Topswara.com -- Palestina terus bersimbah darah dan air mata. Nyawa warga Gaza kembali terenggut akibat serangan udara zionis Israel yang membabi-buta. Tindakan Israel sungguh kejam dan tak boleh lagi dibiarkan, percuma menyikapi mereka dengan kecaman dan perundingan, karena mereka hanya membalas dengan pengkhianatan.
Tindakan Israel yang terus melancarkan serangan udara di Jalur Gaza akhirnya mendorong sejumlah ulama yang memiliki reputasi di kalangan umat Muslim dan tergabung dalam Internasional Union of Muslim (IUMS), untuk mengeluarkan fatwa jihad melawan Israel serta menyerukan seluruh negara Muslim untuk melakukan intervensi militer, ekonomi, dan politik, sebagai upaya menghentikan genosida di Gaza.
Negara-negara Muslim juga diminta melakukan boikot melalui blokade darat, laut, dan udara serta meninjau kembali perdamaian dengan Israel (merdeka.com, 05/04/2025 ).
Kondisi di kawasan Gaza makin memburuk dalam beberapa hari terakhir, tak hanya korban jiwa yang makin bertambah, krisis makanan, bahan bakar dan bantuan kemanusiaan serta trauma mendalam di alami warga akibat blokade yang dilakukan Israel. Situasi di Palestina makin mencekam, warga Palestina benar-benar seperti sendirian dan tenggelam dalam penderitaan.
Fatwa seruan jihad merupakan respons atas situasi Gaza terkini dan atas gagalnya semua upaya kaum Muslim dalam menolong Palestina. Seperti yang kita tahu, umat Muslim di berbagai belahan dunia telah melakukan berbagai upaya seperti boikot, aksi demo, mengirim bantuan logistik, dan lain-lain untuk membantu. Namun nyatanya tak juga mampu menghentikan genosida di sana.
Berbagai reaksi berbeda muncul di kalangan negeri Muslim. Ada yang mendukung seruan tersebut, namun di sisi lain ada juga negara yang memilih berhati-hati atau ragu dalam mengambil sikap. Mereka bahkan masih menyerukan penyelesaian persoalan ini dengan perundingan, padahal apa yang dilakukan oleh Israel sudah melampaui batas kemanusiaan.
Fatwa seruan jihad yang dikeluarkan para ulama, meski dikatakan mengikat kaum Muslim namun fatwa tersebut tidak memiliki kekuatan yang hakiki dan tidak akan berjalan dengan efektif, karena selama ini tak terhitung banyaknya seruan dan kecaman serupa yang telah dilakukan oleh para penguasa negeri Muslim namun Israel masih saja melakukan genosida di Palestina.
Selama ini seruan dan kecaman dilakukan hanya sebatas ucapan tanpa tindakan, padahal mereka bisa saja mengirimkan pasukan karena sejatinya mereka memiliki wewenang untuk mengerahkan kekuatan militer.
Definisi jihad dalam kitab Asy- Syakhsiyah Islamiyah Jilid 2 (Syekh Taqiyuddin An-Nabhani) adalah mencurahkan kemampuan untuk berperang di jalan Allah secara langsung atau dengan bantuan harta, pemikiran dan perbekalan serta yang lainnya. Secara syar’i, jihad bermakna peperangan (Al-qital) dan semua hal yang terkait, baik berupa pemikiran, strategi, tulisan, ceramah dan lainnya.
Jihad fi sabilillah hukumnya wajib dan merupakan aktivitas yang mulia. Salah satu ayat yang menjadi dalil wajibnya jihad yaitu QS. Al-Anfal: 39.
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.“
Saat ini, peperangan yang menjadi makna jihad, kerap didefinisikan secara keliru, ada yang memaknai jihad sebagai upaya sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, mencari nafkah dan lain sebagainya. Ada juga yang memaknai jihad dengan upaya melakukan pertahananan saat diserang musuh.
Dalam syariat Islam terdapat dua jenis jihad, yaitu jihad defensif dan (bertahan) dan jihad ofensif (menyerang). Jihad ofensif yang bersifat menyerang dilakukan untuk menaklukkan negeri-negeri yang menolak menerapkan sistem Islam.
Jihad ini diberlakukan setelah negara yang diperangi menolak beberapa opsi yang ditawarkan, tahap pertama, negara tersebut akan ditawarkan Islam, jika menolak masuk Islam, mereka akan ditawarkan untuk bergabung ke dalam daulah Islam dan menjadi kafir dzimi (warga negara daulah yang membayar jizyah namun tetap mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan warga Muslim), jika dalam tahap ini mereka masih menolak, barulah mereka diperangi. Dalam pelaksanaannya, jihad ofensif hanya bisa dipimpin oleh seorang khalifah, yaitu kepala negara daulah Islam.
Jihad ofensif memiliki hukum asal yaitu fardhu kifayah (ketika sebagian Muslim telah melakukan, maka kewajiban sebagian Muslim lainnya menjadi gugur). Ketika umat Muslim di suatu wilayah mengalami penindasan, pembunuhan, serta penjajahan, maka hukum jihad yang berlaku adalah jihad defensif.
Tetapi, dalam persoalan Palestina, terlebih dalam situasi saat ini, hukum jihad qital menjadi fardlu a’in bagi warga Palestina, dan ketika Palestina tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk melawan, maka menjadi fardlu kifayah bagi umat Muslim lain untuk membantu.
Saat ini Palestina sedang membutuhkan bantuan dan dukungan, kondisi mereka juga memprihatinkan, hampir semua fasilitas publik hancur. Palestina tengah mengalami krisis dalam segala aspek. Sudah menjadi kewajiban kita untuk segera melakukan upaya yang berarti agar genosida di Gaza berhenti.
Seruan jihad dalam upaya pembebasan Palestina, sejatinya membutuhkan komando seorang pemimpin di seluruh dunia. Kepemimpinan seperti itu hanya akan ada dalam institusi yang bernama khilafah yaitu pemerintahan yang menjadikan syariat Islam sebagai landasannya.
Hanya pemimpin dalam Islam yang mampu mengerahkan pasukan untuk membebaskan Palestina dan negara Muslim terjajah lainnya, tanpa ragu dan tanpa terikat oleh kepentingan politik apa pun.
Dengan demikian, sudah menjadi keharusan untuk memperjuangkan tegaknya syariat Islam, karena kepemimpinan dalam Islam hanya bisa tegak atas dukungan umat semata.
Dengan Islam, jihad tak hanya sekedar seruan yang kerap disalah artikan dan diabaikan demi secuil kepentingan, tetapi jihad dalam Islam akan mengantarkan kita pada kemerdekaan umat dari segala bentuk penjajahan dan penderitaan. []
Oleh: Irohima
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar