Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Retret Pejabat: Seremonial Mewah di Tengah Efisiensi Anggaran

Topswara.com -- Retret kepala daerah yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto menuai kontroversi, terutama terkait anggaran yang mencapai Rp 13,2 miliar di tengah kebijakan efisiensi nasional sebesar Rp 306,7 triliun. (cnbcindonesia.com, 19/02/2025). 

Acara ini berlangsung selama sepekan di Akademi Militer Magelang dengan tujuan melatih tata pemerintahan, meningkatkan layanan publik, dan membangun chemistry antar kepala daerah. Pemerintah mengklaim bahwa ini lebih hemat dibanding pelatihan reguler yang biasanya berlangsung 1,5 bulan di dua lembaga berbeda.

Namun, kritik muncul dari berbagai pihak, termasuk Transparency International Indonesia yang menilai kebijakan ini kontraproduktif dan tidak peka terhadap kondisi rakyat. Media asing seperti AFP juga menyoroti kesan kemewahan retret ini yang dikemas dalam konsep glamping (glamorous camping). 

Di saat pemerintah menggalakkan efisiensi anggaran yang berdampak pada berkurangnya pelayanan publik, justru muncul alokasi dana besar untuk acara seremonial pejabat.

Realitas ini menggambarkan wajah kepemimpinan dalam sistem kapitalisme. Negara dalam sistem ini tidak lebih dari operator dan fasilitator bagi kepentingan segelintir elite politik dan korporasi. Alih-alih menjadi pengurus rakyat, negara justru sibuk mengamankan kepentingan golongan tertentu. 

Desentralisasi kekuasaan dalam sistem otonomi daerah semakin memperburuk keadaan, karena kebijakan yang diambil sering kali lebih mengutamakan kepentingan politik dan ekonomi daripada kepentingan rakyat.

Dalam sistem kapitalisme, kekuasaan adalah alat untuk meraih keuntungan pribadi dan memperkaya kelompok tertentu. Pemimpin yang lahir dari sistem ini cenderung memiliki loyalitas kepada para pemodal yang mendukung mereka dalam meraih kekuasaan, bukan kepada rakyat yang mereka pimpin. 

Inilah mengapa banyak kebijakan yang lebih menguntungkan korporasi dibandingkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan infrastruktur, pengelolaan sumber daya alam, hingga layanan publik sering kali diarahkan untuk kepentingan bisnis, sementara rakyat hanya mendapatkan sisa-sisanya.

Selain itu, gaya hidup pejabat dalam sistem kapitalisme juga jauh dari kesederhanaan. Mereka terbiasa dengan kemewahan, mulai dari fasilitas negara yang eksklusif, perjalanan dinas ke luar negeri, hingga berbagai acara seremonial yang menghamburkan anggaran. 

Retret kepala daerah ini hanyalah satu dari sekian banyak contoh bagaimana pejabat lebih mementingkan kenyamanan pribadi daripada mencari solusi konkret bagi persoalan rakyat.

Padahal, saat ini rakyat sedang menghadapi berbagai tantangan besar, terutama menjelang Ramadhan. Stok pangan yang terbatas, harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, serta persiapan arus mudik seharusnya menjadi perhatian utama kepala daerah. 

Namun, alih-alih fokus menyelesaikan persoalan ini, mereka justru diundang ke acara yang manfaatnya masih dipertanyakan. Publik pun bertanya, apakah retret ini benar-benar berdampak nyata bagi kesejahteraan rakyat, atau hanya sekadar ajang pencitraan dan pemborosan?

Berbeda dengan kapitalisme, Islam menetapkan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. 

Seorang pemimpin dalam Islam adalah raa’in (pengurus rakyat) yang harus memastikan kesejahteraan rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda: "Imam (pemimpin) adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa pemimpin bukanlah penguasa yang berhak menikmati berbagai fasilitas mewah di atas penderitaan rakyatnya. Sebaliknya, ia adalah pelayan rakyat yang harus memastikan kebutuhan mereka terpenuhi.

Islam memiliki sistem politik yang menjamin lahirnya pemimpin yang amanah dan bertakwa. Pemimpin dalam Islam tidak dibentuk oleh sistem demokrasi yang dipenuhi kepentingan para pemodal, tetapi melalui mekanisme yang memastikan bahwa mereka adalah orang-orang yang layak memimpin berdasarkan syariat.

Selain itu, sistem pendidikan Islam juga dirancang untuk mencetak pemimpin yang memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya di hadapan Allah. Sejak kecil, seorang muslim diajarkan bahwa kepemimpinan bukanlah jalan untuk mencari kekayaan atau kemewahan, melainkan tugas berat yang harus dipikul dengan penuh kesungguhan. 

Sejarah Islam telah mencatat bagaimana para khalifah dan pemimpin Islam hidup dalam kesederhanaan dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.

Jika memang dibutuhkan pembekalan bagi pemimpin, Islam akan melakukannya dengan cara yang efektif dan efisien. Pelatihan kepemimpinan tidak diisi dengan seremonial dan kemewahan, melainkan dengan pemahaman mendalam tentang tanggung jawab seorang pemimpin di hadapan Allah. 

Para pemimpin dalam Islam juga dikelilingi oleh ulama dan penasihat yang memastikan mereka tetap berada di jalur yang benar dalam mengurus rakyat.

Perbedaan antara kepemimpinan dalam Islam dan kapitalisme sangatlah jelas. Kapitalisme melahirkan pemimpin yang lebih peduli pada kepentingan diri dan golongannya, sementara Islam mencetak pemimpin yang sadar bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas setiap kebijakan yang mereka buat.

Selama sistem kapitalisme masih menjadi landasan dalam pemerintahan, rakyat akan terus menjadi korban. Pemimpin akan lebih sibuk dengan pencitraan dan kenyamanan mereka sendiri, sementara rakyat harus berjuang sendiri menghadapi kesulitan hidup.

Sudah saatnya umat Islam kembali kepada sistem Islam yang telah terbukti melahirkan pemimpin yang raa’in, yang benar-benar mengurus rakyat dengan penuh tanggung jawab. Hanya dengan sistem Islam, kesejahteraan dan keadilan yang hakiki dapat terwujud. 

Wallahu a'lam bish-shawab []


Oleh: Mahrita Julia Hapsari
(Aktivis Muslimah Banua)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar