Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menanti Jaminan Mudik Lebaran Nyaman

Topswara.com -- Bulan Ramadhan biasanya diakhiri dengan tradisi mudik lebaran. Lebaran menjadi momen untuk bersilaturahmi dan bertemu dengan keluarga yang jauh di kampung halaman. Mudik lebaran yang seharusnya bisa berjalan nyaman dan lancar namun ternyata harus mengalami kendala kemacetan.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo memprediksi puncak arus mudik lebaran tahun ini akan terjadi pada 28-30 Maret 2025. Sementara arus balik terjadi pada 5-7 April 2025 (cnbcindonesia, 23/03/2025).

Selain kemacetan, ternyata banyak travel gelap yang beroperasi menjelang mudik lebaran. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, menjamurnya travel gelap mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan layanan angkutan umum yang merata hingga pelosok daerah
(liputan 6.com, 23/3/2025).

Berbagai persoalan dalam sarana transportasi terlebih pada masa mudik lebaran (mulai dari kemacetan hingga kecelakaan) tidak bisa dilepaskan dari buruknya tata kelola transportasi yang berasaskan kapitalisme-sekuler.

Dalam sistem ini, transportasi menjadi jasa komersiil karena pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta. Negara hanya sebagai regulator yang lebih banyak berpihak kepada pengusaha.

Sementara itu, di sisi lain, tidak meratanya infrastruktur dan fasilitas umum menjadikan rakyat menggantungkan hidupnya di perkotaan. Akibatnya banyak yang mencari kerja di kota, sehingga tradisi mudik pun tak terelakkan. 

Islam memandang transportasi sebagai fasilitas publik yang tidak boleh dikomersialkan. Meski pembangunan infrastruktur mahal dan rumit, haram bagi negara menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta, apalagi dibuat sebagai ajang bisnis untuk meraup keuntungan.

Negara wajib membangun hajat transportasi publik yang aman, nyaman, murah, dan tepat waktu, serta memiliki fasilitas penunjang yang memadai sesuai dengan perkembangan teknologi. 
Lalu darimana anggarannya? Anggaran untuk mewujudkan semua ini adalah anggaran yang bersifat mutlak karena transportasi merupakan kebutuhan publik.

Negara Islam memiliki sumber pemasukan yang banyak dan beragam, salah satunya adalah sumber daya alam yang merupakan kekayaan milik umum yang dikelola oleh negara, sehingga mampu untuk membiayai dan membangun infrastruktur termasuk dalam transportasi yang baik, aman dan nyaman, sehingga rakyat mendapatkan layanan dengan mudah dan kualitas terbaik.

Baca Juga
Islam memandang transportasi publik sebagai fasilitas yang harus negara berikan kepada rakyat secara mudah dan murah, bahkan gratis. Sarana publik tidak boleh dibangun dengan utang atau pinjaman asing. Negara membangun infrastruktur publik secara mandiri untuk memenuhi hajat rakyat.

Infrastruktur adalah hal penting untuk membangun dan meratakan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan bagi rakyatnya. Karena itu negara wajib membangun infrastruktur yang baik, bagus dan merata ke pelosok negeri.

Pembangunan infrastruktur bersandar pada prinsip riayah su'unil ummat. Untuk pengelolaan dan pembiayaan harus diambil dari kas negara (baitulmal). Jika dana baitulmal tidak mencukupi, negara bisa memungut dharibah (pajak) dari masyarakat muslim yang kaya dan sifatnya insidental (sementara) dan dipungut dari warga negara yang kaya saja.

Di sisi lain, Islam memandang bahwa kemajuan dan pembangunan adalah hak semua rakyat dan merupakan kewajiban negara yang bertanggung jawab atas rakyatnya (al imamu raa'in). Suatu hari Khalifah Umar bin Khattab r.a melihat kondisi jalan yang rusak lalu ia berkata "Aku akan segera perbaiki jalan itu sebab aku takut diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT hanya karena ada seekor unta yang terjungkal."

Di dalam buku The Great Leader of Umar bin al-Khathab, halaman 314-316, diceritakan bahwa Khalifah Umar al-Faruq menyediakan pos dana khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal ihwal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Tentu dana ini bukan dari dana utang. Hal ini untuk memudahkan transportasi antara berbagai kawasan negara Islam.

Khalifah Umar memastikan pembangunan infrastruktur harus berjalan dengan orientasi untuk kesejahteraan masyarakat dan untuk ‘izzah (kemuliaan) Islam. Jikalau negara harus bekerjasama dengan pihak ketiga, haruslah kerjasama yang menguntungkan bagi umat Islam. Bukan justru masuk dalam jebakan utang, yang menjadikan posisi negara lemah di mata negara lain/pihak ketiga.

Khalifah Umar bersama gubernur-gubernurnya sangat memperhatikan perbaikan berbagai jalan tatkala membuat perjanjian antara para gubernurnya dan berbagai negeri yang berhasil ditaklukkan. Dengan semangat menerapkan syariat Islam, Khalifah Umar merealisasikan pembangunan infrastruktur yang bagus dan merata di seluruh negeri Islam.

Oleh karena itu, negara akan membangun infrastruktur merata sehingga potensi ekonomi terbuka lebar di semua wilayah, bukan hanya di perkotaan. Dan
hanya dalam tata kelola transportasi Islamlah mudik nyaman dan selamat bisa terwujud. []


Oleh: dr. Bina Srimaharani 
(Aktivis Dakwah Islam)

Posting Komentar

0 Komentar