Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kekerasan Seksual Makin Marak, Bukti Rusaknya Sistem Kapitalisme

Topswara.com -- Baru-baru ini publik kembali dikejutkan dengan kasus pelecehan seksual anak yang masih di bawah umur dan kali kembali terjadi di lingkungan pendidikan.

Di lansir Tirto.id.com, kali ini menimpa 8 siswi SD di kecamatan Gareng, kabupaten Sikka, provinsi Nusa tenggara Timur (NTT), hal ini dilakukan oleh seorang Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK), di tempat mereka bersekolah, ironisnya aksi bejat guru Olahraga tersebut telah berlangsung sejak korban berada di kelas 1 SD, korban berjumlah 8 dengan usia 8-13 tahun.

Modus dari pelaku ialah dengan memanggil murid korban pada saat pelajaran PJOK. Pelaku kemudian memangku atau mendudukkan korban dan kemudian melakukan tindak pencabulan tersebut, dengan cara mencium pipi dan bibir para korban, serta meraba payudara dan kemaluan mereka. Ujar kasat Reskrim polres Sikka, Iptu Djafar Alkatiri. Titro.id.com.Rabu (05/02/2025).

Kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan masih saja terus terjadi, dengan berulangnya peristiwa ini menunjukkan betapa mirisnya rusaknya sistem kapitalisme saat ini.

Guru yang seharusnya bisa menjadi panutan dan suri teladan yang baik terhadap anak didiknya, akan tetapi justru dialah yang melakukan pelecehan seksual terhadap peserta didiknya sendiri. Hal ini tentu saja telah menodai profesi guru yang notabenenya memiliki tugas mulia untuk mendidik suatu generasi.

Ada beberapa penyebab sehingga pelecehan seksual pada anak masih marak terjadi. Pertama, lemahnya keimanan seseorang, dan ditambah lagi penerapan sistem kehidupan yang sekuler membuat keimanan seseorang gampang memudar, sehingga tidak bisa mengontrol diri, hal ini dikarenakan agama (Islam) sudah tidak dijadikan sebagai patokan dalam hidup. 

Alhasil para pelaku kejahatan sudah tidak merasa takut dengan beratnya hisab di hari kelak.

Kedua, teknologi yang makin canggih. bisa saja untuk kejahatan ataupun kebaikan. Contohnya, maraknya kasus perundungan (bullying) online, prostitusi online, hingga tontonan pornografi yang bisa merangsang syahwat. 

Kehidupan serba bebas yang di asuh oleh sistem sekuler, membuat peran negara yang seharusnya sebagai pengontrol dan penyaring informasi. Agar produksi film yang berbau liberalisme, yang mengajarkan seks bebas, serta menormalisasikan perilaku maksiat, seperti pacaran, zina, dan lain-lain. Tidak dapat masuk serta tidak menyebar luas di kalangan masyarakat, tetapi sebaliknya justru, negara seolah melemah dan tidak berdaya dengan para pengusaha dan produksi film-film tersebut.

Ketiga, kurangnya sanksi yang tidak tegas. Membuat para pelaku kejahatan tidak memiliki efek jera. Padahal yang kita tahu Indonesia sebenarnya sudah memiliki regulasi serta payung hukum dalam upaya melindungi anak dari kejahatan seksual. 

Hal itu sudah tertera di UU No. 35 tahun 2014 perubahan dari UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dalam pasal 76E UU No. 35 Tahun 2014 disebutkan bahwa "setiap orang dilarang melakukan kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau dibiarkan dilakukan perbuatan cabul".

Sejatinya, kejahatan yang terjadi saat ini adalah buah dari sistem kehidupan yang sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, dengan sistem inilah yang menjadikan pola dan gaya hidup masyarakat menjadi bebas untuk mengatur hidupnya sendiri. Belum lagi negara memberikan pelanggaran dan pemakluman terhadap perilaku kemaksiatan dengan dalih kebebasan. 

Maka tidak heran jika kejahatan seksual semakin merajalela dengan berbagai motif dan cara yang berbeda-beda. Untuk itu kita perlu sistem yang bisa menuntas permasalahan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur yaitu dengan kembali kepada sistem Islam.

Islam Solusinya 

Dalam Islam, ada tiga pihak yang berkewajiban untuk menjaga dan melindungi generasi. Pertama, keluarga yakni ayah dan ibu adalah madrasah utama, mendidik, mengasuh, dan mencukupi gizi anak, serta menjaga mereka dengan keimanan yang berbasis Islam serta ketakwaan kepada Allah SWT.

Kedua lingkungan, dalam hal ini masyarakat berperan untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi perkembangan dan pertumbuhan generasi. Lingkungan yang baik akan melahirkan generasi yang berperilaku baik pula, yang akan menjauhkan mereka dari kejahatan dan kemaksiatan. 

Dalam asuhan sistem Islam, rasa empati dan peduli terhadap sesama muslim akan terbentuk dengan sangat baik. berbeda dengan sistem sekuler saat ini, manusia dibentuk menjadi manusia yang individualis kapitalistik.

Ketiga negara, dalam hal ini peran negara sangat dibutuhkan, karena sejatinya fungsi negara adalah memberikan kebutuhan berupa sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan, serta keamanan bagi setiap anak. Dalam negara Islam wajib melindungi generasi dari hal yang buruk dan maksiat dengan melakukan tindakan pencegahan.

Selain itu ada beberapa mekanisme dalam sebuah negara Islam. Pertama, negara akan menerapkan sistem sosial dan pergaulan yang berbasis Islam dalam menjaga pergaulan di lingkungan keluarga dan masyarakat. 

Dengan cara menutup aurat dan berhijab syar'i bagi wanita, larangan berzina, berkhalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahram), dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), serta larangan eksploitasi terhadap perempuan dengan memamerkan keindahan dan kecantikan saat bekerja, larangan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa disertai mahram.

Kedua, negara akan memposisikan fungsi media dan informasi dengan semestinya, serta mengontrol dan menyaring konten-konten dan tayangan yang tidak mendukung bagi perkembangan generasi, seperti konten pornografi, film yang mengarah pada kemaksiatan.

Ketiga, negara menegakkan sistem sanksi yang tegas dengan menghukum para pelaku kejahatan berdasarkan jenis dan kadar kejahatannya menurut syariat Islam. Tidak peduli entah itu dibawah umur atau tidak, karena sejatinya hukum harus tetap ditegakkan, dan hukuman yang diberikan harus sesuai dengan ketentuan hukum Allah dan kebijakan khalifah selaku pemegang wewenang pelaksanaan hukuman tersebut.

Keempat, penerapan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Dengan sistem ini kurikulum, media belajar, guru pengajar yang berkualitas, dan proses pembelajaran ini hanya akan terfokus pada Islam saja. 

Dengan begitu generasi kita memiliki akidah yang kokoh, berperilaku baik, serta orang tua yang memiliki pemahaman agama yang baik. Dalam asuhan sistem Islam rasa empati dan peduli terhadap sesama muslim akan terbentuk berbeda dengan sistem sekolah saat ini manusia dibentuk menjadi manusia yang individualis kapitalistik.

Dengan adanya perlindungan seperti ini, maka generasi kita bebas dari kekerasan seksual atau kejahatan lainnya, sehingga kita sebagai orang tua tidak merasa khawatir lagi.

Wallahu alam bishawwab.


Oleh: Dwi Oktavia Tamara
Pegiat Literasi 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar