Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengapa Mudah Meninggalkan PerintahNya?

Topswara.com -- Hari ini mudah sekali kita jumpai orang-orang tidak melaksanakan shalat wajib. Alasannya beragam, ada yang tidak sempat dalam artian sedang bekerja, terkadang dipersulit aturan tempat kerja yang membatasi shalat hanya 10 menit.

Ada juga yang mengatakan banyak sekali waktu pelaksanaan shalat, kenapa tidak dirangkum dalam satu waktu saja, kemudian tidur terlalu malam sampai bablas tidak shalat subuh. Astaghfirullah.

Hasil survei Indonesia Moslem Report pada 2019 menunjukkan bahwa hanya 38,9% umat muslim yang menunaikan salat. Berikut ini data survei Indonesia Moslem Report 2019 yang diterbitkan oleh Avara Research, melansir akun X pegiat sosial sekaligus Founder and CEO of AMI Group and AMI Foundation, Azzam Mujahid Izzulhaq, Kamis (9/5). 

Miris bukan, negeri yang katanya penduduk muslim terbesar nyatanya mudah sekali meninggalkan perintahNya. Penciptanya saja ditinggalkan apalagi makhluknya. Padahal shalat adalah tiang agama, jika tiangnya runtuh maka seluruh bangunan akan runtuh. 

Maka, merupakan alaram berbahaya jika generasi sekarang mudah meninggalkan shalat. Apalagi hari ini kita digempur dengan berbagai hiburan yang melenakan sehingga mudah meninggalkan shalat, seperti game yang menarik, konser musik, film, tontonan bola, dan lainnya. 

Kemudian, ada sebuah nasehat dari Ustaz Ismail Yusanto, apa bedanya kita (muslim) dengan orang kafir? Kita lihat perekonomian menggunakan sistem kapitalisme, politik menggunakan demokrasi, kesehatan, hukum menggunakan sistem kapitalisme. Lalu ada orang Islam tetapi tidak shalat, lalu yang membedakan kita dengan orang kafir apa? 

Jika mengambil hikmah adanya peristiwa Israk Mikraj adalah adanya perintah shalat. Yang mana disyariatkannya shalat lima waktu secara langsung, tanpa melalui perantara malaikat Jibril, sebagaimana syariat-syariat lainnya. Ini menunjukkan betapa shalat memiliki kedudukan sangat penting bagi umat Islam.

Saat ini orang meninggalkan shalat tidak ada sanksi yang membuat jera, semua dikembalikan ke individu, jika mau melaksanakan shalat silahkan, tidak juga silahkan, inilah dampak dari sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan, permasalahan ibadah mahdhah saja dikembalikan ke individu yang mudah lalai, negara tidak peduli dengan masalah tersebut.

Berbeda sekali dengan Islam, dalam sistem Islam shalat adalah kewajiban yang harus ditunaikan stiap individu, jika ada individu tidak shalat tanpa uzur syar'i maka negara memberikan sanksi tegas.

Menurut tinjauan hukum Islam (baca: fiqih), ada konsekuensi hukum yang sangat tegas terkait orang yang meninggalkan shalat sebagaimana dijelaskan oleh Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz I, hal. 102:
 
مَنْ أَخْرَجَ " من المكلفين " مكتوبة كَسَلًا وَلَوْ جُمُعَةً " وَإِنْ قَالَ أُصَلِّيهَا ظُهْرًا " عَنْ أَوْقَاتِهَا " كُلِّهَا " قُتِلَ حَدًّا" لَا كُفْرًا
 
“Seorang mukallaf yang tidak mengerjakan shalat tepat waktu karena alasan malas, termasuk shalat Jumat meski ia beralasan akan melaksanakan shalat dhuhur, maka ia layak menerima hukuman mati sebagai hadd, bukan karena alasan kekufuran.”

Jelas sekali sanksi dalam Islam ketika seseorang lalai dalam shalat sangat tegas. Hukum ini hanya berlaku jika negara yang memberlakukan, artinya butuh peran negara dalam menjaga ketakwaan individu, dalam hal ini melaksanakan shalat. Dengan adanya hukum yang tegas masyarakat tidak menganggap sepele permasalahan shalat hingga meninggalkan shalat. 

Oleh karena itu butuh sekali peran negara dalam mengurus rakyatnya, bukan hanya mengurus kebutuhan pokok namun juga memastikan setiap individu menjalankan ibadah mahdhah. 

Semua itu hanya bisa dilaksanakan ketika hukum Islam mengatur urusan hidup manusia dalam segala aspek dalam bingkai khilafah. Tidakkah kita menginginkan masyarakat yang hanya taat kepada Allah?


Oleh: Alfia Purwanti 
Analis Mutiara Umat Institute 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar