Topswara.com -- Pertamina diguncang korupsi. Perusahaan pelat merah itu ditengarai korupsi selama bertahun-tahun. Publik pun geram karena sangat dirugikan. Perusahaan negara yang harusnya melayani rakyat itu malah menjadi lahan korupsi sejumlah pejabatnya. Terlebih lagi, setelah ketahuan adanya BBM oplosan.
Kejaksaan Agung merilisi potensi kerugian negara dari kasus korupsi Pertamina mencapai Rp193,7 triliun. Kejakgung menyebut potensi kerugian tersebut berdasarkan taksiran tahun 2023 saja, padahal korupsi terjadi selama 2018–2023. Bila di total korupsi di Pertamina kurang lebih sebesar Rp968,5 triliun atau hampir 1 kuadraliun.
Kerugian sebesar itu berasal dari lima sumber, yakni ekspor minyak mentah (Rp35 triliun), impor minyak mentah melalui broker (Rp2,7 triliun), impor BBM melalui broker (Rp9 triliun), kompensasi BBM (Rp126 triliun), dan subsidi BBM (Rp21 triliun). (news.detik.com, 5-3-2025)
Terungkapnya kasus korupsi di Pertamina menambah panjang daftar korupsi di negeri ini. Bahkan, korupsi di perusahaan pelat merah ini menjadi yang terbesar. Netizen yang jengah dengan maraknya korupsi menyindir dengan membuat liga korupsi Indonesia, yang mana korupsi di Pertamina menjadi jawaranya.
Korupsi di Pertamina menjadi bukti kesalahan dalam pengelolaan BBM. Negara yang harusnya mengelola BBM justru menyerahkannya kepada Pertamina, anak perusahaannya, dan swasta. Namanya perusahaan sudah pasti mencari untung dan tak mau rugi.
Meskipun milik negara, nyatanya Pertamina dikuasai swasta. Peran negara minim di dalamnya. Bahkan, negara memperlakukannya seperti perusahaan swasta sehingga turut bersaing dengan perusahaan lainnya dalam mendapatkan proyek. Orientasinya pun materi, bukan melayani.
Tak heran bila ada pejabatnya yang memiliki mindset bisnis. Meskipun ditunjuk oleh negara dan mendapatkan gaji, nyatanya mereka masih mencari untung, bahkan dengan cara curang. Kasus BBM oplosan dalam pusaran mega korupsi Pertamina menjadi buktinya. Sejumlah petinggi Pertamina Patra Niaga diduga memerintahkan pengoplosan tersebut.
Kasus korupsi ini sangat merugikan rakyat. Selama bertahun-tahun rakyat ditipu segelintir pejabat demi memperkaya diri. Bukan hanya itu, BBM oplosan juga dikhawatirkan dapat merusak mesin kendaraan.
Korupsi yang terjadi di perusahaan negara bukan sekali ini. Sudah berulang kali kasus korupsi melanda perusahaan milik negara. Meskipun pelaku ditangkap dan dihukum, tetapi hukuman yang diberikan sama sekali tak menjerakan. Buktinya, muncul pelaku-pelaku korupsi baru dengan berbagai modusnya. Bahkan, korupsi justru makin subur dari waktu ke waktu.
Korupsi telah menjalar ke seluruh sendi kehidupan. Ini menunjukkan adanya kesalahan pada sistem. Sistem memberi celah, bahkan mendorong manusia untuk berbuat curang atau sesukanya. Ketika berkuasa, ia memanfaatkannya untuk mengeruk keuntungan sebanyak mungkin. Tak peduli itu didapatkan dengan jalan mencuri atau berkhianat.
Inilah hasil dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Sistem ini korup dan menyuburkan korupsi. Negara terbelit korupsi tiada henti.
Sistem politik demokrasi yang mahal meniscayakan adanya politik balas budi dan transaksional. Kebijakan yang dibuat penguasa lebih untuk membagi-bagi kekuasaan pada parpol pendukung. Begitu pula pejabat yang diangkat bukan karena kapabilitas dan integritasnya, melainkan sebagai balas budi.
Aspek moral pun tak diperhatikan karena agama dijauhkan dari kehidupan. Hasilnya, banyak pejabat yang tak layak secara kemampuan dan bermoral buruk.
Sistem sanksinya juga lemah sehingga tidak mampu memberikan efek jera. Hukuman untuk koruptor tergolong ringan, padahal telah merugikan negara dan rakyat. Bahkan, pelaku dapat lolos dari jerat hukum dengan membayar sejumlah uang.
Maka dari itu, menumpas korupsi dalam tataran sistem demokrasi kapitalisme merupakan hal yang sulit, bahkan mustahil. Sistem ini justru menjadi biang kerusakan yang hanya melahirkan kerusakan.
Korupsi hanya dapat diberantas dengan sistem yang tepat, yakni Islam. Ini karena Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu mencegah kejahatan seperti korupsi sekaligus memberi sanksi dengan adil.
Dalam Islam, korupsi adalah haram. Semua modus korupsi merupakan harta yang haram hukumnya karena didapat dengan jalan yang tidak sesuai syariat. Allah telah memperingatkan untuk tidak mengambil harta dengan cara yang haram sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 188:
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Islam memandang korupsi sebagai tindakan khianat, yakni menggelapkan harta yang diamanahkan kepadanya. Sanksi bagi koruptor adalah ta’zir, yakni sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk sanksinya bisa berupa nasihat, penjara, pengenaan denda, hukuman cambuk, hingga hukuman mati. Berat ringannya hukuman tersebut disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan.
Sanksi ini tidak memandang pelaku. Selama ia terbukti melanggar, maka ia akan dihukum setimpal. Sanksi yang tegas ini juga akan memberi efek jera sehingga dapat mencegah pelanggaran terulang kembali.
Penerapan sistem Islam juga akan melahirkan individu yang beriman dan bertakwa. Ketika ia mendapat amanah kekuasaan, ia tidak akan berani berbuat curang atau khianat. Pejabat atau penguasa sadar betul bahwa amanah harus dijalankan sebagaimana perintah syariat. Pemilihan pejabat pun dengan memperhatikan ketakwaan di samping kemampuan individunya.
Terkait SDA, Islam memerintahkan negara untuk mengelolanya. Negara tidak boleh menyerahkannya kepada swasta, apalagi asing. Hasil pengelolaan SDA kemudian untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Demikianlah Islam menjadi solusi atas maraknya korupsi. Penerapan Islam secara kaffah tidak hanya menumpas korupsi, tetapi juga menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi semua.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar