Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga Tiket Turun, Solusi atau Ilusi?

Topswara.com -- Setiap kali momen mudik lebaran tiba, pemerintah seolah berlomba menghadirkan kebijakan yang tampak membela kepentingan rakyat. Potongan harga tiket pesawat, tarif tol lebih murah, hingga program mudik gratis digembar-gemborkan sebagai bukti keberpihakan pada masyarakat. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar solusi nyata atau hanya strategi sesaat untuk meredam keluhan publik?

Tahun 2025, pemerintah kembali menggulirkan program mudik gratis dengan kuota 100 ribu pemudik, potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga 6 persen yang menurunkan harga tiket pesawat hingga 14 persen, serta penurunan tarif tol yang dijamin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. 

Inisiatif ini diharapkan meringankan beban masyarakat sekaligus menjaga inflasi selama Ramadan dan Lebaran. Namun, kebijakan tersebut hanya berlaku dalam waktu terbatas, meninggalkan masyarakat kembali terbebani setelah masa mudik usai. (viva.co.id, 01/03/2025)

Kebijakan Pragmatis 

Penurunan harga tiket dan tarif tol menjelang lebaran memang memberi kesan perhatian pemerintah terhadap rakyat. Namun, kebijakan ini bersifat pragmatis dan sementara. Begitu periode mudik berlalu, tarif transportasi akan kembali meroket, tanpa ada upaya perbaikan sistem yang lebih berkelanjutan.

Ironisnya, kebijakan ini justru membuktikan bahwa pemerintah sebenarnya mampu menekan harga transportasi. Sayangnya, langkah tersebut hanya diambil saat momen tertentu, lebih demi citra politik daripada kepentingan rakyat secara nyata.

Memang, persoalan mahalnya transportasi tidak lepas dari sistem kapitalisme yang mendominasi tata kelola ekonomi saat ini. Dalam sistem ini, negara menyerahkan pengelolaan layanan publik kepada pihak swasta dengan dalih investasi dan efisiensi. Akibatnya, transportasi yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar berubah menjadi komoditas yang diperdagangkan.

Swasta sebagai pemilik modal memiliki kendali penuh atas tarif transportasi, sementara negara hanya bertindak sebagai regulator. Akibatnya, masyarakat berpenghasilan rendah makin sulit mengakses layanan transportasi yang layak.

Solusi Islam

Dalam Islam, negara berperan sebagai raa'in (pengurus) yang bertanggung jawab penuh atas kebutuhan dasar rakyat, termasuk transportasi. Islam menegaskan bahwa layanan publik harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk kepentingan korporasi.

Pembiayaan layanan ini bersumber dari baitulmal, kas negara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat tanpa orientasi keuntungan. Sabda Rasulullah SAW:

"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud)

Hadis ini menegaskan bahwa kebutuhan dasar masyarakat tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta untuk diperjualbelikan.

Dalam sistem Islam, transportasi murah dan berkualitas bukan hanya hadir saat momen tertentu, tetapi menjadi hak rakyat setiap saat. Negara wajib menyediakan layanan transportasi yang terjangkau atau bahkan gratis, memastikan seluruh masyarakat tanpa terkecuali dapat menikmatinya.

Dengan pengelolaan transportasi di tangan negara, rakyat terbebas dari eksploitasi korporasi. Negara hadir sebagai pelindung, bukan sekadar regulator yang tunduk pada kepentingan investor.

Sekilas, kebijakan penurunan harga tiket saat lebaran mungkin tampak manis, namun hanya menjadi solusi semu yang tidak menyentuh akar persoalan. Selama sistem kapitalisme masih diterapkan, masyarakat akan terus menjadi korban eksploitasi.

Saatnya masyarakat menyadari bahwa kesejahteraan sejati hanya akan terwujud dalam sistem Islam yang menempatkan negara sebagai pengurus rakyat. Sistem yang menjamin transportasi murah, aman, dan nyaman, bukan hanya pada momen tertentu, tetapi sepanjang waktu.

Apakah kita masih akan menerima ilusi kesejahteraan atau mulai memperjuangkan sistem yang benar-benar berjuang untuk rakyat?


Oleh: Widhy Lutfiah Marha
Pendidik Generasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar