Topswara.com -- Bulan Februari puncak musim penghujan tahun 2025 merupakan bulan ujian masyarakat Indonesia. Hujan deras yang intens mengakibatkan banjir di berbagai wilayah.
Selain itu menimbulkan bermacam masalah setelahnya seperti jalan rusak ataupun jalan banyak yang berlubang, terputusnya akses jalan/jembatan yang menghubungkan antara wilayah satu dengan wilayah lainya serta akibat lain yang di timbulkan setelah banjir. Selain banjir yang terbaru adalah pagar laut dan kelangkaan gas LPG 3 kg atau si melon.
Ya si melon yang konon katanya ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar kayu untuk aktifitas memasak tidak menimbulkan asap berlebih. Maka dari penggunaan bahan bakar kayu beralih ke kompor minyak tanah dan selanjutnya dialihan ke LPG.
Faktanya sekarang ini telah terjadi kelangkaan si melon dan menjadikan masyarakat kesulitan mendapatkannya. Adapun yang berhasil mendapatkan LPJ harganya lebih mahal tidak seperti biasanya. Bisa jadi harga yang dijual 2 atau 3 kali lipat dari harga umumnya sehingga menimbulkan masalah baru.
PT Pertamina Patra Niaga mengimbau warga untuk membeli elpiji 3 kilogram (kg) di pangkalan resmi. "Bagi masyarakat, pembelian di pangkalan resmi elpiji 3 kg tentu lebih murah harganya dibandingkan pengecer, karena harga yang dijual sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah daerah masing-masing wilayah," ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari dalam keterangan tertulisnya. (kompas.com,02/02/2025).
Sesungguhnya kelangkaan ini terkait dengan perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi agar bisa mendapatkan stok gas melon untuk dijual. Kebijakan ini tentu menyulitkan bahkan dapat mematikan bisnis pengecer bermodal kecil dan memperbesar bisnis pemilik pangkalan.
Perubahan tersebut suatu keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Karena salah satu sifat sistem ini adalah memudahkan para pemilik modal besar untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi. Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi (migas) dengan memberi jalan bagi korporasi mengelola SDA yang sejatinya milik rakyat. Maka negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas ini pada perorangan/perusahaan.
Banyaknya protes terhadap kebijakan ini dan bahkan telah menimbulkan korban jiwa. Maka Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta maaf kepada masyarakat atas antrean saat pembelian LPG 3 Kg, sehingga diduga mengakibatkan seorang warga di Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan meninggal.
Kementerian ESDM akan mengikuti arahan Presiden Prabowo yang meminta penjualan gas 3 Kg dikembalikan seperti sebelumnya. (Liputan6.com, 04/02/2025).
Meskipun kebijakan pendistribusian LPG sudah kembali seperti semula. Namun faktanya masyarakat masih kesulitan untuk mendapatkan si melon. Meski pemerintah sudah mengembalikan kebijakan penjualan elpiji 3 kilogram lewat pengecer tetapi masyarakat masih kesulitan mendapatkan LPG. Membuat pengencer mengeluhkan masih sulitnya mendapatkan pasokan gas elpiji 3 kg. (Bali, konpas.tv, 22/02/2025).
Berbagai polemik yang ada memberikan gambaran nyata bahwa banyak sekali masalah yang di hadapi negeri ini. Ditambah pengangguran dimana-mana, angka kemiskinan semikin meningkat, pendidikan dan kesehatan semakin mahal dan problem lain yang ada di masyarakat.
Ini membuktikan negara belum bisa menyelesaikan masalah ditengah-tengah msyarakat. Dengan kebijakan-kebijakannya yang berat sebelah yang tidak pro rakyat namun pro oligarki/korporasi membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Disinilah peran negara sangat dinantikan dan dirindukan. Seharusnya negara menjadi pelayan rakyat yang bekerja untuk kemaslahatannya. Tidak cukup hanya sekedar selogan dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat. Namun faktanya nol. Inilah yang digaungkan si demokrasi, membius dan membumkam siapapun yang mengkrisiti mengoreksinya.
Semua ini tidak akan terjadi apabila negara mengadopsi sistem pemerintahan Islam (khilafah). Karena Islam menetapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum dan mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat, sesuai dengan fungsi negara sebagai raa’in (pelayan/pengurus).
Selain itu khilafah memudahkan rakyat mengakses berbagai kebutuhannya akan layanan publik, fasilitas umum dan sumber daya alam yang merupakan hajat publik, termasuk didalamnya migas.
Wallhu alam bi sawab.
Oleh: Siti Muksodah
Aktivis Muslimah
0 Komentar