Topswara.com -- Seruan jihad kembali menggema dari para ulama internasional sebagai respons terhadap situasi yang kian memburuk di Gaza. Setelah puluhan tahun penjajahan, ribuan nyawa melayang, dan berbagai upaya damai maupun perlawanan sipil tak kunjung membuahkan hasil signifikan, para ulama kini menyimpulkan bahwa jihad adalah satu-satunya jalan yang tersisa untuk membebaskan Palestina.
Namun, seruan ini akan kembali kehilangan daya jika hanya berupa fatwa tanpa otoritas eksekusi. Di sinilah kita perlu menyadari bahwa akar masalah Palestina bukan hanya soal penjajahan, tapi soal ketiadaan kepemimpinan Islam global yang mampu menerjemahkan seruan jihad menjadi aksi nyata.
Fatwa Tidak Mengikat Tanpa Kekuasaan
Seruan jihad dari ulama memang penting dan membakar semangat, namun tidak cukup untuk menggerakkan kekuatan militer yang sesungguhnya. Fatwa hanyalah panduan hukum syar’i, bukan perintah yang mengikat secara struktural.
Dalam sistem kenegaraan saat ini, kekuatan militer berada di tangan para penguasa, bukan para ulama. Maka, selama para pemimpin negara-negara Muslim hanya sebatas menyuarakan dukungan tanpa mengirimkan pasukan, maka jihad yang dimaksud akan tetap menjadi slogan kosong.
Lebih ironis lagi, rakyat biasa hanya mampu menyumbang lewat aksi solidaritas, boikot, donasi, dan doa, yang tentu saja bernilai, tetapi belum menyentuh solusi strategis. Kaum Muslimin di Gaza sebenarnya sudah melakukan jihad defensif dengan senjata seadanya di bawah komando kelompok bersenjata lokal.
Namun melawan entitas militer sebesar Zionis-Israel tidak mungkin hanya diserahkan kepada mereka. Ini adalah tanggung jawab seluruh umat, dan itu membutuhkan kepemimpinan militer dan politik berskala global.
Jihad Membutuhkan Komando Pemimpin Dunia Islam
Dalam sejarah Islam, jihad tidak pernah dilakukan tanpa komando. Jihad adalah aktivitas kenegaraan, bukan sekadar gerakan sukarela. Nabi Muhammad SAW memimpin jihad sebagai kepala negara. Para khalifah setelah beliau juga mengerahkan pasukan jihad sebagai bagian dari kebijakan politik luar negeri negara Islam.
Maka, untuk membebaskan Palestina melalui jihad, umat Islam butuh seorang pemimpin tunggal, yang memiliki wewenang untuk mengonsolidasikan tentara Muslim dari berbagai negeri, mengatur logistik, strategi, dan arah perjuangan. Pemimpin ini bukan kepala negara nasionalistik yang terikat pada batas-batas buatan kolonial, tetapi seorang khalifah pemimpin seluruh kaum Muslimin di dunia.
Oleh karena itu, agenda utama umat Islam hari ini bukan hanya membela Palestina, tapi menghadirkan kembali khilafah sebagai institusi politik global yang mampu melindungi darah dan kehormatan kaum Muslimin di mana pun mereka berada.
Khilafah: Kepemimpinan Ideologis Umat Islam
Khilafah bukan sekadar sistem politik alternatif. Ia adalah institusi syar’i yang dijelaskan dalam banyak nash, dan telah menjadi warisan politik Islam selama lebih dari 1300 tahun. Hanya dalam sistem ini, umat Islam memiliki satu komando, satu pasukan, satu anggaran, dan satu pemimpin yang akan bertanggung jawab penuh atas nasib umat.
Namun khilafah tidak bisa tegak tanpa kesadaran ideologis umat. Ia tidak mungkin lahir dari kompromi politik atau pemilu sekuler. Khilafah hanya bisa bangkit sebagai buah dari gerakan dakwah ideologis yang mengajak umat kembali kepada Islam sebagai jalan hidup yang sempurna (kaffah), bukan hanya ritual keagamaan.
Gerakan ini harus fokus membangun pemahaman umat tentang Islam sebagai ideologi yang layak memimpin dunia, dan menanamkan bahwa tidak akan ada kemenangan sejati kecuali di bawah panji Islam.
Umat Adalah Pemilik Kekuasaan Sejati
Dalam Islam, kekuasaan adalah milik umat, bukan milik elit politik atau rezim. Umatlah yang berhak menentukan siapa yang berkuasa dan apa yang dilakukan oleh penguasa. Jika penguasa hari ini diam terhadap penderitaan Palestina, maka umat wajib menuntut mereka bertindak.
Bila mereka tidak mampu atau enggan, maka umat memiliki hak untuk mencabut ketaatan dan menyerahkan amanah kekuasaan kepada pihak yang benar-benar berjuang untuk Islam.
"Siapa pun dari kalian yang melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangan kalian." (HR. Muslim)
Hadis ini bukan hanya ajakan moral, tetapi juga seruan politik. Umat memiliki kekuatan sosial dan politik untuk menekan, mengoreksi, bahkan mengganti penguasa yang tidak menjalankan syariat Allah. Maka, membangun opini publik bahwa khilafah adalah kebutuhan umat hari ini, harus menjadi bagian dari perjuangan menolong Palestina secara hakiki.
Khatimah
Masalah Palestina tidak akan selesai dengan boikot semata. Tidak akan berhenti dengan demo dan donasi. Semua upaya itu baik, tetapi harus diarahkan pada tujuan strategis: menegakkan kembali khilafah Islamiyah yang akan memimpin jihad pembebasan Al-Aqsha dan seluruh wilayah umat yang terjajah.
Inilah saatnya umat menyadari bahwa tanpa sistem Islam, penderitaan umat akan terus berulang, bukan hanya di Gaza, tapi di seluruh penjuru dunia. Maka, solusi Islam bukan retoris. Ia adalah panggilan sejarah yang harus dijawab dengan kesadaran, perjuangan, dan kepemimpinan ideologis.
Wallahu'alam bishawwab.
Oleh: Ema Darmawaty
Aktivis Muslimah
0 Komentar