Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Wacana Kampus Boleh Kelola Tambang: Dampak Kapitalisasi Pendidikan

Topswara.com -- Akhir-akhir ini ada wacana baru yang ditujukan untuk perguruan tinggi yaitu mengizinkan kampus untuk mengelola tambang. Ide ini muncul saat DPR mendadak ingin merevisi RUU Minerba padahal tidak masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2025. Mereka menggelar rapat saat reses di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1).

Dalam rapat itu, kewenangan mengelola tambang diperluas. Tidak hanya untuk perusahaan dan ormas keagamaan, kini perguruan tinggi diusulkan untuk ikut mengelola. Aturan itu sempat dipertanyakan oleh Fraksi PDIP dan PKB. Namun, Badan Legislasi (Baleg) DPR tetap mengesahkan draf RUU Minerba sebagai RUU inisiatif DPR setelah maraton rapat 12 jam. 

Meski baru tahap draf, namun sudah menimbulkan kritik dari berbagai kalangan termasuk DPR sendiri. Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian bahwa hal itu harus benar-benar dipikirkan dan dikaji dengan baik. Kampus sebagai institusi independen untuk mencetak cendekia bangsa dan generasi unggul jangan sampai terkooptasi oleh kepentingan segelintir orang (cnnindonesia.com, 31/01/2025).

Menanggapi usulan tersebut, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid menolak tegas. Ia berpandangan bahwa jika pemberian izin tambang dianggap sebagai solusi atas pembiayaan tinggi setiap kampus sangat tidak masuk akal. 

Di lain pihak integritas akademiknya bakal dipertaruhkan. Bahkan sangat mungkin kampus sebagai rumah intelektual akan semakin parau suaranya ketika terjadi ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan. Perguruan tinggi dikawatirkan terlena dari misi utamanya sebagai lembaga pendidikan (cnnindonesia.com, 25/01/2025).

Pro kontra tentang usulan kebolehan pada perguruan tinggi mengelola tambang akan terus bergulir. Namun tetap yang akan terus dipertanyakan pada dunia pendidikan adalah akan dibawa kemanakah visi misi pendidikan negeri ini jika industrialisasi dikelola perguruan tinggi? Bukankah akan berdampak serius bagi perguruan tinggi dan sekitarnya?

Orientasi Pendidikan Salah Arah

Sebelum wacana ini mencuat ke publik, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi djatmiko mengusulkan agar perguruan tinggi mendapatkan Izin Usaha Tambang (IUP). Usulan itu telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada 2016 namun tidak direspon. Kemudian diusulkan pada pak Prabowo pada 2018. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Sabtu (25/1/2025). 

Dengan pemberian IUP, perguruan tinggi akan memiliki hak mengelola tambang sendiri, seperti izin yang diberikan kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan pada 2024. Usulan ini muncul seiring inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR merevisi rancangan undang-undang (RUU) tentang mineral dan Batubara (minerba). 

Kebolehan perguruan tinggi mengelola tambang sangat mungkin terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini. Mengingat kampus yang mengalami otonomi diharapkan mampu mencari pendapatan secara mandiri. Otonomi kampus menjadi dasar munculnya ide kebolehan mengelola tambang atau apapun usulan itu adalah agar kampus memiliki penghasilan tanpa campur tangan negara. 

Jika demikian, sejatinya hal itu akan membelokkan orientasi kampus. Disorientasi pendidikan ini terjadi sebagai konsekuensi industrialisasi pendidikan (PTN BH). 

Dibentuknya kampus menjadi PTN BH tidak lain menjadikan kampus kental dengan aroma kapitalisasi pendidikan. Artinya biaya kampus akan menjadi semakin mahal. Saking mahalnya biaya kampus, tak ayal membuat kampus pun melegalkan yang haram seperti beberapa waktu lalu terdapat kampus yang membuat aturan bagi mahasiswa agar mendaftar pinjol di kampus tersebut semata agar memudahkan pembayaran SPP. 

Namun bukankah pinjol itu penuh riba yang artinya kampus akan meraup keuntungan dari pinjol ? Kebijakan ini sejatinya bukanlah memudahkan mahasiswa sebaliknya beban mahasiswa semakin berat akibat kapitalisasi pendidikan. 

Fenomena mahalnya biaya pendidikan di kampus tak ayal membatasi seseorang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Faktanya siswa yang berprestasi tidak mampu melanjutkan pendidikannya oleh sebab biaya UKT. Kebijakan ini pun menghasilkan kesenjangan luar biasa di masyarakat. Pro kontra biaya mahal seiring dengan pergantian Menteri namun sistem ini tetap menaikkan biaya pendidikan.  

Karenanya kebijakan yang berorientasi pada keuntungan pasti tak kan membawa pada keberkahan sebab hanya fokus pada kegiatan komersial. Celakanya, kampus akan mengabaikan misi pendidikan sesungguhnya. Program yang bersifat komersial lebih diutamakan daripada pengabdian masyarakat. 

Orientasi pendidikan semacam ini sudah salah arah. Kampus yang berorientasi pada materi merupakan dampak dari Kapitaliasi pendidikan. Bahayanya sangat berdampak luas. Kesenjangan juga semakin melebar. Orang pintar dan orang miskin bukan bertambah pintar sebaliknya makin terpinggirkan. 

Alhasil kampus akan jauh dari generasi unggul, minim kepedulian terhadap kondisi negerinya, menjadi generasi yang hanya meraih keuntungan bisnis. Sekolah yang harusnya menjadi tumpuan serius dalam menuntut ilmu dan berinovasi, tergantikan fungsinya. Padahal tujuan utama pendidikan bukanlah untuk meraup keuntungan bisnis.  

Sejatinya dengan memberi hak otonom/status PTN BH, semakin jauh dari peran dan fungsi negara yang sesungguhnya yaitu harusnya negara mengurusi pendidikan rakyatnya namun dengan adanya kapitalisasi pendidikan akhirnya negara menjadi lepas tangan dengan membiarkan kampus memenuhi kebutuhannya secara mandiri. 

Mirisnya, perannya sebagai raa'in dan junnah telah hilang. Artinya, negara tak mampu mengurus rakyatnya memenuhi kebutuhan pendidikan. 

Pendidikan dan Tambang dalam Islam

Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan basis lahirnya suatu peradaban. Peradabannya merupakan cermin dari generasinya. Jika generasinya baik maka peradabannya pun baik dan sebaliknya. 

Sejatinya pendidikan tidak boleh dikomersilkan alias gratis. Pendidikan bukan sesuatu yang bisa menghasilkan materi/keuntungan sebagaimana dalam konsep Kapitalisme. Pendidikan merupakan tanggung jawab negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Karenanya Islam sungguh menaruh perhatian besar dalam bidang pendidikan. Orientasi pendidikan dalam Islam adalah tentang bagaimana membangun kesadaran manusia tentang kehidupan ini yang didalamnya mencakup akidah dan syariat. 

Misi pendidikan sesungguhnya adalah membentuk kesadaran manusia tentang penciptaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi. 

Membentuk generasi bersyakhshiyah Islam yaitu pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan tuntunan Islam. Maka sekolah apapun bentuknya dan setinggi apapun statusnya adalah semata membentuk SDM yang bershakshiyah Islam. 

Maka kampus harusnya fokus pada pembentukan syakhshiyah Islamiyah dan menjadi generasi unggul agar kelak dapat berkontribusi untuk umat. 

Karena itu agar pendidikan fokus pada visi misinya, maka negara wajib membiayai pendidikan secara gratis baik untuk mahasiswa dan kebutuhan kampus. Sementara terkait tambang, maka harus dikelola negara. Haram dimiliki oleh swasta/individu sebab terkategori kepemilikan umum. 

Pengelolaan tambang yang diserahkan pada kampus atau individu akan memunculkan gejolak di masyarakat sebab tambang merupakan hak kepemilikan umum. Hasil dari tambang akan dikelola untuk pemenuhan kebutuhan rakyat secara keseluruhan. 

Pendidikan dan tambang, dua-duanya merupakan tanggung jawab negara yang harus diurus negara tidak boleh dikelola perusahaan/swasta bahkan perguruan tinggi. Semuanya merupakan perintah Allah yang harus dijalankan berdasarkan fungsinya. 

Demikian adilnya Islam sehingga peran dan fungsi negara sebagai raa'in (pelayan) dan junnah (pelindung) dijalankan secara nyata. Sehingga rakyat merasakan pelayanan negara yang sempurna hanya dengan aturan Islam. Ketenangan dan keberkahannya dapat dirasakan oleh semua makhluk dan alam semesta. []


Oleh: Punky Purboyowati, S.S.
(Pegiat Komunitas Pena)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar