Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Paradoks Peringatan Nuzulul Qur'an: Turunnya Diperingati, Aturannya Tidak Ditaati

Topswara.com -- Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama Muhammad Ali Ramadhani serta para pejabat eselon 1 lainnya menghadiri Peringatan Nuzulul Qur'an Tingkat Kenegaraan Tahun 1446 H/2025 M di Auditorium HM. Rasjidi, Gedung Kementerian Agama di Jakarta. 
 
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar dalam pesannya mengatakan bahwa Al-Qur'an diturunkan dan membumi untuk melangitkan kembali umat manusia.

Peringatan Nuzulul Qur'an ini juga menghadirkan penceramah Said Agil Husin Al Munawar (Menteri Agama periode 2001-2004). Dalam pesannya, ia menyebut bahwa Al-Qur'an sebagai wahyu yang terakhir diturunkan kepada nabi dan rasul yang terakhir. 

Ia meyakini bahwa Al-Qur'an sebagai kalamullah yang lengkap dan sempurna yang mampu menjawab semua permasalahan umat. Menurutnya, dengan mengamalkan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari akan membawa keberkahan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat (balitbangdiklat.kemenag.go.id, 18/3/2025).

Nuzulul Qur'an adalah peristiwa turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril. Peristiwa tersebut terjadi di Gua Hira pada malam 17 Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah, atau sekitar bulan Juli 610 Masehi yang menjadi titik awal turunnya Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia. Peristiwa tersebut juga menjadi titik balik peradaban yang membawa petunjuk, ilmu, dan hukum bagi seluruh manusia. 

Bahkan saking besarnya pengaruh Al-Qur'an dalam kehidupan hingga gunung pun tidak sanggup memikulnya.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Hasyr ayat 21,

لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Andai Al-Qur’an ini Kami turunkan di atas gunung, kamu (Muhammad) pasti menyaksikan gunung itu tunduk dan pecah berkeping-keping karena takut kepada Allah. Perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka mau berpikir.” 

Imam Ath-Thabari menafsirkan,

“Gunung itu tunduk dan terpecah-belah karena begitu takutnya kepada Allah meskipun gunung itu amat keras. Tidak lain karena gunung tersebut sangat khawatir tidak sanggup menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan atas dirinya, yakni mengagungkan Al-Qur’an.” (Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, 23/300)

Namun mirisnya, di tengah kemeriahan memperingati Nuzulul Qur'an ini umat Islam justru hidup di bawah aturan yang tidak bersumber dari Al-Qur'an, melainkan dari akal manusia. Padahal, Indonesia dengan penduduk mayoritas Muslim, akan tetapi saat ini diatur oleh sistem demokrasi kapitalisme. 

Sistem politik, ekonomi, pendidikan, sosial, sanksi disandarkan pada asas sekulerisme yang mengabaikan peran agama di dalamnya.

Demokrasi kapitalisme telah menjadikan akal manusia sebagai sumber aturan. Padahal, sesungguhnya manusia sangat zalim dan bodoh (QS. Al-Ahzab: 72) sehingga semua aturan hasil buatan mereka berpotensi adanya pertentangan dan sarat akan kepentingan pribadi, golongan ataupun para pemodal besar yang berkonsekuensi lahirnya berbagai permasalahan.

Kenapa? Karena prinsip kedaulatan berada di tangan rakyat, manusia justru menjadi penentu hukum yang tidak lepas dari pengaruh hawa nafsu dan kepentingan pribadi bukan oleh kebenaran yang hakiki yang diajarkan dalam Al-Qur'an. 

Hal ini menyebabkan terjadinya berbagai kemaksiatan dan ketimpangan dalam penerapan hukum dan keadilan yang seharusnya berlandaskan pada wahyu Allah SWT sebagaimana kita saksikan hari ini. 

Tempat maksiat masih buka di bulan ramadhan, angka kejahatan juga semakin tinggi lantaran kebutuhan keluarga juga semakin mendesak menjelang lebaran, korupsi di berbagai lembaga pemerintahan, hukum yang tajam kebawah, tapi tumpul keatas, aktivitas riba dimana-mana, pergaulan bebas dan masih banyak lagi.

Oleh karena itu, di bawah hegemoni sistem sekularisme dan kapitalisme bulan ramadhan tampaknya belum membawa perubahan apa pun bagi nasib kaum Muslim di seluruh dunia. Palestina masih dijajah, diserang, dibantai, dibombardir dengan brutal oleh Zionis Israel. 

Para penguasa di negeri-negeri Muslim juga masih saja mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat, seperti kenaikan pajak, kenaikan BBM, kenaikan listrik, privatisasi sumber daya alam dan layanan publik hingga pengurangan subsidi pada sektor vital. 

Alhasil, rakyat semakin terpuruk, terhina dan menderita karena mencampakkan Al-Qur'an dari kehidupan. Hal tersebut telah di firmankan oleh Allah Swt dalam Al-Qur'an surah Al-A'raf ayat 96,

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Al-Qur'an Membawa Perubahan Besar

Sejarah membuktikan bahwa Al-Qur’an benar-benar membawa perubahan besar bagi umat manusia. Dahulu, sebelum turunnya Al-Qur’an, bangsa Arab terkenal sebagai bangsa yang dipenuhi dengan kezaliman dan kebodohan.

Seperti yang telah ditulis Masudul Hasan dalam buku History of Islam yang menceritakan, masyarakat Arab mengalami kemerosotan moral. Minuman keras (mabuk-mabukan), judi, cabul, penipuan, jual beli riba dan seks bebas (perzinaan), pembunuhan bayi-bayi perempuan yang baru lahir, peperangan antar suku adalah hal biasa.

Seluruh ragam kemaksiatan tersebut telah mendarah daging di tengah-tengah masyarakat Arab jahiliyah dan kemaksiatan yang paling besar adalah banyaknya kemusyrikan dengan tradisi penyembahan terhadap berhala yang mereka anggap Tuhan. Padahal, tangan mereka sendirilah yang membuat berhala tersebut. 

Namun demikian, ketika Rasulullah SAW berdakwah kepada mereka dengan membawa Al-Qur’an, dalam waktu relatif singkat, yaitu sekitar 23 tahun, bangsa Arab benar-benar berubah 180 derajat menjadi bangsa yang sukses memimpin peradaban dunia. 

Dari sebuah bangsa yang tidak dikenal dan tidak diperhitungkan menjadi bangsa yang memimpin peradaban selama rentang waktu yang amat panjang, yaitu 13 abad.

Bahkan kaum Muslim berhasil menguasai dua pertiga dunia dengan peradabannya yang tinggi dan mulia. Hal tersebut telah banyak diakui seperti, Will Durant, seorang penulis dan filsuf berkebangsaan Amerika menulis pernyataan yang sangat terkenal,

“Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah, dan seni mengalami kejayaan luar biasa; menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad” (Will Durant, The Story of Civilization).

Emmanuel Deutscheu, seorang cendekiawan Jerman, pernah berkata,

“Semua ini (yakni kemajuan peradaban Islam, red.) telah memberikan kesempatan baik bagi kami (Eropa) untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Karena itu sewajarnyalah kami senantiasa mencucurkan air mata tatkala kami teringat akan saat-saat jatuhnya Granada.” (Granada adalah benteng terakhir Kekhalifahan Islam di Andalusia yang jatuh ke tangan bangsa Kristen Eropa).

Bahkan mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, saat berpidato pada tanggal 5 Juli 2009, antara lain menyatakan, “Peradaban dunia berutang besar pada Islam. Islamlah—di tempat-tempat seperti Universitas Al-Azhar—yang mengusung lentera ilmu selama berabad-abad serta membuka jalan bagi era kebangkitan kembali dan era pencerahan di Eropa.” (Republika.co.id, 20 Juni 2009).

Pengakuan-pengakuan tersebut cukup untuk membuktikan bahwa kepemimpinan Islam sukses mewujudkan kepemimpinan yang ideal. Rahasianya ialah karena tegak di atas landasan akidah yang benar dan distandardisasi oleh syariat yang berasal dari Allah SWT. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar