Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mensyukuri Amanah Dakwah (Muhasabah Diri Pengemban Dakwah)

Topswara.com -- Alhamdulillah, kita masih Allah berikan waktu. Waktu untuk mencari bekal menuju akhirat. Para pengemban dakwah pastinya berharap sangat bahwa dalam waktu yang singkat dalam hidupnya akan mendapatkan kebaikan yang besar. Sebagai bekal untuk mati.

Salah satu kesempatan besar yang Allah berikan kepada pengemban dakwah adalah saat mendapatkan amanah dakwah. Dimanapun dan apapun amanah itu merupakan kesempatan besar bagi kita. Sehingga sudah sepantasnya kita bersyukur dalam menerima setiap amanah dakwah. Inilah sikap yang logis dan positif.

Mengapa kita mesti bersyukur? Sebab amanah dakwah itu lah yang merupakan kesempatan besar. Sehingga kita bergembira menyambutnya. Dan makin semangat melaksanakannya. Bahkan andaikan ada amanah lebih besar kita pun bismillah siap asal kan kita mampu. 

Merupakan sikap tidak logis jika kita melihat amanah dakwah sebagai perkara yang membebani hidup kita. Yang akan mengurangi waktu kita untuk bekerja dan mengurus keluarga. Sehingga kita berupaya sekuat tenaga agar tak diberi amanah. Atau mencari cari alasan yang bisa diterima asalkan tak diberikan amanah. 

Dengan berjuta alasan kita menolak amanah untuk mengisi kajian atau mengurus acara dakwah atau mengurus para pengemban dakwah. Sikap semacam ini aneh dan tidak logis. 

Mengapa aneh dan tidak logis? Karena bertentangan dengan status dan posisi kita sebagai pengemban dakwah. Kita, jika sadar diri, sebagai pengemban dakwah apalagi tugas kita kalau bukan mengemban dakwah. 

Nah, pada saat amanah datang mengapa kita malah menghindar? Atau mengapa malah kita mencari-cari alasan untuk menolak? Ini enggak logis sama sekali. 

Mestinya sebagaimana pengemban dakwah kita justru gembira diberikan amanah dakwah apapun bentuknya asal kita mampu. Dan guru kita yang memberikan amanah pastinya sudah mengukur kemampuan kita. 

Sebab mampu atau tidak mestinya diukur oleh yang memberikan amanah bukan oleh kita yang menerima amanah. Jika setiap penerima amanah yang menentukan mampu atau tidaknya maka tidak akan ada manusia di bumi ini yang mampu mengemban amanah. 

Pengemban dakwah yang menolak amanah padahal dia mampu tanpa udzur syar'i bagaikan seorang suami dan ayah yang tak mau bekerja mencari nafkah padahal dia mampu. 

Tentu saja hal ini merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab dan melalaikan diri dari kewajiban. Karena mencari nafkah merupakan peran dan kewajiban suami. Jika bukan suami yang bekerja mencari nafkah lalu siapa lagi? Maka kalau bukan kita, pengemban dakwah, yang mengemban amanah dakwah lalu siapa lagi?

Oleh karena itulah maka setiap pengemban dakwah yang sadar posisi dan tugasnya pastinya akan bergembira menyambut setiap amanah. Dan berupaya semaksimal mungkin melaksanakan dengan baik. 

Sebab itulah tupoksi nya sebagai pengemban dakwah. Dia kan sangat bersyukur kepada Allah dengan amanah yang dia emban. Tanpa takut amanah itu akan mengurangi waktu dan tenaganya dari bekerja dan ngurus keluarga sebab semua masih bisa diatur dengan baik. Dan Allah pasti menolong bukan?

Masihkah kita tidak bersyukur ketika diamanahi tugas tugas dakwah? Masihkah kita keberatan dalam menerima amanah dakwah padahal jelas jelas kita mampu memikulnya? Jika demikian adanya maka kita harus mengkaji lagi akidah kita dengan baik sebab ada masalah dalam pemahaman akidah kita. 

Bersyukur dengan amanah dakwah yuk. Kalau enggak sekarang kapan lagi? Mau nunggu tua atau pensiun? Belum tentu sampai tua umur kita kan? Kalau bukan kita siapa lagi? Mau berkhayal para pengemban ideologi lain yang mengemban amanah dakwah? Mustahil bukan?

Hasbunallaahu wani'mal wakil. Laa hawla walaa quwwata illaa biLlaah.
Ngaji yuk![]


Ustaz Abu Zaid 
Ulama Aswaja 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar