Topswara.com -- Tengah menjadi polemik, pagar laut misterius yang berada di Tangerang, Banten. Sepanjang 30,16 kilometer membentang dari desa Muncung hingga Pakuhaji, Tangerang, Banten. Pembuatnya belum diketahui secara pasti. Diungkapkan oleh pemerintah pusat dan daerah bahwa tidak pernah memberikan izin untuk memagari laut di daerah tersebut.
Pagar laut yang terbuat dari bambu dengan tinggi sekitar enam meter tersebut kabarnya sudah ada sejak Juli 2024, tetapi pada awal Januari 2025 baru viral. Pembangunan pagar laut tersebut saat ini dihentikan dan disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas instruksi presiden Prabowo Subianto dan arahan Menteri KKP (kompas.com, 10/1/2025).
Dinyatakan oleh Ombudsman Republik Indonesia bahwa pagar laut itu telah merugikan nelayan sekitar. Terlepas dari polemik siapa yang membuat pagar laut ilegal tersebut. Dengan adanya pagar laut ilegal membuat nelayan membutuhkan waktu tempuh bertambah lama, karena nelayan harus mengambil jalan memutar untuk bisa ke laut lepas.
Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman, mengungkapkan hal tersebut membuat nelayan harus mengeluarkan dana lebih untuk bahan bakar kapal. Ditambah lagi, para nelayan kehilangan waktu setengah jam di perjalanan yang dapat digunakan untuk kegiatan produktif. Tidak heran jika sebagian nelayan tidak melaut akibat adanya pagar tersebut. Menurutnya, pagar laut ilegal ini berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp 16 miliar (tempo.co, 12/1/2024).
Adanya pagar laut ilegal tersebut sebenarnya membuktikan bahwa negara lalai menjaga sumber daya alam yang sebenarnya milik rakyat. Aneh, bagaimana mungkin pagar laut yang membentang tampak nyata tersebut negara tidak pernah mengetahui keberadaan dan pembuatannya.
Negara justru menutup mata terhadap perbuatan ilegal yang merampas hak rakyat, daripada melakukan upaya preventif untuk menjaga sumber daya alam yang penting bagi kehidupan rakyat.
Dengan adanya pagar laut tersebut menambah daftar panjang kekacauan regulasi tata kelola ruang laut di Indonesia. Seakan menjadi lagu lama yang terus terulang, bangun terlebih dahulu, izin belakangan.
Sedangkan, aktivitas ilegal memagari laut sebenarnya menjadi indikator bahwa terdapat usaha dari sekelompok orang yang menghendaki agar mendapatkan hak kelola atas tanah di atas laut itu.
Ironisnya, hak ini menjadikan sedikit orang yang jelas memiliki modal besar tersebut memiliki kuasa penuh dalam memanfaatkan, memprivatisasi, serta menutup akses masyarakat, ditambah lagi berujung pada pengrusakan keanekaragaman hayati yang berpotensi mengubah manfaat ruang laut. Jelas kerusakan tersebut mengancam kehidupan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut.
Itulah buah getir diterapkannya sistem kapitalisme yang nyata-nyata hanya menguntungkan para oligarki kapital. Karena, negara dalam naungan sistem tersebut justru berperan menjadi regulator bagi para oligarki kapital, dari pada berperan menjadi pelayan bagi rakyat.
Bukan hal aneh, apabila beraneka kebijakan serta regulasi terlihat memihak pada kepentingan oligarki. Penguasa juga nampak menutup mata dan telinga terhadap aneka kecurangan yang dilakukan para oligarki kapital.
Di sisi lain, terus menerus kemalangan serta kesengsaraan menimpa rakyat. Seakan tidak ada ruang mengecap kebahagiaan bagi rakyat. Karena, para pemilik modal sudah menguasai semua aspek kehidupan serta laut sebagai pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup nelayan.
Keadaan tersebut nyata bertentangan dengan sistem Islam dalam mengelola sumber daya alam. Tata kelola sumber daya alam yang menghadirkan keadilan serta kesejahteraan untuk seluruh rakyat terwujud tiada lain dalam naungan Islam yang diterapkan secara keseluruhan oleh negara.
Karena, menurut Islam negara adalah pemelihara serta pengurus urusan masyarakat seperti sabda Baginda Rasulullah SAW, "Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya" (HR. Bukhari Muslim).
Fungsi negara sebagai pengurus masyarakat tersebut membuat penguasa harus melaksanakan kekuasaannya dengan amanah serta bertaqwa untuk menyejahterakan masyarakatnya, tanpa kecuali untuk menjaga serta mengelola laut yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Menurut sistem Islam kaum Muslim berserikat terhadap padang, rumput, air, serta api seperti sabda Rasulullah SAW, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Daud dan Ahmad). []
Dwi Ariyani
(Aktivis Muslimah di Bantul, DIY)
0 Komentar