Abus Sanabil bertanya kepadanya: 

مَا لِي أَرَاكِ تَجَمَّلْتِ لِلْخُطَّابِ تُرَجِّينَ النِّكَاحَ فَإِنَّكِ وَاللَّهِ مَا أَنْتِ بِنَاكِحٍ حَتَّى تَمُرَّ عَلَيْكِ أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَعَشْرٌ 

"Mengapakah engkau berhias untuk para laki-laki (yang) akan meminang? Apakah engkau bermaksud menikah? Demi Allah, sungguh engkau tidak boleh menikah, sebelum engkau melewati empat belas bulan sepuluh hari".

Subai'ah berkata: 
فَلَمَّا قَالَ لِي ذَلِكَ جَمَعْتُ عَلَيَّ ثِيَابِي حِينَ أَمْسَيْتُ وَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَأَفْتَانِي بِأَنِّي قَدْ حَلَلْتُ حِينَ وَضَعْتُ حَمْلِي وَأَمَرَنِي بِالتَّزَوُّجِ إِنْ بَدَا لِي

"Ketika dia berkata demikian kepadaku, aku segera meneganakan pakaianku, pada sore hari, dan aku datang kepada Rasulullah . Maka aku bertanya kepada beliau tentang hal itu, dan beliau memberikan fatwa kepadaku, bahwa aku telah halal (menikah) sejak saat aku melahirkan, dan beliaupun memerintahkan akau agar menikah, jika aku menghendakinya". (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Dua hadis di atas dengan jelas menunjukkan pada penggunaan celak dan inai atau pewarna tangan oleh seorang perempuan, dan bahwa penggunaan celak merupakan cara untuk mengakhri masa berkabung. Sementara itu, Rasulullah tidak melarang Subai'ah yang menemui Abus Sanabil dengan mengenakan celak di matanya. 

Apalagi, dia seperti disebutkan dalam satu riwayat telah meminangnya, namu Subai'ah tidak menerimanya. 
Rasulullah dan para sahabatnya biasa memakai celak. Perhiasan ini, maksudnya celak, pewarna tangan, dan sejenisnya, seperti pewarna kuku, bedak, lipstik, eye shadow, dan sejenisnya, jika kosmetik-kosmetik semacam ini sudah biasa dan tidak menarik perhatian kaum laki-laki, maka terkacup ke dalam keumuman hadits dari Subai'ah dan Ibnu Abbas di atas. 

Pilihan Ideal 

Namun, karena kita, kaum Muslim, adalah para penyeru kepada (terwujudnya) masyarakat Islami, kita harus menciptakan konvensi-konvensi Islam yang menjauhkan semua bentuk-bentuk yang dapat menarik perhatian kaum laki-laki terhadap kaum perempuan; seperti alat-alat kecantikan (kosmetik), cincin, gelang, dan sejenisnya, pakaian-pakaian bordiran, kitek, dan semua jenis perkara yang saat ini digolongkan sebagai perhiasan, termasuk sepatu yang tinggi yang menjadikan cara berjalan seorang perempuan semakin menggoda kaum laki-laki hidung belang. 

Semua itu dimaksudkan agar konvensi umum mengalami perubahan dan semua jenis perhiasan yang dibuat-buat tergolong sebagai tabarruj, dan tidak ada yang nampak kecuali perhiasan alami; yakni wajah, dua telapak tangan, dan dua telapak kaki, sebagai perhiasan maksimal (yang dibolehkan bagi seorang perempuan). 

Sebab, hal ini akan membuat masyarakat menjadi bersih dan akan lebih suci dan jauh dari godaan setan. 

Di Hadapan Suami 

Seorang perempuan bebas bertabarruj di hadapan suaminya, di dalam rumahnya, seperti apapun yang dia inginkan. Dia boleh bertabarruj dengan segala bentuk yang terbersit di dalam hatinya, saat berhubungan badan dengan suaminya; dia boleh memakai parfum pada tubuhnya dan pakaiannya, memoleskan lipstik pada bibirnya, dan memperindah alis matanya. 

Adapun kepada selain suami, maka tidak boleh ada tabarruj. Dalam dakwah untuk mewujudkan konvensi umum islami, yang jauh dari tabarruj, akan justru akan mengantarkan pada jati diri kaum perempuan dalam Islam sebagai ibu, manger rumah tangga, dan kehormatan yang wajib dijaga. 

Peran Negara dan Individu Dalam Mencegah Tabarruj 

Memang benar, bahwa hal ini hanya dapat dilakukan oleh Negara Islam. Seorang individu tidak dapat menerapkan hal ini, terlebih saat undang-undang positif akan mengadili seorang laki-laki yang memukul istrinya atau anak-anaknya sebagai bentuk pelajaran, dengan kedok Demokrasi dan kebebasan. 

Namun demikian, hal ini tidak menghalangi kita, sebagai individu Muslim, untuk mengupayakan terwujudnya konsep-konsep Islam dalam kehidupan tentang persoalan ini, menjaga kesucian dan mengenakan jilbab. Kita wajib menerapkan hal ini pada diri kita, keluarga kita, dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab kita. 

Allah berfirman: 
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(TQs. At-Tahrim: 6).

Wajib Taubat 

Dan terakhir, Allah mengingatkan kita dengan firman-Nya: 
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.(TQs. As-Shaff: 2-3)

Firman Allah : 
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.(TQs. An-Nur: 31)
Sampai pada kesempatan ini, kata taubat di dalam surah an-Nur terulang sebanyak tiga kali. 

Pertama: Pada firman-Nya:
Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(TQs. An-Nur: 5)

Ayat ini tentang orang yang menuduh zina (qadzaf) seorang Muslim, yang kemudian taubat dari perbuatannya. 

Kedua: Pada firman-Nya: 
Dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan Penerima taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan mengalami kesulitan-kesulitan).(TQs. An-Nur: 10).

Di dalam ayat ini Allah menyifati dirinya yang Maha Tinggi, dengan menggunakanbentuk mubâlaghah, untuk menunjukkan betapa Allah sangat menerima taubat. Ayat ini masih dalam topik yang sama dengan ayat yang pertama. Ayat ini mendorong para hamba agar bertaubat. 

Ketiga: adalah ayat yang menjadi konteks pembicaraan kita. Ayat ini memerintahkan kaum Mukmin agar bertaubat dari pelanggaran-pelanggaran dan maksiat-maksiat yang mereka lakukan; baik berupa zina, maupun mukadimah-mukadimah zina. Dan Allah menjadikan hikmah dari taubat, sebagaimana firman-Nya: la'allakum tuflihûn[a] (supaya kamu beruntung), adalah agar mereka beruntung. 

Di dalam ayat ini, Allah, Rabb semeta alam, tidak menjelaskan batas penerimaan taubat dari orang-orang yang bertaubat. 
Namun, ayat ini dijelaskan melalui firman Allah di dalam surah an-Nisa', yaitu firman Allah : 

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.(TQs. An-Nisa': 17-18).

Arti: bijahâlah (lantaran kejahilan): setiap orang yang bermaksiat kepada Allah secara sengaja, sesungguhnya dia adalah orang yang bodoh. Hal ini dibuktikan dengan seorang yang bermaksiat kepada Allah, sementara dia tidak menyadarinya, dia tidak berdosa. Berdasarkan sabda Rasulullah : 

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

"Sesunggunya Allah mengampuni dari umatku (perbuatan yang mereka kerjakan) karena salah, lupa, dan perbuatan yang mereka dipaksa melakukannya". (HR. Abu Dawud)

Allah telah memutuskan atas diri-Nya pada sebuah jajni dan berkomitmen akan menrima taubat siapa saja yang benar-benar bertaubat dari berbagai kemaksiatan yang dia kerjakan, selama dia masih memiliki kemampuan melakukan ketaatan kepada Allah. 

Adapun seorang yang sudah berada dalam posisi sekarat, atau terkena penyakit yang jelas pasti akan mengantarkannya pada kematian, seperti kanker, dan sejenisnya, maka tidak akan diterima taubatnya. Kondisi semacam ini persis seperti taubatnya Fir'aun di tengah lautan, ketika telah tertimpa azab dari Allah, Rabb semesta alam. 

Begitu juga, tidak diterima taubatnya orang-orang yang mati dalam keadaan kafir. Dengan kata lain, taubat mereka setelah mati tidak akan diterima. Dan tidak pula taubatnya orang-orang yang bertaubat saat dijemput ajalnya. Sebab, saat dijemput ajal, dia telah dianggap mati. 

Seruan dalam ayat taubat di atas ditujukan kepada seluruh kaum Muslim. Dan di dalam seruan ini mengandung sinyalemen bahwa tak satupun dari kaum Mukmin yang dapat lepas dari salah satu atau sebagian dosa-dosa tersebut; yakni yang berkaitan dengan menundukkan pandangan, menjaga kemaluan, menampakkan perhiasan, dan semacamnya. 

Di dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda: 
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

"Setiap anak manusia (pada dasarnya) adalah orang yang (sering) berbuat dosa. Dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah mereka yang bertaubat". (HR. Ibnu Majah).

Di dalam sebuah hadis shahih, dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah bersabda –dalam sebuah hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya (hadits qudsi), bahwa Allah berfirman: 
يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ  

"Wahai hambaku! Sesungguhnya kalian selalu melakukan kesalahan siang dan malam. Dan Aku (adalah Dzat) yang mengampuni seluruh dosa. Maka, mintalah ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni kalian". (HR. Al-Bukhari)

Di dalam hadis Qudsi yang lain, Allah berfirman: 
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

"Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya dirimu sepanjang berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni untukmu atas apapun yang terjadi padamu. Dan Aku tidak peduli. Wahai anak cucu Adam! Seandainya dosa-dosamu mencapai setinggi langit, kemudian kamu meminta ampunan dari-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu. Dan Aku tidak peduli. Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya dirimu, seandainya kamu datang kepadaku dengan membawa sepenuh bumi ini dari kesalahan, kemudian kamu bertemu dengan-Ku tanpa menyekutukan-Ku dengan suatu apapun, niscaya Aku akan mendatangkan sepenuh bumi ini dari pengampunan-Ku untukmu". (HR. at-Tirmidzi. Beliau berkata: Hadits ini hasan gahrib, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam kitabnya, Silsilah al-Ahâdîts as-Shahîhah) 

Di dalam hadis qudsi yang lain, Rasulullah meriwayatkan firman Allah: 
الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا أَوْ أَزِيدُ وَالسَّيِّئَةُ بِوَاحِدَةٍ أَوْ أَغْفِرُ وَلَوْ لَقِيتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا مَا لَمْ تُشْرِكْ بِي لَقِيتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً 

"Sebuah amal kebaikan (akan dibalas) dengan sepuluh kali lipatnya. Bahkan akan Aku lebihkan lagi. Dan sebuah amal keburukan (akan dibalas) dengan satu balasan. Atau bahkan Aku akan mengampuninya. Dan seandainya kamu bertemu dengan-Ku dengan membawa sepenuh bumi ini dari kesalahan, sepanjang kau tidak menyekutukan-Ku, niscaya Aku akan menemuimu dengan sepenuh bumi ini dari pengampunan-Ku".(HR. Ahmad dan al-Hakim).

Dan beberapa hadits shahih yang lain yang sangat banyak, yang semuanya mendorong anak manusia agar bertaubat.

Adapun makna taubat, adalah menampakkan penyesalan atas kemaksiatan (dosa), disertai dengan tekat tidak akan mengulanginya kembali, sementara kesempatan dan keadaan masih mengijinkan. Dan jika dosa itu berkaitan dengan hak orang lain, maka harus disertai dengan mengembalikan hak-hak tersebut kepada pemiliknya. Definisi merupakan gambaran dari fakta taubat. 

Adapun waktu taubat, Abu Hurairah  meriwayatkan, bahwa Rasulullah  bersabda: 

مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ
"Barangsiapa bertaubat sebelum terbitnya matahari dari arah barat, niscaya Allah akan menerima taubatnya". (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari, bahwa Rasulullah bersabda: 
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

"Sesungguhnya Allah selalu membentangkan tangan-Nya di waktu malam, agar orang yang berbuat keburukan di waktu siangnya dapat bertaubat. Dan Dia selalu membentangkan tangan-Nya di waktu siang, agar orang yang berbuat keburukan di waktu malam dapat bertaubat. (Hal ini terus berlangsung) sampai matahari terbit dari arah barat". (HR. Muslim).

Berdasarkan hadis-hadis di atas, pintu taubat selalu terbuka sejak saat dosa itu dilakukan sampai datangnya hari kiamat, selama seorang manusia itu belum berada dalam posisi sekarat, atau mati dalam kekafiran, atau mati dalam kemaksiatan. 

Sebab, Allah memutuskan sebuah janji atas diri-Nya dengan menerima taubat dari orang-orang yang bertaubat. Akan tetapi, perosalan diterimanya taubat adalah perkara ghaib yang tidak diketahui manusia. Karena, Allah-lah yang berhak menerima taubat, dan kita tidak mengetahui perkara-perkara ghaib. 

Dahulu, Rasulullah diberitahu oleh Rabb-nya tentang diterimanya taubat dari sahabat-sahabat beliau, atau sebagian kaum Muslim, melalui wahyu. 

Seperti kisah taubatnya al-Ghamidiyah, dan seperti taubatnya seorang laki-laki yang melanggar dosa yang menyebabkannya terkena had. Tentang dialog Rasulullah  dengan laki-laki itu, di dalam Shahîh Muslim dituturkan: 

فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَأَيْتَ حِينَ خَرَجْتَ مِنْ بَيْتِكَ أَلَيْسَ قَدْ تَوَضَّأْتَ فَأَحْسَنْتَ الْوُضُوءَ (قَالَ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ) قَالَ ثُمَّ شَهِدْتَ الصَّلَاةَ مَعَنَا فَقَالَ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ غَفَرَ لَكَ حَدَّكَ أَوْ قَالَ ذَنْبَكَ

Maka Rasulullah bersabda kepadanya: "Bukankah ketika engkau keluar dari rumahmu; bukankah engkau telah berwudhu dan benar-benar baik melakukannya?" Laki-laki itu menjawab: "Ya, benar, wahai Rasulullah". Beliau bersabda: "Kemudian engkau ikut shalat bersama kami?" Laki-laki itu berkata: Ya, wahai Rasulullah". Maka Rasulullah bersabda kepadanya: "Sesungguhnya Allah telah mengampuni hadmu". Atau beliau bersabda – (dalam titik ini perawi hadits ragu tentang persisnya pemilihan kata dari Rasulullah )-: "Dosamu".(HR. Muslim dari Abu Umamah).

Namun, setelah Rasulullah wafat, tak seorang pun yang mengetahui: apakah Allah telah menerima taubatnya ataukah belum? Dan tak seorang pun akan mampu mengetahui hal itu, selain Allah. Siapapun yang mengaku mengetahuinya, maka sesungguhnya dia adalah pendusta dan berhak mendapatkan azab dari Allah atas kedustaannya. 

Adapun hikmah dari tidak diketahuinya persoalan ini, mungkin hal ini menjadi pendorong bagi orang yang berbuat dosa agar mereka selalu bertaubat dan mengikhlaskan niat karena Allah, dan mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya, sehingga mereka selalu merasa bersalah dan berdosa, yang pada akhirnya akan makin mendorongnya berbuat kebaikan, dengan harapan dapat menghapus dosa-dosa mereka. Kita memohon taubat kepada Allah dari setiap dosa-dosa yang telah kita kerjakan.


Oleh: Ustaz Utsman Zahid As-Sidany 
Ulama
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar