Topswara.com -- Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengumumkan mulai per 1 Februari 2025 pengecer tidak lagi diperbolehkan menjual gas LPG 3 kg (gas melon) dan mengalihkan penjualan hanya ke pangkalan (agen resmi PT Pertamina) dengan tujuan agar penyaluran gas LPG 3 kg tepat sasaran dan tidak ada indikasi permainan harga di lapangan.
Kebijakan baru ini membuat masyarakat harus rela mengantre berjam-jam demi mendapatkan satu buah tabung gas melon. Bahkan akibat hal ini, seorang lansia asal Pamulang, Kota Tangerang Selatan meninggal dunia karena diduga kelelahan setelah mengantre membeli gas LPG 3 kg pada hari Senin, 03 Februari 2025 (Kompas, 04 Februari 2025). Sungguh ironi sekali, akibat kekisruhan gas LPG 3 kg para warga perlu merenggang nyawa dan merasa sengsara.
Setelah adanya kekisruhan ini, pada tanggal 04 Februari 2025, Prabowo Subianto selaku presiden Indonesia memberi mandat kepada menteri ESDM agar mengaktifkan kembali pengecer berjualan gas LPG 3 kg sembari menunggu proses para pengecer mendaftarkan diri menjadi agen sub-pangkalan secara parsial (Tempo, 07 Februari 2025).
Namun, meskipun pengecer telah diaktifkan kembali untuk berjualan gas melon masih langka didapatkan oleh masyarakat. Bedasarkan pengakuan seorang pengecer yang Bernama Tasman (63) tahun, ia mengaku bahwa sudah mendapatkan pasokan gas LPG 3 kg sejak kemarin sore, tetapi stok yang dikirimkan oleh pangkalan resmi berkurang dari biasanya.
Menurutnya, ia biasa dikirimkan hingga 100 tabung oleh agen, sekarang ia hanya mendapatkan 50 tabung gas saja (Kompas, 06 Februari 2025).
Kebijakan terkait penjualan gas melon ini menjadi plin-plan dan membuat rakyat kelimpungan. Kebijakam yang berubah-ubah ini dapat terjadi karena adanya kericuhan besar di tengah masyarakat.
Pemerintah ingin gas subsidi tepat sasaran, tetapi di sisi lain hal ini malah membuat rakyat kelimpungan dan rugi secara nonmaterial karena harus meluangkan banyak waktu untuk mencari gas LPG.
Di sisi lain, para pengecer juga mengalami kerugian karena kurangnya pasokan gas yang diterima dan bahkan harus kehilangan penghasilannya dari menjual gas melon apabila harus mendaftarkan diri menjadi agen resmi.
Lagi-lagi kebijakan baru hanya mampu berpihak kepada para pemilik modal. Perubahan kebijakan baru ini merupakan sebuah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme karena ciri dari sistem ialah memudahkan para pemilik modal besar untuk menguasai pasar, dari bahan baku hingga bahan jadi/siap pakai.
Tidak hanya itu, kapitalisme juga melegalkan kepemilikan migas sehingga dikuasai oleh korporasi milik para kapitalis yang mengakibatkan rakyat tidak dapat menikmati kekayaan alam berupa migas secara cuma-cuma dan harus rela membeli dengan harga yang mahal.
Kesengsaraan rakyat dalam mendapatkan migas (termasuk LPG) akan terus berlanjut, apabila masih diatur dengan sistem kapitalisme. Lalu apa solusi ideal dalam permasalahan ini?
Solusi yang ideal adalah dengan mengubah kepemilikan migas dan semua kekayaam alam yang lain menjadi kepemilikan umum, bukan kepemilikan perseorangan atau swasta sebagaimana Islam memerintahkan hal ini. Islam mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat.
Pengelolan sumber daya ini merujuk pada sabda Rasulullah Saw., yaitu “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, yaitu air, pandang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud Ahmad, dan Ibnu Majah).
Hadis ini menjelaskan bahwa air, padang rumput, dan api adalah milik umum, tidak dapat dimonopoli karena merupakan kebutuhan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila dimonopoli maka akan terjadi pertikaian dan kesulitan dalam mencarinya.
Migas (termasuk LPG) merupakan sumber daya milik umum karena dibutuhkan masyarakat setiap hari untuk memasak dan untuk keperluan dalam melakukan perjalanan (transportasi). Apabila migas tidak ada, manusia akan merasa kesulitan mencarinya dan terjadi pertikaian seperti kondisi saat ini ketika LPG langka.
Hadis lainnya menjelaskan bahwa tambang migas merupakan kepemilikan umum, sebagaiman sabda Rasulullah Saw., yang diriwayatkan oleh HR Tirmidzi “Sesungguhnya Abyadh bin Hamal al-Mazaniy bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majelis ‘Apakah Anda mengetahui apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah Anda berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir’ Akhirnya beliau bersabda, ‘(kalau begitu) tarik kembali darinya.” (HR Tirmidzi).
Bedasarkan hadis ini, tambang yang memiliki deposit besar (seperti air yang mengalir) termasuk kepemilikan umum. Artinya tambang migas yang juga memiliki deposit besar merupakan milik umum. Negara tidak boleh memberikan izin kepada perseorangan atau perusahaan pribadi untuk memilikinya, mengaturnya, dan mengeksploitasinya.
Negara memiliki kewajiban untuk melakukan pengelolaamn sumber daya ini untuk kepentingan rakyat, sesuai dengan fungsi negara sebagai raa’in (pengurus urusan rakyat) sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Setiap kalian adalah raa’in (pemimpin) dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Imam Bukhari).
Negara Islam akan memudahkan rakyatnya dalam mengakses berbagai kebutuhannya terhadap layanan publik, fasilitas umum, dan SDA yang merupakan hajat publik, termasuk migas dan LPG.
Dengan adanya solusi ini, kelangkaan bahan bakar, baik itu LPG dan yang lainnya tidak akan terjadi karena negara Islam tidak akan menyulitkan rakyat seperti dalam sistem Kapitalisme yang berlaku saat ini.
Oleh: Huri Salsabila
Aktivis Muslimah
0 Komentar