Topswara.com -- Merespons fenomena ribuan dokter kulit dan kecantikan yang melanggar aturan dengan memasarkan skincare dan kosmetik beretiket biru, Praktisi Kesehatan, Ilman S, S. Farm., M. Kes. menyebut skincare dan kosmetik beretiket biru yang dijual bebas, dilakukan oleh tenaga kesehatan nakal.
"Skincare, kosmetik dan obat beretiket biru yang dijual bebas dan digunakan oleh masyarakat luas, itu karena dijual oleh tenaga kesehatan yang nakal", ungkapnya dalam Kabar Petang, bertema Skincare Etiket Biru Dijual Bebas, Jangan Sampai Tergiur, di kanal Youtube Khilafah News, Ahad (11/1/2025).
Ia menjelaskan, skincare atau kosmetik maupun obat beretiket biru adalah sebuah penandaan bahwa skincare, kosmetik, dan obat tersebut tidak dikonsumsi melalui saluran cerna. Misalnya ada obat luar seperti obat oles, obat suntik, tetes mata, tetes telinga. Hal yang demikian bukan obat-obatan yang diminum atau rute pemberiannya bukan oral.
"Maka, untuk membedakan agar pasien tidak keliru dalam menggunakan obat, maka apotek akan memberikan dua jenis etiket. Etiket putih yang labelnya berwarna putih, itu untuk obat-obatan yang diminum seperti tablet, sirup, dan kapsul. Ada juga yang diberikan label biru, yaitu tidak boleh dimasukkan ke dalam saluran cerna atau diminum," terangnya.
Dalam hal kosmetik, katanya, kosmetik digunakan di luar kulit, artinya tidak melalui saluran cerna. Maka, jika ada resep ke apotek yang harus digunakan di luar atau obat luar, maka akan diberikan etiket biru, tetapi memang yang termasuk obat-obatan yang diresepkan. Maka, akan ditandai demikian.
"Sedangkan dalam skincare yang beretiket biru, peraturannya memang diresepkan untuk personal tertentu atau pasien tertentu dengan kondisi tertentu pula karena itu merupakan obat luar," imbuhnya.
Maka, katanya, yang dikhawatirkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah obat-obatan yang bersifat personal tersebut digunakan oleh masyarakat yang kondisi klinis kulitnya berbeda-beda. Kalau kosmetiknya digunakan pada kulit yang normal atau tidak sakit, artinya sehat, akan aman. Sedangkan kalau obat luar, baik itu berbentuk salep ataupun krim jika terkategori obat, maka untuk kondisi kulit yang tidak normal atau sedang mengalami suatu penyakit tertentu. Maka, di situlah pelanggaran yang dilakukan oleh dokter kecantikan dan kulit.
"Seharusnya, jika suatu kosmetik atau skincare itu digunakan untuk masyarakat umum dengan standar formula tertentu, seharusnya itu dibuat dengan berdasarkan standar cara pembuatan kosmetik yang baik, yakni yang sudah ditetapkan dalam peraturan BPOM. Mulai bagaimana cara formulasinya, pengolahannya, pengemasannya, dan distribusinya," lugasnya.
Menurutnya, demikianlah yang digunakan oleh tenaga-tenaga kesehatan yang nakal untuk menjual produknya, yaitu tidak mau memenuhi standar cara pembuatan kosmetik yang baik, tetapi menggunakan etiket berwarna biru. Di sinilah titik krusialnya.
Dampak Buruk
Lebih jauh ia mengungkapkan, ada dampak buruk dari kandungan bahan yang ada pada skincare beretiket biru. Skincare beretiket biru disinyalir menggunakan bahan obat yang sering digunakan, seperti hidrokuinon yaitu suatu senyawa kimia yang memang digunakan untuk mencegah terbentuknya lapisan melanin. Sehingga, kulit akan menjadi lebih putih. Senyawa kortikosteroid, yaitu digunakan pada pasien yang mengalami peradangan kulit. Misalnya ada pasien yang memiliki masalah jerawat, memerah, dan bengkak. Maka, diberikanlah kortikosteroid. Kemudian ada yang menggunakan senyawa retinol yang tujuannya hampir sama dengan hidrokuinon, yaitu mencerahkan kulit dan mengatasi permasalahan jerawat.
"Itulah senyawa-senyawa obat yang dipergunakan seharusnya dalam pengawasan dokter. Dan kandungan senyawa-senyawa tadi jika digunakan secara benar yaitu diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan pasien, maka ini akan memberikan benefit dan manfaat, tetapi itu sifatnya personal tiap pasien sesuai dengan kondisinya," tegasnya.
Ia melanjutkan, masalahnya adalah jika produk obat yang demikian beredar secara luas digunakan oleh masyarakat umum tidak sesuai dengan indikasinya, hanya dari mulut ke mulut tentang produk tersebut tanpa ada konsultasi kepada dokter, tanpa dilihat kondisi klinisnya, maka ini akan menjadikan yang disebut dengan medication error atau kesalahan dalam pengobatan.
"Efeknya adalah penyakitnya tidak akan sembuh, justru malah akan mendapatkan efek samping dari senyawa-senyawa obat tadi yang digunakan di luar diagnosis, indikasi, dan di luar ketentuan dosis," pungkasnya.[] Nurmilati
0 Komentar