Topswara.com -- Kaum Muslimin di seluruh dunia merayakan Hari Idulfitri tepat pada 1 Syawal 1446 Hijriyah. Terlepas dari adanya perbedaan dalam hal penetapan 1 Syawal momentum Idulfitri adalah saat yang tepat untuk saling berbagi kebahagiaan.
Di tanah air, hampir mayoritas masyarakat tumpah ruah ke jalan untuk saling bersilah ukhuwah dengan kerabat dan handai taulan. Tradisi saling kunjung-mengunjugi menambah semarak suasana Idulfitri. Tidak ketinggalan juga adanya arus mudik para perantau untuk pulang ke kampung halaman mereka masing-masing.
Ada banyak cerita bahagia yang dibagikan meski tak sedikit pula yang harus bersabar dengan segala keterbatasan saat berhari raya, diantara mereka adalah saudara-saudara di Palestina. Mereka juga berlebaran sebagaimana kita di tanah air akan tetapi mereka harus menahan getirnya kejahatan tentara Israel yang tak punya hati nurani.
Tentara Israel tidak pernah mematuhi kesepakatan gencatan senjata. Hal ini terbukti dengan berulangnya serangan yang dilakukan oleh militer Israel bahkan tidak lama setelah gencatan senjata disepakati bersama dengan Hamas.
Termasuk ketika kaum Muslimin Palestina tengah merayakan hari Idulfitri mereka melakukan serangan kepada penduduk sipil dan menewaskan tidak kurang dari sembilan warga Palestina di Jalur Gaza pada tanggal 30 Maret lalu. Diantara korban tewas diketahui adalah anak-anak.
Serangan membabi buta tanpa ampun dilakukan militer Israel ketika warga Palestina sedang menunaikan shalat Ied. Serangan dilakukan di wilayah pengungsian Khan Younis dan Jabalia (tempo.co,30/3/2025). Diberitakan sejak mengkhianati gencatan senjata tentara Israel telah membunuh lebih dari 900 orang warga Palestina, sangat biadab!
Sungguh sangat ironis jika kita menyandingkan kebahagiaan Idulfitri di tanah air dengan duka saudara kita di Palestina. Keadaan rakyat Palestina sangat jauh dari kata bahagia yang sesungguhnya sebab mereka berada dalam keadaan teraniaya.
Mereka harus mendapati adanya para penjajah yang tidak manusiawi bercokol di tanah kelahiran mereka bahkan ingin mengusir mereka dari dalamnya. Anak-anak, kaum wanita, warga sipil yang tidak berdosa harus menjadi korban keganasan tentara Israel di saat kaum Muslim seharusnya khusyuk menjalankan ibadah di bulan Ramadhan dan Syawal.
Warga Palestina juga selalu berada dalam ancaman kehilangan nyawa karena sewaktu-waktu Israel bisa saja membobardir mereka. Lantas bagaimana kita bisa berbahagia dalam berhari raya di tengah duka saudara Muslim kita di Palestina?
Kebahagiaan umat belumlah sempurna. Penindasan dan kekejian yang dirasakan oleh warga Palestina semakin menambah daftar panjang persoalan umat. Duka Palestina juga berkelindan dengan duka Muslim Rohingya, Uighur dan juga di negeri muslim lainnya.
Kondisi ini tentu tidak datang tiba-tiba melainkan lahir dari penerapan aturan kehidupan yang bathil. Ya, sistem sekuler harus bertanggung jawab atas semua bentuk penindasan ini. Sekularisme menjadikan manusia bersifat tamak, haus akan nafsu kekuasaan serta keserakahan karena agama sengaja dijauhkan dari kehidupan.
Tidak ada yang dapat menghalangi siapapun, termasuk negara kecil seperti Israel, untuk membantai rakyat Palestina karena adanya doktrin negara bangsa atau nation state. Urusan Palestina seolah hanya menjadi wewenang pemerintah setempat karena secara geografis letaknya jauh dari negeri kita. Sangat bertolak belakang dengan akal sehat.
Sebab, ikatan nasionalisme merupakan ikatan rapuh yang gagal menyatukan umat Islam seluruh dunia.
Sebaliknya, sistem Islam melalui penerapan dalam Negara Khilafah, akan mewujudkan kebahagiaan umat secara hakiki. Bagaimana caranya? Negara Khilafah berkontribusi menyatukan umat Islam seluruh dunia dalam satu kepemimpinan Tidak ada perbedaan antara kaum Muslim Arab maupun bukan dan bahwa setiap Muslim itu bersaudara.
Hal ini sebagaimana khutbah yang disampaikan Nabi Saw ketika Haji Wada’. Maka sudah sewajarnya kaum Muslimin di seluruh dunia memiliki alat pemersatu berupa negara. Negara Khilafah akan menjadi wadah pemersatu umat. Tidak ada lagi peluang bagi orang kafir untuk memerangi kaum Muslim baik secara fisik maupun pemikiran sebab khilafah akan menjadi perisai bagi umat.
Nabi Saw bersabda yang artinya, “Sesungguhnya Imam/Khalifah adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya. (HR Muslim).
Oleh karena itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menegakkan khilafah. Tidak ada pilihan lain bagi umat secara umum maupun para aktifis Islam secara khusus untuk melibatkan diri dalam perjuangan mengembalikan khilafah dalam kehidupan.
Jika momentum hari raya adalah pintu kebahagiaan yang seharusnya dirasakan oleh kaum Muslimin dimanapun mereka berada, maka khilafah akan mewujudkannya.
Khilafah akan membentengi umat dari segala potensi kerusakan, baik yang mengancam jiwa maupun pemikiran mereka. Saatnya satukan langkah untuk ambil bagian dalam perjuangan khilafah! Allahu’alam.
Oleh: Resti Yuslita, S.S.
Aktivis Muslimah
0 Komentar