Topswara.com -- Gencatan senjata antara Hamas dan Israel dimulai pada 19 Januari 2025. Namun tanggal 25, ribuan warga dicegah saat hendak kembali ke rumah mereka di Jalur Gaza Utara. Pemerintah Zionis memblokir jalan dan menuduh kelompok perlawanan melanggar ketentuan kesepakatan.
Sempat terdengar suara tembakan keras, kantor berita Reuters bahkan mengutip dari Kementerian Kesehatan yang dikelola media Palestina, bahwa satu orang tewas dan beberapa orang lainnya terluka menyusul insiden tersebut. Pihak IDF mengakuinya sebagai peringatan untuk menjaga jarak.
Sementara pemblokiran jalan dilakukan karena warga sipil Arbel Yehud belum dikembalikan, padahal menurut catatan CNN dia bukan sandera. Saling tuduh antara kedua pihak yang berkonflik ini berpotensi menjadi masalah yang serius dan bisa menghentikan pembebasan para tahanan. (Kompas.com, 26/1/2025)
Kesepakatan gencatan senjata sebenarnya tidak mengakhiri perang atau pun membawa perdamaian. Itu hanya seperti obat pereda sakit sementara tetapi tidak menyembuhkan. Meski begitu, sambutan warga Palestina dan kaum muslim pada umumnya sangat mengharukan, mereka antusias sekali dan bergembira.
Pada faktanya caesefire (gencatan senjata) ini memang memberi waktu istirahat sebentar untuk bebas dari kejahatan-kejahatan Zionis Yahudi dan negara pendukungnya, Amerika Serikat.
Namun, dampak perang seperti trauma, pengungsian, kelaparan, luka-luka, kematian dan lain-lain tidak bisa hilang begitu saja. Penderitaan tersebut akan terus ditanggung oleh mereka yang berkonflik khususnya para korban.
Bukan Zionis Yahudi jika tidak ingkar janji. Gencatan senjata ternyata hanya terjadi di Jalur Gaza. Sementara di Tepi Barat, warga terpaksa meninggalkan rumah pada Kamis (23/1) setelah ada peringatan yang meminta mereka untuk mengungsi.
Entitas Zionis membantah mengusir penduduk dan mengatakan operasi militer itu ditujukan untuk mengatasi kelompok militan yang didukung Iran di kamp pengungsi Jenin. Jadi hal ini sama dengan memindahkan lokasi sasaran tembak tentara atas rakyat sipil.
Ceasefire yang diharapkan adalah terjadinya penarikan IDF di wilayah pendudukan dengan pembebasan seluruh sandera, ternyata tidak diniatkan untuk menyelesaikan konflik secara tuntas.
Umat Islam di seluruh dunia harus sadar bahwa gencatan senjata tidak akan menghentikan penjajahan dan genosida di Palestina. Kesepakatan ini rapuh karena tidak ada klausul tertulis yang melarang entitas Zionis menyerang Hamas.
Sebaliknya dengan arogan Perdana Menteri Israel menyatakan akan melanjutkan perang sampai kelompok perlawanan ini hancur. Ceasefire hanya sementara bahkan lebih dari itu memberi kesempatan pada IDF untuk menyerang Tepi Barat. Itu semua didukung presiden AS, Donald Trump.
Sehingga seharusnya kaum muslim mengambil pelajaran bahwa kita tidak bisa berharap pada siapa pun selama sistem kapitalisme global masih diadopsi.
Solusi hakiki untuk masalah Palestina dan permasalahan apa pun di dunia ini ada pada Islam. Yaitu menegakkan khilafah, selanjutnya khalifah yang akan memimpin jihad mengusir penjajah Zionis Yahudi. Bukan gencatan senjata atau dua negara berdampingan seperti yang diusulkan AS.
Kaum muslim tidak boleh mengandalkan siapa pun untuk bisa menolong saudara seakidahnya yang sedang digenosida. Untuk itu penyadaran terhadap seluruh elemen dan individu umat harus terus digaungkan secara masif lewat dakwah pemikiran tanpa kekerasan.
Setelah itu mengubah kepemimpinan sekuler kapitalis menjadi pemerintahan yang islami yang akan menerapkan hukum Allah Swt.
Palestina dulu bagian dari negeri Syam yang dibebaskan oleh pasukan Khilafah di bawah kepemimpinan Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Penduduk Baitul Maqdis bersedia menyerahkan kotanya pada Khalifah Umar bin Khathab setelah menyadari kekuatan militer dan keadilan pemerintahan Islam.
Selanjutnya beliau memastikan keamanan dan kebebasan beragama bagi warga non muslim sabagaimana tercantum dalam piagam Umar. Hanya saja ketika terjadi perang Salib kota itu lepas dari tangan kaum muslim, tapi bisa direbut kembali oleh Sultan Shalahuddin al-Ayubi setelah 88 tahun dikuasai kaum Salibis.
Sekarang wilayah yang ada Masjid al-Aqsa di dalamnya ini sudah hampir 77 tahun dijajah Zionis Yahudi. Belum ada yang bisa mengusirnya, karena institusi yang menyatukan umat belum tegak.
Khilafah harus tegak, karena institusi inilah yang bisa menghentikan kebiadaban Zionis Yahudi laknatullah 'alaih. Secara historis dan empiris, tidak ada cara lain selain memperjuangkan keberadaannya.
Untuk itu siapa pun yang peduli pada rakyat Palestina, harus ikut berjuang lewat dakwah pemikiran mengajak umat untuk menerapkan syariat Islam. Setelah itu dengan komando pemimpin kaum muslim melakukan jihad fi sabilillah mengusir penjajah Israel dari tanah yang diberkahi.
Bentuk perjuangan untuk menyatukan umat itu di antaranya bisa lewat aksi damai yang beberapa hari lalu dilakukan di berbagai kota di Indonesia. Dalam orasinya para orator menyeru pembebasan Palestina dari cengkeraman entitas Zionis Yahudi, umat harus bersatu dan jangan pernah berharap pada PBB apalagi mengikuti arahannya.
Tentara dan orang-orang Israel dulu merebut rumah dan tanah kaum muslim, solusinya adalah merebut kembali dan mengusir mereka. Telah banyak kesepakatan yang dilanggar, gencatan senjata pun hanya tipu daya mereka.
Allah Swt. telah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 13:
"(Akan tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah peringatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."
Umat Islam akan memperoleh pencerahan dan pencerdasan lewat aktivitas dakwah yang membangkitkan pemikiran. Setelah itu kaum muslim akan mampu menganalisa akar masalah di balik setiap kejadian termasuk peristiwa gencatan senjata di Palestina.
Karena itulah diperlukan keberadaan sebuah jamaah dakwah Islam ideologis yang akan membina dan memimpin masyarakat menuju kebangkitannya.
Sehingga mereka tidak mudah diperdaya oleh orang-orang kafir penjajah seperti Zionis Yahudi. Lebih dari itu mereka bisa memberi solusi dan membawa kabaikan untuk seluruh masalah di dunia ini termasuk di wilayah konflik Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Wallahu a'lam bish shawab.
Oleh: Ooy Sumini
Member Akademi Menulis Kreatif
0 Komentar