Topswara.com -- Ramadhan, bulan mulia yang selalu dinanti setiap tahunnya kini telah tiba. Banyak kalangan yang menyambut dengan suka cita. Tidak terkecuali semangat untuk memperbanyak amal kebaikan di bulan ini terus digaungkan.
Namun, spirit ini masih dalam tataran individu saja, tetapi belum terasa di seluruh aspek kehidupan kita. Buktinya, masih banyak problematika umat yang tidak diselesaikan dengan aturan dari Sang Pencipta, Allah SWT.
Salah satu contohnya, yaitu kebijakan dari pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Dilansir dari metrotvnews.com (28/2/2025), Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idulfitri Tahun 1446 Hijriah/2025.
Sejumlah tempat hiburan seperti kelab malam, diskotek, mandi uap, serta rumah pijat wajib tutup mulai dari sehari sebelum ramadan 2025 hingga sehari setelah bulan puasa.
Meski demikian, kelab malam dan diskotek yang berada di hotel, tempat komersial, serta tak berdekatan dengan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah, serta rumah sakit tetap diizinkan beroperasi.
Adapun Pemkot Banda Aceh justru merevisi imbauan bagi warga saat Ramadhan, yaitu tidak lagi melarang tempat hiburan seperti biliard, play station, dan karaoke untuk beroperasi pada siang hari. Padahal, tahun sebelumnya tempat hiburan seperti ini dilarang buka saat siang hari (viva.co.id, 27/2/2025).
Jamak diketahui, tempat-tempat tersebut menjadi salah satu sumber munculnya beragam kemaksiatan. Mulai dari penjualan khamar, campur baur laki-laki dan perempuan, perjudian, transaksi narkoba, bahkan perzinaan. Semua aktivitas ini jelas melanggar banyak syariat Islam. Sungguh ironis, jika hukum Islam diambil layaknya “prasmanan”.
Kondisi seperti ini adalah dampak dari tidak hadirnya peran negara secara utuh dalam mengurusi kepentingan masyarakat. Para penguasa sering kali membuat kebijakan yang tambal sulam dan setengah hati.
Jauh panggang dari api, berharap masalah kemaksiatan bisa berhenti, justru yang ada adalah munculnya permasalahan baru. Maka wajar jika solusi yang ditawarkan oleh sistem saat ini adalah solusi pragmatis.
Hal ini disebabkan sistem kapitalisme memang berdasarkan kepada asas materi saja. Di dalam kapitalisme tidak dikenal nilai lain yang ingin diraih, kecuali nilai materi. Bahkan dalam aktivitas ibadah pun sering kali tetap diorientasikan pada asas manfaat.
Ruh yang mendasari sistem ini, yaitu sekularisme telah melahirkan masyarakat yang memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Tentu bukan tanpa alasan negara tidak berani mengambil keputusan yang tegas untuk menutup secara total tempat-tempat maksiat di tengah masyarakat. Sebab, ada kepentingan yang harus dijaga, yang tidak lain adalah kepentingan para pemilik modal.
Industri hiburan dan pariwisata memang menjadi salah satu industri yang diharapkan bisa memberi suntikan dana terhadap APBN negara. Asalkan mendapatkan keuntungan, berbagai cara pun akan ditempuh tanpa mempertimbangkan halal dan haramnya.
Berbanding diametral, sistem Islam justru menjaga tiga pilar agar kehidupan masyarakat senantiasa terikat dengan syariat Islam.
Pertama, ketakwaan individu. Masyarakat yang hidup di dalam sistem Islam akan menjadikan akidah Islam sebagai landasan berpikir dan bertingkah laku. Ia akan senantiasa menjadikan standar perbuatannya kepada hukum syarak, bukan kepada aturan buatan manusia.
Kedua, kontrol masyarakat. Maraknya kemaksiatan di tengah masyarakat bisa disebabkan karena lemahnya kontrol dari masyarakat untuk memberikan muhasabah. Padahal, aktivitas dakwah amar maruf nahi mungkar adalah kewajiban yang harus dilakukan, baik oleh individu jamaah, maupun negara.
Ketiga, penerapan Islam oleh negara. Negara memiliki peran sentral untuk bisa menerapkan hukum Islam secara kafah dalam kehidupan masyarakat. Misalnya saja, penutupan tempat maksiat tentu tidak akan bisa dilakukan oleh tataran individu ataupun masyarakat.
Sebab, kewenangan tersebut hanya bisa dilakukan oleh institusi yang memiliki kekuasaan, yaitu pemerintah.
Sistem Islam memiliki pengaturan yang rinci dan detail untuk bisa menyelesaikan berbagai problematika masyarakat. Penerapan hukum Islam berfungsi sebagai jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus). Artinya, hukum Islam berfungsi secara preventif dan kuratif terhadap berbagai kemaksiatan yang ada di tengah masyarakat.
Upaya preventif yang dilakukan tentu berawal dari penerapan hukum syarak dalam seluruh sistem kehidupan, termasuk perundang-undangan negara. Semua peraturan tidak terlepas dari landasan akidah Islam sebagai fondasi.
Di dalam sistem pendidikan Islam, output pendidikan adalah menghasilkan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islami. Dengan demikian, tentu tidak akan dijumpai generasi yang memilih profesi atau pekerjaan yang tidak halal. Apalagi memfasilitasi pembuatan tempat maksiat seperti diskotek, bar, dan sejenisnya.
Penerapan sistem politik dan ekonomi di dalam sistem Islam akan mendorong para penguasa untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang halal bagi masyarakat. Dengan demikian, tidak akan dijumpai pekerjaan-pekerjaan haram yang harus dipilih oleh masyarakat karena alasan terbatasnya lapangan pekerjaan.
Dengan demikian, negara benar-benar melaksanakan perannya sebagai pelayan dan pengurus urusan rakyat.
Sebagai langkah kuratif, sistem hukum Islam secara tegas akan memutus mata rantai kemaksiatan di tengah masyarakat. Pemerintah tidak akan berkompromi dengan orang-orang yang memiliki kepentingan dengan alasan mengejar keuntungan belaka.
Hukuman yang diberikan dipastikan bisa memberi efek jera agar kemasksiatan tidak semakin merajalela.
Tentu gambaran ideal penerapan sistem Islam di negeri ini sangat kita nantikan, termasuk untuk menyelesaikan berbagai problematika umat yang sedang terjadi. Namun, harapan itu tentu bukan sekadar angan-angan.
Maka, saatnya kita berkontribusi untuk menyadarkan umat akan pentingnya penerapan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan.
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan” (QS. Al-A’raf ayat 96). []
Oleh: Annisa Fauziah Achmad
(Aktivis Dakwah)
0 Komentar