Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Islam Solusi Problem Sampah dan Pencemaran Lingkungan

Topswara.com -- Citarum, sungai yang membentang sejauh 297 kilometer di provinsi Jawa Barat termasuk dalam salah satu dari enam sungai paling tercemar di dunia. Hal ini dikarenakan tingkat pencemarannya sangat parah yang bersumber dari limbah industri (terutama tekstil), sampah dan limbah air domestik/rumah tangga, perikanan, peternakan, dan lain-lain. 

Menurut data Dinas LHK tahun 2024, diperkirakan lebih dari 100 ton sampah plastik sepanjang 3 km mencemari sungai Citarum. Kondisi ini tentu sangat memprihatikan. 

Terkait dengan isu pencemaran ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bergerak cepat mengadakan inspeksi mendadak (sidak) ke pemukiman penduduk di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, tepatnya di Kabupaten Bandung. 

Di sana gubernur menemukan fakta mencengangkan bahwa rumah-rumah warga di daerah DAS tersebut membuang sampah langsung ke sungai. Hal ini menegaskan bahwa sumber pencemaran Citarum salah satunya berasal dari sampah rumah tangga. (Tribun Jabar, 3 Maret 2025)

Sungai sebagai salah satu sumber air tawar yang sangat dibutuhkan umat manusia. Secara ekologis, dia adalah habitat untuk berbagai spesies ikan dan tumbuhan air yang mendukung kesuburan tanah dan menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya. 

Bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, sungai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam menunjang aktivitas kehidupan. Oleh karena itu, sejatinya batang air ini tidak boleh berada dalam kondisi tercemar.

Hanya saja aktivitas manusia modern saat ini berdampak menghasilkan sampah dan polutan yang luar biasa banyaknya. Adanya beragam industri besar maupun rumahan yang menghasilkan limbah kimia cair yang dibuang secara sembarangan ke aliran sungai, ditambah para pelakunya yang tidak bertanggung jawab. 

Belum lagi perilaku konsumtif masyarakat yang hobi belanja, tentu saja menyumbang banyaknya volume sampah.

Kemajuan teknologi yang memudahkan kehidupan manusia, barang-barang konsumsi berupa pangan dan non pangan juga turut menyumbang sampah, contohnya plastik. Penggunaan bahan ini begitu masif di masyarakat. 

Tidak heran jika plastik menjadi masalah tersendiri dalam penanganan sampah karena sifatnya yang tidak mudah diurai di dalam tanah. Bahkan, pencemaran laut dan sungai akibat sampah plastik ini seringkali menjadi penyebab kematian ikan dan hewan laut lainnya akibat menelan benda tersebut.

Selain plastik, limbah kimia cair yang berasal dari pabrik-pabrik pengolahan bahan baku maupun barang jadi pun kerap menjadi masalah. Sisa-sisa bahan olahan yang dibuang sembarangan ke aliran sungai menimbulkan beberapa efek, diantaranya busa dan perubahan warna air yang meracuni sungai. Akibatnya ekosistem sungai terganggu, dan air pun tidak bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar.

Beragam upaya dilakukan untuk mengendalikan pencemaran, diantaranya membangun IPAL komunal yang bertujuan meminimalisir dampak negatif limbah cair domestik sehingga aman dibuang ke lingkungan pemukiman, tidak mencemari, dan meningkatkan sanitasi lingkungan. Seperti yang dicanangkan oleh Gubernur Jawa Barat untuk mengatasi pencemaran di sungai Citarum.

Rencana tersebut patut diapresiasi. Namun hal yang demikian itu hanyalah solusi sesaat dan bersifat pragmatis. Apa yang hendak dilakukan belum mampu menyentuh akar masalah sesungguhnya. Sebab persoalan sampah dan pencemaran lingkungan lahir dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan masyarakat individualis dan konsumtif. 

Masyarakat kapitalistik tidak mampu membedakan mana kebutuhan dan sekadar keinginan. Ditambah lagi masifnya iklan di media digital, berbagai kemudahan yang diberikan oleh aplikasi belanja, dan munculnya para influenser yang menjadikan konsumerisme semakin parah. Alhasil dalam hal ini hasrat manusia kapitalistik bertemu dengan kerakusan para korporasi untuk meraih keuntungan.

Masalahnya, meningkatnya permintaan mengakibatkan peningkatan produksi pula. Sementara itu para industrialis yang berparadigma kapitalisme tidak peduli dengan kelestarian lingkungan. Di sisi lain pemerintah pun terlihat tidak serius dalam mengurus lingkungan hidup. 

Terbukti dengan mudahnya penguasa memberi izin pendirian industri tanpa mempertimbangkan AMDAL, dan lain sebagainya. Selain itu morat-maritnya penanganan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), menjadikan pengelolaannya semakin rumit.

Padahal masalah pengelolaan sampah dan limbah tidak bisa berdiri sendiri. Hal tersebut butuh kebijakan holistik yang melibatkan individu, masyarakat, dan negara. Sehingga isu pencemaran lingkungan dapat teratasi dengan solusi menyeluruh. Di samping itu perlu penegakan hukum yang pantas bagi pelaku perusak lingkungan.

Solusi terbaik ada pada penerapan Islam. Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki paradigma khas terkait kelestarian lingkungan. Hal yang demikian sangat penting sampai-sampai Allah Swt. langsung mengingatkan di dalam Al-Qur'an Surat Al A'raf ayat 56 yang bunyinya: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik..."

Menjaga lingkungan agar tetap menjadi tempat yang nyaman bagi makhluk hidup wajib hukumnya. Hal itu telah diperintahkan Rasulullah saw. dan dicontohkan oleh para khalifah setelahnya. 

Sebagai contoh Rasullullah saw. melarang merusak pepohonan dan lingkungan saat tengah berperang. Khalifah Umar bin Khattab pun pernah memberi contoh agar tidak berlaku boros dalam konsumsi dengan tidak makan berlebihan dan hidup dalam kesederhanaan. Senang berbagi sehingga tidak ada makanan ataupun barang yang terbuang.

Islam sendiri menetapkan tiga pilar yang harus saling bersinergi untuk menciptakan kelestarian alam dan lingkungan, yaitu: individu, masyarakat, dan negara. Individu yang beriman dan bertakwa akan mampu menyaring antara kebutuhan dan keinginan. Masyarakat berperan amar makruf nahi mungkar dan bersama-sama menemukan cara terbaik untuk menjaga alam tempat hidupnya.

Kedua pilar ini harus didukung pula oleh negara sebagai penerap aturan dan pemberi sanksi hukum. Negara tidak boleh bertindak sebagai regulator semata yang memuluskan ketamakan para kapital yang hanya ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Izin produksi yang diberikan kepada industri besar dan kecil harus benar-benar melalui proses pengkajian mendalam, utamanya terkait isu lingkungan.

Selain itu negara wajib mengedukasi masyarakat untuk tidak bersikap boros dan berlebihan dalam mengonsumsi sesuatu. Begitu juga kepada para produsen diarahkan untuk memproduksi barang kebutuhan yang berkualitas dengan teknologi canggih yang bisa meminimalisir sampah.

Dengan demikian permasalahan sampah dan pencemaran lingkungan hanya bisa diselesaikan dengan membuang paradigma kapitalistik dan menggantinya dengan sistem Islam. Karena hanya Islam yang memiliki solusi tuntas terhadap setiap persoalan dalam kehidupan.

Wallahu alam bissawab.


Oleh: Tatiana Riardiyati Sophia 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar