Topswara.com -- Sesungguhnya, selama manusia masih hidup tidak akan jauh dari persoalan dunia. Persoalan bisa muncul dari unsur kesengajaan ataukah memang menjadi qadha dari sang Pencipta untuk menguji kadar keimanan seorang hambanya.
Namun, persoalan dalam negeri hari ini sejatinya dari unsur kesengajaan. Lantas, sampai kapan negeri ini terminimalisir dari permasalahan? Itu pasti menjadi pertanyaan dalam benak masyarakat di selama ini.
Terlebih di beberapa tahun ini begitu berderet permasalahan-permasalahan negeri yang cukup menyita perhatian masyarakat, korupsi misalnya. Usai berita korupsi timah tayang di tahun kemarin, terbitlah kasus sejenisnya di tahun ini. Korupsi Pertamina, emas dan terhangat minyak kelapa bersubsidi yang disunat.
Ngerinya, terdapat di beberapa segmen uang yang mereka korup cukup mengegerkan karena jumlahnya yang sangat fantastis. Lebih tepatnya, jika diakumulasikan kasus korupsi dengan jumlah besar bisa disambungkan dari masa krisis moneter, 1997.
Saat itu pun negara mengalami kerugian Rp 138, 44 triliun dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sedangkan, di tahun ini kerugian yang diderita negara masih dimenangkan oleh Pertamina yang totalnya hampir mencapai 1 kuadriliun dalam kurun 5 tahun. Ada juga penyerobotan lahan PT duta Palma Grup, Rp 78 triliun beserta kasus korupsi lainnya.
Bahkan nitizen mengibaratkan segmen yang terkorup ini bak liga korupsi. Karena uang yang mereka kantongi sangat "wah". Indonesia emas yang mereka cita-citakan tidak sinkron dengan keadaan. Hal ini pun menunjukkan masa depan negara telah suram.
Apa yang telah para mahasiswa suarakan dengan tajuk "Indonesia Gelap" memang mewakili keadaan negeri ini. Korupsi telah menjadi salah satu persoalan yang akan membawa bangsa hilang arah untuk menggapai tujuan.
Bayangkan, bagaimana bisa dibilang menuju Indonesia emas, bila ekonominya saja hanya berputar di para pejabat, itu pun banyak dikorupsi dan rakyat selalu kena getahnya dengan fakta kian rapuhnya ekonomi mereka.
Apalagi korupsi Pertamina ini sangat dirasakan langsung oleh masyarakat, rugi harta, ya benda. Mesin kendaraan sebagian dari mereka ada yang jadi korban, rusak karena opolosan pertamax yang ditambah pertalite. Menuju Indonesia emas seharusnya menjadikan rakyat makmur, bukan malah rakyat jadi hancur di berbagai sudut, termasuk ekonomi.
Anehnya, kasus korupsi dengan jumlah fantastis ini tidak sama sekali tercium oleh orang no 1 yang sebelumnya. Padahal pergerakan korupsi di pertamina ini cukup lama dalam beberapa tahun.
Dengan begitu, telah memunculkan spekulasi bahwa pemerintah di sebelumnya sudah sengaja menutupi bangkai ini. Apalagi di baru-baru ini tengah beredar berita jika tersangka di pertamina telah menyebut nama-nama orang kepercayaan presiden sebelumnya tengah terlibat (panduga.id, 5/3/25)
Skenario yang cukup menakjubkan. Namun, hal ini kian membuka kedok betapa klumitnya persekokongkolan dalam dunia perpolitikan kotor yang sejatinya lahir dari sistem demokrasi. Bukan rahasia umum lagi, dalam demokrasi antar penguasa dan pengusaha memiliki keterikatan yang sangat erat.
Antar keduanya memiliki apa-apa yang dibutuhkan antar satu sama lain. Untuk calon penguasa membutuhkan modal besar untuk menduduki kursi kekuasaan.
Sedangkan untuk pengusaha membutuhkan kebijakan penguasa dalam mengelola harta milik negara atau pun umat sebagai jaminan pengembalian modal dari sang penguasa. Maka tidak heran terdapat skenario saling menutupi kebusukan masing-masing.
Di luar dari kontek ini, terdapat pula permasalahan baru yang membuat kita tidak habis pikir. Di pekan ini terdapat beberapa daerah yang dilanda musibah banjir dan semua itu dampak dari pembangunan ala kapitalistik. Bermula dari penggundulan hutan demi perluasan lahan untuk destinasi wisata telah terjadi di puncak Bogor, sehingga daya serap air kian berkurang.
Alhasil, tatkala ujan turun dengan intensitas tinggi, daya tanah di puncak Bogor tidak bisa meresapnya dengan baik. Bekasi dan beberapa daerah lainnya pun terkena imbasnya (detiknews, 6/3/25).
Tentu hal ini akibat dari tangan pemerintah pemuja kapitalisme. Lihat saja sepak terjang pemerintah selanjutnya, bukannya mereka bermuhasabah diri dan lebih fokus bagaimana cara menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang baru saja terjadi, di sisi lain mereka justru merancang agenda baru, yakni Danantara.
Katanya, lagi-lagi agenda ini untuk memulihkan ekonomi Indonesia secara total, akan tetapi jika dilihat dari teknisnya justru membingungkan. Pasalnya, dari Danantara ini bertujuan berinvestasi ke luar negeri.
Tetapi yang jadi pertanyaan apa yang mau diinvestasikan, sedangkan utang masih menumpuk? Apalagi usut-diusut Danantara ini dipantau oleh seseorang yang seharusnya negara menghindarinya. Tony blair merupakan mantan perdana menteri Inggris, diangkat sebagai dewan pengawas Danantara ini.
Meskipun saat ini Amerika sebagai dedongkot kapitalisme, tapi tidak memungkiri Inggris pun berperan besar merubah negara kaum muslimin menjadi negara yang sekulerisme kapitalisme demokrasi pada zaman kekhilafahan Ustmaniah. Saat itu Inggris disebut penjajah yang sangat halus dan licik. Tatkala kaum muslimin melemah, Inggris datang dengan berbagai agenda dan akhirnya memecah belah, menghancurkan kaum muslimin.
Begitu pun sekarang ini. Cengkaraman penjajah masih melekat di Nusantara. Meskipun presiden menyebut Tony blair sudah sangat berjasa pada Indonesia, tapi itulah trik yang dulu dilakukan Inggris untuk melemahkan kaum muslimin.
Dengan kata lain, saat itu kaum muslimin dibuat terpukau dengan bantuan-bantuan ide inggris, padahal sejatinya ingin menjauhkan kaum muslimin dari Islam sebagai kekuatan, yang menjadikannya negara adidaya.
Maka, kita harus berkaca dari sejarah ini. Bakal sangat riskan negara bekerja sama dengan Inggris, Amerika dan sekutu-sekutunya. Dari beritanya saja, bisa terbaca bahwa Tony blair sebagai perwakilah global untuk mengawasi Danatara. Istilah kasarnya, seakan yang mengatur aset-aset negara, dari pihak asing (CNCB Indonesia, 26/2/25).
Akan tetapi, selama pemerintah mengikuti jalan arus demokrasi, bakal selalu bagini adanya. Pemerintah akan tunduk pada pihak asing, terlebih di sektor ekonomi.
Masyarakat seharusnya mulai berpikir cerdas tentang apa yang menjadi sebab menguritanya korupsi, abainya pemerintah pada rakyat di aspek kesehatan, pendidikan dan mengapa pemerintah begitu logowo menerima pihak asing untuk mengontrol harta negara, ialah tiada lain karena diterapkan sistem kapitalisme demokrasi. Walhasil, kegelapan masa depan negara pun kian nyata di depan mata.
Dengan sistem bathil ini akhirnya agenda-agenda negara tidak bisa terlepas dari turut campur para penjajah. Penjajah tidak akan mendiamkan negeri yang dijajahnya pintar dan bangkit. Mereka bakal selalu mengontrol negeri yang dijajahnya tetap mengemban sistem yang dibuat mereka melalui kerjasama-kerjasama.
Maka, niscaya akan sulit terwujud masa depan cerah bila negara sendiri masih menerapkan kapitalisme-demokrasi. Tersebab demokrasi telah membebaskan tindak-tanduk negara dalam mengurusi harta umat dan negara.
Banyak contoh di antaranya negara secara sembarang menyerahkan pengelolaan SDA yang melimpah ruah pada para investor asing dan aseng, termasuk Inggris pernah mengelola batu bara di dalam negeri.
Oleh: Gina Kusmiati
Aktivis Muslimah
0 Komentar