Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kontroversi Fatwa Jihad, Saatnya Umat Bersikap

Topswara.com -- Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) baru-baru ini kembali mengeluarkan fatwa terkait kondisi Palestina. Melalui Sekretaris Jendralnya, Ali Al-Qaradaghi, IUMS menyerukan kepada semua negara muslim untuk segera melakukan campur tangan secara militer, ekonomi, dan politik untuk menghentikan genosida di Palestina. 

Al-Qaradaghi mengatakan bahwa menurut Islam, kegagalan pemerintah Arab dan Islam untuk mendukung Gaza ketika sedang dihancurkan adalah kejahatan besar (mediaindonesia.com, 6/4/2025).

Respon beragam bermunculan setelah fatwa ini dirilis. Majelis Ulama Indonesia mendukung fatwa ini (mui.or.id, 8/4/2025), sedangkan Grand Mufti Mesir justru menolaknya. Pertanyaannya, bagaimana Islam memposisikan fatwa? Juga bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi fatwa ini?

Menempatkan Fatwa pada Tempatnya

Islam telah menetapkan bahwa ada empat sumber hukum Islam. Keempat hal ini merupakan dasar hukum bagi setiap pemikiran dan perbuatan manusia. Keempat hal tersebut adalah: Al-Qur'an, As-Sunnah (Hadis), Ijma' Sahabat, dan Qiyas yang diambil karena adanya 'Illat syar'i melalui proses ijtihad.

Terkait dengan fatwa, ia bukan termasuk dalam aktivitas ijtihad. Ijtihad adalah pengerahan upaya serius dan sungguh-sungguh untuk menggali hukum-hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Fatwa adalah nasihat, jawaban, atau pendapat resmi yang disampaikan oleh lembaga atau perorangan, seperti ulama (mufti). (Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyah Juz I, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani).

Kadang fatwa ulama ada yang bersesuaian dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebaliknya, ada juga fatwa yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Terkait hal ini, sikap umat haruslah jelas. Mendukung fatwa yang bersesuaian dengan syariat, dan menolak fatwa yang bertentangan dengan syariat.

Permasalahan berikutnya adalah, siapakah yang berhak dan berkehendak merealisasikan fatwa tersebut? Karena realitasnya, mayoritas penguasa kaum muslimin termasuk Qatar yang selama ini menjadi sponsor IUMS, memiliki hubungan diplomatik dan militer dengan Amerika Serikat. 

Padahal kita tahu, negeri Paman Sam ini merupakan backing dan sponsor utama Zionis Israel. Segala aktivitas militer yang dilakukan Zionis Israel selama ini tak lepas dari campur tangan dan restu Amerika.

Qatar tak sendiri. Banyak penguasa Arab melakukan hal serupa. Pada tahun lalu, Mesir jelas-jelas menunjukkan dukungannya pada Zionis dengan memperketat perbatasan Mesir Rafah agar tak ada penduduk Gaza yang melintas perbatasan. 

Padahal genosida ada di depan hidung mereka. Arab Saudi pun juga demikian. Berjabat tangan mesra dengan Amerika yang berlumur darah saudara mereka di Palestina. Sekat nasionalisme membuat mereka enggan menolong Palestina dengan alasan bukan persoalan bangsa mereka.

Nasionalisme Melindungi Genosida

Menyelesaikan persoalan Palestina tentu tak bisa bersandar pada sekat negara bangsa. Karena sejak awal, sekat negara bangsa dibuat oleh negara adidaya penjajah untuk memecah belah persatuan dan kesatuan kaum muslimin. Sekat negara bangsa ini jugalah yang menjadikan isu Palestina dan kaum muslimin lainnya seolah bukan urusan kita. 

Padahal mayoritas umat Islam tahu betul bahwa Rasulullah pernah menyampaikan bahwa harusnya umat Islam layaknya satu tubuh. Jika ada satu bagian tubuh yang sakit, maka yang lainnya merasakan demamnya.

Dalam sejarah Islam, negara bangsa sendiri lahir setelah Khilafah Utsmaniyah yang saat itu luas wilayahnya hampir sebesar dua pertiga dunia dan berbentuk negara kesatuan, dipecah-pecah oleh Inggris dan Perancis secara legal melalui perjanjian Sykes Picot. 

Setelah itu Barat melakukan perang pemikiran dengan mendoktrinkan nasionalisme-kecintaan pada negara bangsa-melebihi kecintaan pada persaudaraan sesama umat Islam ke seluruh negeri kaum muslimin secara masif.

Karenanya, selama persoalan negara bangsa ini belum disadari oleh umat, umat Islam akan terus terjebak pada ukhuwah ahsobiyah yang semu dan merusak. Umat akan terus menganggap bahwa persoalan Palestina bukan persoalan bangsa mereka. Padahal mereka tahu, Palestina adalah kiblat pertama mereka. Palestina adalah bumi para nabi dan syuhada. Palestina adalah tempat berangkatnya Rasulullah saat Mikraj.

Konsep negara bangsa ini jugalah yang membuat tentara-tentara kaum muslimin terhalang berjihad untuk membela Palestina. Meski seruan #armiestoaqsa telah menggema, seruan ini mustahil terealisasi jika sekat negara bangsa ini tetap ada. Tentara kaum muslimin terhalang batas imajiner antar negara.

Tentara kaum muslimin akan bisa menolong saudara mereka di Palestina hanya jika mereka disatukan oleh sebuah kekuatan politik umat yang independen dan bebas dari intervensi negara manapun. Kekuatan politik inilah yang disebut khilafah. 

Dengan independensi dan didasari semangat ukhuwah Islamiah, khilafah akan melenyapkan sekat ahsobiyah berdasarkan warna kulit, ras, teritori, maupun bangsa. Dengannya kekuatan dan potensi umat akan disatukan untuk mencegah dan menumpas penjajahan dalam bentuk apapun. 

Allahu a'lam.


Oleh: Ranita
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar