Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mudik Nyaman, Mungkinkah?

Topswara.com -- Setiap tahun, masalah transportasi di Indonesia, terutama saat musim mudik, selalu menjadi sorotan. Kemacetan parah, tingginya angka kecelakaan, dan ketidaknyamanan dalam perjalanan mencerminkan buruknya tata kelola transportasi. 

Kondisi ini seolah dianggap biasa dan lumrah terjadi, dan tak bisa dihindari. Namun, apakah kondisi ini benar-benar tak bisa diatasi?

Berdasarkan laporan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 24 Maret 2025, pergerakan penumpang angkutan umum pada H-9 lebaran 2025 mengalami lonjakan signifikan di semua moda transportasi. 

Moda kereta api mengalami peningkatan 57,25 persen, kapal penyeberangan naik 52,77 persen, dan transportasi udara meningkat 28,89 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Selain itu, jumlah kendaraan pribadi yang keluar dari Jabotabek juga meningkat 23 persen.

Pemerintah telah mengantisipasi lonjakan pergerakan ini dengan berbagai kebijakan, seperti mudik gratis, Work From Anywhere (WFA), libur sekolah lebih awal, dan pemberian THR lebih awal. Masyarakat diimbau untuk merencanakan perjalanan dengan baik dan mengutamakan keselamatan, terutama bagi pengguna kendaraan pribadi.

langkah ini sebenarnya hanya bersifat sementara dan tidak menyentuh akar permasalahan pengelolaan transportasi di Indonesia.

Masalah utama dalam sektor transportasi bukan sekadar mahalnya tiket atau tarif tol, melainkan soal ketidakmerataan infrastruktur, kemacetan yang tak kunjung terurai, dan belum optimalnya integrasi antar moda transportasi. 

Memberikan diskon atau penurunan tarif memang bisa meningkatkan minat masyarakat untuk bepergian, tetapi tidak menjamin perjalanan yang nyaman, aman, dan efisien.

Lebih dari itu, kebijakan seperti ini justru berisiko mendorong lonjakan volume kendaraan pribadi karena tarif tol yang murah, sementara transportasi umum masih belum sepenuhnya menjadi pilihan utama masyarakat. Ini berpotensi memperparah kemacetan, meningkatkan polusi udara, serta memperbesar biaya pemeliharaan infrastruktur jalan.  

Dalam sistem kapitalisme-sekuler yang diterapkan saat ini, pemerintah hanya berperan sebagai regulator yang lebih banyak berpihak kepada pengusaha. Pengelolaan transportasi diserahkan kepada swasta dengan dalih efisiensi dan investasi. 

Akibatnya, rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkan layanan transportasi yang belum tentu nyaman dan aman. Tarif transportasi yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, dan minimnya fasilitas keselamatan adalah konsekuensi dari sistem ini. 
 
Dalam pandangan Islam, konsep transportasi memiliki makna yang khas dan berbeda. Islam memandang transportasi sebagai layanan umum yang tidak boleh dijadikan ladang bisnis. Tanggung jawab penuh atas pembangunan, pengelolaan, serta penyediaan sarana transportasi yang aman, nyaman, terjangkau, dan tepat waktu berada di tangan negara. 

Kepemilikan dan pengelolaan transportasi tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta, karena keberadaannya merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat.

Meski pembangunan sektor transportasi membutuhkan biaya yang sangat besar, Islam tetap mewajibkan negara untuk memenuhinya. Anggaran untuk transportasi menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar, sebab masuk dalam kategori kebutuhan publik yang harus diprioritaskan. 

Dalam sistem pemerintahan Islam, terdapat berbagai sumber pendapatan yang sah dan mencukupi untuk membiayai pembangunan infrastruktur tanpa harus membebani rakyat melalui pungutan atau tarif tinggi.

Lebih jauh lagi, Islam menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh terfokus hanya di kawasan perkotaan. Pemerintah wajib memastikan pemerataan pembangunan hingga ke pelosok daerah, agar potensi ekonomi di wilayah tersebut bisa berkembang. 

Dengan begitu, masyarakat tidak perlu meninggalkan kampung halaman demi mencari penghidupan di kota besar. Jika pembangunan merata, ketimpangan sosial dan ekonomi bisa diminimalisir, sekaligus mengurangi fenomena arus mudik yang kerap menimbulkan lonjakan kebutuhan transportasi setiap tahunnya. 

Wallahua'lam bi ash-shawwaab


Oleh: Tsaqifa Nafi'a 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar