Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketahanan Keluarga, Mengapa Mengharuskan Keterlibatan Perempuan

Topswara.com -- Menyoroti tentang ketahanan keluarga, Anggota Komisi 3 DPRD Provinsi Jawa Barat, Tia Fitriani, menegaskan pentingnya penguatan institusi keluarga dalam pembangunan daerah. 

Hal tersebut disampaikannya saat sosialisasi Perda (sosperda) Provinsi Jabar nomor 9 tahun 2014, tentang penyelenggaraan pembangunan Ketahanan Keluarga di Desa Ciheulang Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. (Tribunnews.com 16/4/2025)

Anggota Fraksi partai Nasdem ini, menyebutkan bahwa ketahanan keluarga sebagai pondasi awal dari ketahanan sosial secara menyeluruh. Jika keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat kuat dan sehat, maka bangsa pun akan berkembang lebih baik.

Masih menurut Tia, ada dua urusan wajib di luar pelayanan dasar yaitu, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, serta yang berhubungan dengan masalah KB. 

Tidak bisa dipungkiri, bangunan keluarga saat ini, sangat kurang ketahanannya alias rapuh. Tingginya angka perceraian, perselingkuhan, KDRT, penculikan dan kekerasan pada anak, dan kemiskinan, adalah sejumlah fakta yang tidak terbantahkan.

Jika ketahanan keluarga melibatkan pemberdayaan perempuan, perlu kita kritisi, pemberdayaan perempuan seperti apa yang bisa mewujudkan ketahanan keluarga?

Bila ternyata, pemberdayaan perempuan yang dimaksud adalah pemberdayaan ala feminisme, yaitu pemberdayaan dengan spirit kesetaraan gender, yang mendorong para perempuan untuk berkiprah setara dengan laki-laki dalam politik maupun dunia kerja demi menghasilkan materi, tentu saja hal ini tidak bisa dibenarkan.

Sebab pemberdayaan perempuan versi feminisme seringkali memunculkan masalah baru. Ibu yang sibuk terjun di dunia politik praktis maupun sibuk bekerja akan tersita, tenaga, pikiran begitupun waktunya untuk mengurusi rumah, anak dan suaminya. 

Padahal itulah tugas utama seorang ibu atau calon ibu yang dibebankan oleh Allah SWT. sesuai dengan fitrahnya. Bagaimana mampu mewujudkan perlindungan maksimal bagi putra-putrinya?

Perlindungan utama bagi anak ada pada orangtua terutama ibu. Kalau ibunya sibuk, akan berkurang waktu yang dicurahkannya. Ibu bekerja bisa saja menggaji orang untuk merawat anaknya, tapi secara kejiwaan akan berbeda dibanding langsung oleh ibunya sendiri. 

Fitrah keibuan tidak bisa dihilangkan yaitu melahirkan, menyusui, mendekap, memberi kehangatan, sehingga terjalin kedekatan seorang ibu dengan anak yang dilahirkanya.

Jika kita ajukan pertanyaan kepada para perempuan yang sudah berumahtangga, dan dicukupi segala kebutuhannya oleh suami, apakah menghendaki fokus mengurus rumah, anak, dan suami, atau bekerja menghasilkan uang, sementara urusan rumah, anak, suami, juga menjadi tanggungjawabnya? 

Jawaban berdasar akal sehat, akan memilih fokus mengurusi rumah tangga tanpa harus terbebani dengan mencari nafkah. Kecuali para perempuan yang terpengaruh cara berfikir feminisme yang bertentangan dengan Islam akan memilih untuk bekerja demi rupiah. 

Untuk masalah KB, jika ditujukan agar keluarga sejahtera karena tidak banyak tanggungan, faktanya ada sebuah keluarga memiliki lebih dari dua anak, hidup berkecukupan, sebaliknya ada keluarga tanpa anak hidup dengan serba kekurangan. 

Artinya kesejahteraan bisa diraih bukan karena anaknya sedikit. Apalagi dalam pandangan Islam, anak adalah anugerah yang akan melanjutkan estafet perjuangan menyebarkan kebaikan, sebagai pahala jariah bagi orangtuanya.

Andaikan negeri ini mengelola SDA dan seluruh tatanan kehidupannya sesuai syariah, maka KB dan pemberdayaan perempuan ala feminisme sangat tidak penting untuk diaruskan, karena bukan solusi hakiki tapi hanya mengelabui.

Adapun penyebab utama kemiskinan, rapuhnya institusi keluarga serta kurangnya perlindungan anak, tiada lain adalah sistem kapitalisme sekular yang diterapkan negeri ini.

Kapitalisme meniscayakan pengelolaan SDA dikuasakan kepada para kapital yang berkelindan dengan penguasa korup, sementara rakyat hanya gigit jari. Bukan hanya itu, biaya hidup tinggi, pungutan pajak yang membebani di tengah sulitnya lapangan kerja, dan PHK massal, maka mengapa untuk mencapai ketahanan keluarga, malah melibatkan para perempuan?

Sekularisme yang meminggirkan peran agama (Islam) dari pengaturan kehidupan telah mendorong dan menciptakan kehidupan sosial masyarakat yang serba bebas. Bebas dalam kepemilikan, bertingkah laku, beragama, maupun berpendapat. 

Perselingkuhan subur, keamanan bagi anak mengkhawatirkan, korupsi, dan yang lainnya, disebabkan agama tidak jadi pondasi untuk memperkuat akidah masyarakat.

Oleh karena itu solusi membangun ketahanan keluarga hanyalah dengan menata kembali kehidupan, baik secara individu, masyarakat, maupun negara dengan sistemIslam saja. 

Yaitu pengaturan ekonomi, pergaulan, pendidikan, peradilan, kesehatan, sampai pemerintahan diatur berdasarkan syariat yang berasal dari Zat yang Maha Adil, Maha Kaya, serta Maha Mengatur. Zat yang Maha Mengetahui hal terbaik bagi kehidupan manusia bukan hanya di dunia bahkan sampai akhirat.

Sejarah panjang Islam telah membuktikannya. Ketika sistem Islam diterapkan, kehidupan masyarakat sejahtera sebagaimana di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Islam tidak pernah membebani perempuan sebagai ibu dan istri sekaligus pencari nafkah. Islam sekadar membolehkan para perempuan bekerja tanpa mengabaikan tugas utamanya. 

Perempuan berdaya adalah perempuan yang melahirkan generasi cemerlang, dengan menanamkan pondasi keimanan bagi anak-anaknya. Serta mendedikasikan hidupnya untuk Islam, dakwah menyeru manusia untuk hanya taat kepada aturan Islam dan berjuang mewujudkan sistem Islam.

Di masa Islam, kehidupan masyarakat bukan hanya sejahtera, juga penuh ketenangan. Negara akan menyelesaikan penyimpangan sekecil apapun sesuai sanksi Islam. Tidak pernah dialami masalah generasi sehingga harus membatasi kelahiran. Karena yakin bagi negeri yang diridhai Allah SWT. akan Allah limpahkan kebarakahan baik dari langit maupun bumi. 

"Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pasti akan Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi...". (al A'raf ayat 96)

Wallahu a'lam bi ash-shawâb.


Oleh: Samratul Ilmi
Pegiat Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar