Topswara.com -- Di tengah seruan fatwa jihad oleh ulama Internasional (IUMS) untuk menyelamatkan Palestina, Indonesia selaku negeri Muslim bukannya bergegas mengirim militer justru menempuh solusi lain. Berencana melakukan evakuasi ribuan warga Gaza yang menjadi korban kekejaman Zionis Israel.
Evakuasi ini bersifat sementara, setelah kondisi membaik dan situasi di Gaza memungkinkan, mereka akan dikembalikan. Benarkah hal ini mampu menjadi solusi?
Warga Gaza Tidak Butuh Evakuasi
Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa Indonesia siap menampung ribuan warga Gaza, Palestina yang menjadi korban kekejaman militer Israel. Prabowo akan mengirim pesawat untuk menjemput mereka.
Namun, evakuasi ini bersifat sementara saja tidak permanen. Mereka akan dikembalikan lagi ke Gaza setelah kondisi membaik dan situasi di sana memungkinkan (beritasatu.com, 09/04/2025).
Sangat penting dipahami bahwa warga Palestina, khususnya Gaza bukan menjadi korban bencana alam atau konflik sesaat antar warga atau negara sehingga butuh dievakuasi. Namun, yang terjadi adalah penjajahan selama bertahun-tahun dan ambisi Zionis Israel untuk menguasai bumi Palestina.
Mereka berupaya mengusir warga Palestina dengan menghancur leburkan pemukimannya dan atas nama relokasi, warga Palestina akan dipindahkan ke beberapa negara lain.
Rencana evakuasi Warga Gaza, meski diklaim bersifat sementara, justru akan memperkuat penjajahan Zionis Israel. Sebagaimana yang telah terjadi dalam sejarah Nakba 1948, dimana jutaan warga Palestina diusir dan tak pernah bisa kembali.
Jangan sampai hal ini terulang kembali. Warga Gaza banyak yang menolak untuk dipindahkan ke negara lain. Bagi mereka, Gaza bukan sekadar tempat tinggal, tapi juga identitas dan sejarah yang tak tergantikan.
Dilansir dari laman Pikiranrakyat.com (13/04/2025), dari Al Jazeera, seorang Ibu Muda di Rafah bernama Samira mengatakan jika mereka ingin menyelamatkan kami, tapu jika harus meninggalkan Gaza, lebih baik aku mati di sini daripada hidup di tempat yang bukan tanahku.
Senada dengan itu, Abu Yusuf, warga Khan Younis yang diwawancarai Al Jazeera juga menyampaikan, kami sudah kehilangan banyak hal, tetapi kami tidak akan kehilangan Gaza. Jika kami mati, kami mati di tanah kami.
Sangat jelas sekali jika warga Gaza tidak butuh dievakuasi, mereka tidak akan meninggalkan Gaza apa pun kondisinya. Tanah Palestina adalah milik kaum Muslimin, merupakan kiblat pertama kaum Muslimin, dan didalamkan terdapat Masjidil Aqsha. Dari Ummah al-Bahili r.a, bahwa Nabi SAW bersabda,
"Syam adalah negeri pilihan Allah. Dia yang mengantarkan hamba-hambaNya yang terpilih ke sana. Barang siapa yang meninggalkan Syam menuju tempat lain, maka itu adalah karena murka-Nya, dan barang siapa yang masuk dari tempat lain, maka itu adalah karena rahmat-Nya."
Gaza Butuh Solusi Hakiki
Ketika dipahami bahwa masalah Palestina adalah penjajahan dan perebutan atas tanah kaum Muslimin, maka harusnya penjajah yang harus diperangi dan diusir, bukan warga setempat pemilik tanah yang dievakusi. Jadi solusi hakiki bagi Gaza adalah mengangkat senjata melawan penjajah Zionis Israel melalui jihad fi sabilillah.
Masalah Palestina juga merupakan masalah agama. Islam telah memerintahkan untuk memerangi siapapun yang memerangi kaum Muslim dan mengusir mereka. Allah SWT telah menegaskan pembebasan Palestina dilakukan dengan secara nyata memerangi penjajah Zionis Israel dan negara-negara pendukungnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. al-Baqarah ayat 190, "Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian."
Namun, dalam konteks politik saat ini, realisasi jihad tidak dapat diharapkan dari para penguasa muslim saat ini. Buktinya, adanya fatwa jihaf dari ulama Internasional belum mampu menggerakkan dan menyatukan militer dari negeri-negeri Muslim untuk segara melawan Zionis Israel.
Oleh karena itu, jihad fi sabillah yang terorganisir dan terarah hanya mungkin terlaksana jika ada institusi politik yang menaunginya, yakni khilafah Islam 'alaa minhaj an-nubuwwah, yang mampu menyatukan umat Islam, menghadapi hegemoni Barat, dan melindungi umat dari berbagai ancaman.
Khilafahlah yang mampu menggerakkan militer negeri-negeri muslim untuk jihad fi sabillah melawan Zionis Israel dan membebaskan Palestina. Sebagaimana di masa Salahuddin al-Ayyubi yang berhasil membebaskan Masjidilaqsha dalam perang salib.
Rasulullah ﷺ bersabda,
«إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ»
“Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang Imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dia (Khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa” (HR. Muslim).
Dengan demikian, keberadaan khilafah menjadi penting dan mendesak. Dibutuhkan upaya masif yang fokus dakwahnya untuk mewujudkan khilafah, sebagaimana yang dilakukan oleh gerakan Islam, partai ideologis Internasional seperti Hizbut Tahrir. Semoga Allah SWT memudahkan perjuangan mulia ini demi persatuan umat Islam dan pembebasan bumi Palestina. []
Oleh: Eni Imami, S.Si, S.Pd.
(Pendidik dan Pegiat Literasi)
0 Komentar