Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Membasmi Korupsi dengan Sistem Islam

Topswara.com -- Menurut Presiden RI Prabowo Subianto pada forum Internasional World Governments Summit 2025 di Dubai, Uni Emirat Arab yang dihadiri oleh beliau secara virtual pada Kamis, 13 Februari 2025, menyatakan bahwa tingkat korupsi di Indonesia sangat mengkhawatirkan. 

Banyak sekali program pemerintah yang tidak berjalan sesuai harapan dan tidak mencapai hasil yang signifikan akibat dana yang dikorupsi oleh jajarannya.

Beberapa contoh program pemerintah yang terkena korupsi adalah proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol, bandara, dan pelabuhan yang mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya. 

Selain itu, program bantuan sosial seperti subsidi BBM dan bantuan langsung tunai (BLT) juga terindikasi terkena korupsi, sehingga banyak warga yang tidak mendapatkan manfaat yang seharusnya. Bahkan, program pendidikan dan kesehatan juga tidak luput dari korupsi, sehingga kualitas layanan publik menjadi semakin memburuk.

Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk membasmi korupsi di Indonesia. Menurutnya, korupsi adalah akar dari semua kemunduran di berbagai sektor, termasuk pendidikan, penelitian, dan pengembangan. 

Oleh karena itu, ia bertekad untuk menggunakan seluruh tenaga dan wewenangnya untuk mengatasi masalah korupsi ini. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa komitmen tersebut masih jauh dari harapan. Peluncuran Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dinilai membuka celah korupsi yang lebih luas. 

Danantara akan menginvestasikan modal dari sumber daya alam dan aset negara ke dalam proyek-proyek berkelanjutan, dengan fokus pada investasi non-APBN. Hal ini diprediksi akan menjadi sarang korupsi baru karena kemudahan dalam memanipulasi data keuangan, penggunaan dana, dan laporan keuangan yang tidak transparan.

Selain itu, korupsi pun dapat terjadi juga di berbagai bidang, seperti pengadaan barang dan jasa, pengelolaan sumber daya alam, dan pengembangan infrastruktur. Selain itu, korupsi juga dapat terjadi di berbagai level jabatan, mulai dari pejabat tinggi negara hingga pegawai rendahan. 

Para pemilik modal yang mendapatkan proyek dari negara juga memiliki peluang besar untuk melakukan korupsi. Mereka dapat memanfaatkan pengaruh dan kekuasaan mereka untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga merugikan negara dan masyarakat. 

Fenomena ini tidak terlepas dari sistem yang lebih luas, yaitu penerapan sistem kapitalisme-sekulerisme di Indonesia. Sistem ini telah menciptakan lingkungan yang mendukung terjadinya korupsi secara sistemik. Artinya, korupsi tidak hanya terjadi secara individu, tetapi telah menjadi bagian dari sistem pemerintahan dan ekonomi.

Belum lagi sistem demokrasi yang seharusnya memberikan kekuasaan kepada rakyat, ironisnya membuka peluang bagi para oligarki untuk memanfaatkan kekuasaan ekonomi mereka dalam mempengaruhi proses pemilihan wakil rakyat dan pejabat. 

Dengan memodali kampanye pemilihan, para oligarki dapat membeli pengaruh dan kekuasaan politik, sehingga siapa pun yang terpilih menjadi pemimpin pasti akan tunduk pada kepentingan dan keinginan pemilik modal. 

Hal ini berarti bahwa kekuasaan politik sebenarnya berada di tangan para oligarki, bukan di tangan rakyat yang diwakili oleh pemimpin yang terpilih.

Sungguh, korupsi tidak bisa dibasmi hanya dengan memperbaiki tata pemerintahan yang baik, jika sistem pemerintahannya masih menggunakan demokrasi dan kapitalisme sekulerisme sebagai asas negara ini. 

Sejatinya, jika kerusakannya adalah sistemik, maka perbaikannya juga harus secara sistemis, yaitu mengubah secara fundamental. Negara ini harus mulai menoleh kepada sistem yang benar-benar bisa menjamin bahwa sistemnya tidak ada celah untuk korupsi.

Di dunia ini, hanya ada tiga ideologi yang diemban oleh suatu negara: ideologi komunisme sosialisme seperti yang diemban Korea Utara, ideologi kapitalisme sekulerisme seperti Amerika yang saat ini diikuti oleh negara Indonesia, atau ideologi Islam sebagaimana yang dibawa oleh Rasulullah di Madinah dan dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin. 

Dua negara yang mengemban ideologi komunisme dan kapitalisme ternyata tidak bisa membersihkan korupsi. Akan tetapi, 14 abad lalu, negara Islam pernah benar-benar bersih dari korupsi karena yang menjadi landasan sistem Islam adalah aqidah Islam, yang menjadikan seorang muslim takut kepada Allah.

Maka ketakwaan individu dapat terwujud, dan sanksi pada pelakunya tegas, mulai dari hukuman cambuk sampai hukuman mati, tergantung seberapa berat atau ringannya hukuman takzir ini, disesuaikan juga dengan berat atau ringannya kejahatan yang dilakukan (Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah, An-Nizhamu al-Uqubat fii al-Islam). Sehingga, ini menimbulkan efek jera dan pencegahan agar tidak dilakukan orang lain.

Sejatinya, mayoritas penduduk negara Indonesia adalah Muslim, sehingga sudah seharusnya berdasarkan keimanan, mereka akan menginginkan negeri ini menggunakan sistem Islam. 

Begitu pula, seorang pemimpin atau pejabat yang bertakwa seharusnya memahami bahwa kekuasaan yang diberikan adalah amanah. Oleh karena itu, dia akan berhati-hati atas harta yang dipercayakan kepadanya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: 

"Barang siapa yang telah kami angkat untuk melakukan sesuatu tugas, lalu dia telah kami beri gaji, maka apa saja yang diambilnya selain daripada gaji adalah harta khianat (ghulûl)." (HR Abu Dawud).

Apabila penerapan Islam dilakukan oleh negara secara kaffah, maka pemberantasan korupsi dipastikan kecil, dan kesejahteraan rakyat pun dapat terwujud. Dengan demikian, negara dapat mencapai tujuan yang lebih mulia, yaitu menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadilan. 

Wallahu'alam bisshawab.


Oleh: Nia Suniangsih 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar