Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Saatnya Umat Kembali kepada Pedoman Hidup Sejati

Topswara.com -- Ramadhan bukan sekadar bulan penuh berkah, tetapi juga momentum bersejarah bagi umat Islam. Di dalamnya, tersimpan peristiwa agung yaitu Nuzulul Qur’an, turunnya wahyu yang menjadi cahaya bagi semesta. Al-Qur’an bukan sekadar kumpulan ayat yang indah didengar, melainkan pedoman yang menuntun manusia menuju kehidupan yang mulia.

Namun, di tengah lantunan ayat-ayat suci yang menggema di masjid-masjid, di balik semaraknya peringatan Nuzulul Qur’an yang diadakan saban tahun, sebuah ironi mengemuka. Kitab ini dibaca, dikhatamkan, bahkan dikaji, tetapi sejauh mana ia benar-benar diamalkan dalam kehidupan?

Kementerian Agama menggelar 350 ribu khataman Al-Qur'an pada 16 Ramadhan 1446 Hijriah. Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan turut serta dalam agenda ini melalui program Indonesia Khataman Al-Qur'an yang dipusatkan di Aula Kanwil Kemenag Sulsel, Makassar. 

Kegiatan ini diharapkan dapat mengokohkan semangat keislaman dan kebangsaan, serta mengajak umat untuk mencintai, memahami, dan meneladani Al-Qur’an. (metronews.com, 16-03-2025)

Namun, apakah semua ini cukup? Apakah ribuan khataman itu telah menjelma dalam perilaku individu, masyarakat, dan negara? Jika Al-Qur’an benar-benar dijadikan pedoman, mengapa kezaliman masih merajalela, korupsi tak kunjung sirna, dan ketimpangan sosial kian menganga?

Ketika Hawa Nafsu Menggantikan Hukum Allah

Dunia hari ini dikuasai oleh sistem yang berlandaskan akal manusia. Demokrasi kapitalisme menjadikan manusia sebagai pembuat hukum, seolah mereka memiliki kebijaksanaan mutlak. 

Padahal, akal manusia terbatas dan sering kali dikendalikan oleh hawa nafsu serta kepentingan sesaat. Akibatnya, lahirlah berbagai permasalahan yang justru menjauhkan umat dari nilai-nilai Qur’ani.

Lebih menyedihkan lagi, mereka yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan menyerukan kembali kepada aturan Allah justru dianggap radikal. Mereka dilabeli ekstremis, sementara yang terang-terangan menyelisihi aturan Allah malah dielu-elukan sebagai moderat. Inilah ironi peradaban modern mengaku menjunjung tinggi kebebasan, tetapi menolak kebenaran yang hakiki.

Prinsip kedaulatan di tangan rakyat dalam demokrasi telah menempatkan manusia sebagai pembuat hukum, bukan lagi Al-Qur’an. Padahal, hanya dengan menjadikan wahyu sebagai landasan kehidupan, umat ini akan kembali meraih kejayaannya.

Menjadikan Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup Seutuhnya

Berpegang pada Al-Qur’an bukan sekadar tuntutan spiritual, melainkan konsekuensi keimanan. Jika umat ingin kembali kepada kemuliaan peradaban, maka Al-Qur’an harus dijadikan asas dalam seluruh aspek kehidupan. Bukan hanya dalam ibadah ritual, tetapi juga dalam ekonomi, politik, dan hukum. Maka, ada beberapa langkah yang harus ditempuh.

Pertama, membumikan tadabbur Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an adalah ibadah, tetapi memahami dan mengamalkannya adalah kewajiban. Umat Islam harus diajak untuk tidak hanya menghafal, tetapi juga menelaah maknanya, merenungi setiap ayatnya, dan menerapkannya dalam kehidupan nyata.

Kedua, mengembalikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum. Islam bukan sekadar agama ritual, tetapi juga sistem hidup yang lengkap. Selama hukum-hukum Islam tidak diterapkan dalam skala individu, masyarakat, dan negara. Maka umat akan terus terpuruk dalam kebingungan dan ketidakadilan.

Ketiga, membangun kesadaran kolektif melalui dakwah ideologis. Umat ini perlu dibimbing menuju pemahaman yang benar tentang kewajiban menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Dakwah harus dilakukan secara sistematis, bukan hanya dalam lingkup individu, tetapi juga di level masyarakat dan negara.

Keempat, menyadarkan umat bahwa Islam adalah solusi hakiki. Umat Islam harus disadarkan bahwa solusi dari berbagai problematika kehidupan tidak akan ditemukan dalam sistem buatan manusia. Tetapi dalam aturan yang telah Allah turunkan. Hanya dengan kembali kepada Al-Qur’an, umat akan menemukan jalan keluar dari keterpurukan.

Saatnya Kembali ke Jalan Cahaya

Nuzulul Qur’an bukan sekadar momen untuk mengenang turunnya kitab suci. Tetapi seharusnya menjadi titik balik untuk kembali kepada petunjuk Allah. Selama Al-Qur’an hanya dijadikan hiasan di lemari dan bacaan seremonial tanpa pengamalan nyata. Maka umat ini akan terus terombang-ambing dalam gelombang kesesatan.

Saatnya kita menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang sejati. Bukan hanya dibaca, tetapi dipahami. Bukan hanya dikhatamkan, tetapi diamalkan. Bukan hanya disyiarkan dalam acara peringatan, tetapi ditegakkan dalam kehidupan. Karena hanya dengan itulah, kemuliaan yang pernah diraih generasi terdahulu bisa kembali terwujud. 

Wallahu a'lambishshawab.


Umul Asmaningrum, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar