Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PPDB Jadi SPMB: Solusi Pemerataan Pendidikan atau Celah Baru Kecurangan?

Topswara.com -- Dalam beberapa bulan ke depan, dunia pendidikan akan memasuki tahun ajaran baru. Seiring dengan itu, pemerintah telah menyiapkan kebijakan baru terkait proses penerimaan peserta didik. Kebijakan ini tentu memunculkan berbagai pertanyaan, baik mengenai efektivitasnya maupun dampaknya terhadap akses pendidikan bagi masyarakat.

Mulai tahun ajaran 2025/2026, mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang selama ini menggunakan sistem zonasi, akan digantikan dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Pergantian ini diklaim bertujuan untuk menciptakan proses seleksi yang lebih transparan, objektif, memiliki tingkat akuntabilitas yang tinggi, serta lebih terbuka bagi seluruh calon siswa. (Tirto.id, 01/02/2025)

Apakah kebijakan ini benar-benar membawa perbaikan, atau justru menambah tantangan baru dalam dunia pendidikan?

Sekedar Rebrabding 

Perubahan nama dari PPDB menjadi SPMB tampaknya hanya sebatas rebranding administratif tanpa adanya perbaikan substansial dalam sistem pendidikan. Jika tidak disertai langkah nyata untuk memastikan akses pendidikan yang lebih adil dan merata, perubahan ini hanya akan menjadi formalitas belaka.

Apalagi dalam sistem kapitalisme saat ini, praktik kecurangan seperti titipan siswa, pungutan liar, dan manipulasi jalur penerimaan bukanlah hal asing. Alih-alih menjadi solusi, perubahan nama ini berpotensi menjadi pengalih perhatian dari masalah utama. Yaitu ketimpangan akses dan sarana pendidikan yang masih jauh dari merata. 

Disisi lain, tanpa adanya pengawasan ketat dan reformasi menyeluruh. Ruang bagi kepentingan segelintir pihak yang ingin menguasai sistem pendidikan demi keuntungan pribadi akan tetap terbuka lebar. 

Oleh karena itu, perubahan nama tidak boleh sekadar menjadi kosmetik kebijakan. Melainkan harus diiringi dengan komitmen serius untuk memperbaiki sistem pendidikan agar lebih transparan, adil, dan berpihak kepada masyarakat luas.

Negara seharusnya mengarahkan perhatian pada akar permasalahan utama, yaitu rendahnya kualitas layanan pendidikan di Indonesia. Permasalahan ini mencakup berbagai aspek, termasuk ketimpangan dalam pemerataan akses pendidikan yang masih jauh dari ideal. 

Bukan hanya mengganti sistem penerimaan siswa. Langkah yang lebih mendasar diperlukan untuk memastikan setiap anak mendapatkan hak pendidikan yang layak, tanpa terkendala faktor ekonomi, geografis, atau sosial.

Islam Mewujudkan Pendidikan Adil dan Merata 

Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan hak fundamental bagi setiap individu. Tanpa membedakan status ekonomi, kecerdasan, atau latar belakang sosial. Negara bertanggung jawab penuh dalam menyediakan layanan pendidikan sebagai bagian dari kewajibannya terhadap rakyat. 

Pendidikan dalam sistem Islam tidak hanya gratis tetapi juga berkualitas tinggi. Memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang setara untuk memperoleh ilmu tanpa terkendala biaya. Dengan demikian, sistem pendidikan Islam bertujuan mencetak generasi yang cerdas, berakhlak, dan mampu berkontribusi bagi masyarakat.

Di sisi lain, kurikulum dalam sistem pendidikan Islam harus berlandaskan akidah Islam. Dengan tujuan utama membentuk kepribadian Islam pada setiap individu. Pendidikan tidak sekadar mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek kehidupan. 

Negara Islam memiliki sumber pendanaan yang besar dan beragam, seperti dari pengelolaan baitul mal, zakat, jizyah, kharaj, serta pemanfaatan kekayaan alam secara adil. 

Dengan sistem ekonomi yang kuat dan berbasis syariah, negara mampu menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas tinggi, yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. 

Wallahu a'lambishshawab.


Umul Asminingrum
Aktivis Muslimahm
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar