Topswara.com -- Kebutuhan kesehatan adalah kebutuhan semua rakyat, baik miskin ataupun kaya. Karena kesehatan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
Tetapi hari ini kesehatan menjadi barang mewah, orang yang berobat di Rumah Sakit harus merogoh kocek cukup dalam apabila dia tidak memiliki asuransi baik swasta ataupun negeri (BPJS kesehatan).
Saat ini digembar gemborkan masyarakat harus memiliki BPJS kesehatan untuk bisa berobat. Bahkan ada aturan tidak bisa membuat surat izin mengemudi (SIM) apabila tidak memiliki BPJS kesehatan.
Tetapi apakah ketika memiliki BPJS kesehatan rakyat bisa menikmati fasilitas kesehatan? Tentu tidak, ternyata berobat dengan BPJS ada kuotanya, kemudian ada aturan baru BPJS kesehatan tidak bisa mengcover semua jenis penyakit, sehingga masyarakat diharapkan membayar mandiri ketika terdiagnosa penyakit yang tidak tercover BPKS.
Lalu untuk apa rakyat harus membayar BPJS kesehatan jika tidak bisa mengcover semua jenis penyakit dan kuota berobat dibatasi? Apakah hanya ingin menggarong duit rakyat, dengan dalih iuran kesehatan? Apakah ini sikap pemimpin yang terus menerus merugikan rakyat?
Baru terjadi kemarin, ibu penulis mengalami sakit gigi, ketika akan berobat ke klinik yang menjadi rujukan BPJS kesehatan, ternyata kuota sudah habis, poli gigi hanya menerima 5 kuota saja, miris bukan? Padahal gusinya sudah bengkak, dan sakitnya bukan main.
Akhirnya memilih untuk ke klinik gigi non BPJS, Alhamdulillah mendapatkan penanganan cepat serta tidak perlu antri lama. Ini baru sakit gigi yang ditolak untuk periksa, lalu bagaimana dengan masyarakat di luar sana, yang sakitnya parah, perlu penanganan lebih cepat, atau ibu hamil yang akan melahirkan, bagaimana jika ditolak oleh rumah sakit atau klinik? Bukankah itu tidak manusiawi?
Lalu apa guna ada BPJS kesehatan tetapi menyulitkan ketika berobat, setiap bulan gaji rutin dipotong dengan dalih iuran kesehatan, ini bukan iuran kesehatan namun pemalakan secara sistemis. Harapan semua orang ingin sehat selalu, namun ada kalanya tubuh ini sakit dan perlu untuk diobati. Tetapi pelayanan yang diberikan tidak manusiawi.
Inilah realita ketika hidup di sistem kapitalisme, semua sektor dibisniskan, tidak terkecuali sektor kesehatan. Negara yang seharusnya menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, dan mudah dijangkau oleh rakyat, malah berjual beli dengan rakyat. Tentu saja rakyat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya.
Bahkan tak jarang banyak orang yang rela sakit dirumah tidak mau berobat karena tau biaya kesehatan mahal, akhirnya meninggal sebelum mendapatkan perawatan lebih lanjut. Mereka takut biaya mahal, hingga akhirnya mempertaruhkan nyawa.
Kondisi ini akan berbeda ketika kehidupan diatur oleh sistem Islam. Islam buka hanya agama tetapi mabda, ideologi, yang mengatur seluruh aspek kehidupan tidak terkecuali sektor kesehatan. Islam menjamin rakyat dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Kenapa? Karena ketiga sektor itu kebutuhan hajat luas, yang tidak boleh diprivatisasi, kalau pun berbayar rakyat masih bisa menjangkaunya. Bukan seperti saat ini, mahalnya bukan main.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah mengatakan dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur, “Negara menyediakan seluruh pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat secara cuma-cuma. Namun, negara tidak melarang rakyat untuk menyewa dokter, termasuk menjual obat-obatan.” (muslimahnews.com)
Lalu dari mana biaya kesehatan? Negara memiliki yang namanya baitul mal. Pemasukan baitul mal terdiri dari pos fa'i, kharaj, ghanimah, sedekah dan lainnya. Sehingga bukan tidak mungkin kesehatan akan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan rakyat. Tanpa harus memotong gaji rakyat tiap bulan, tanpa harus menunggu lama, dan persyaratan ribet lainnya.
Semua itu akan bisa dirasakan ketika sistem politiknya diatur oleh Islam bukan sistem politik demokrasi seperti saat ini. Karena sistem politik hari ini pemerintah hanya regulator bukan melayani kebutuhan rakyat.
Berbeda sekali dengan penguasa khilafah selalu fokus melayani kebutuhan umat sehingga mampu menyediakan layanan kesehatan yang mudah diakses, cepat, dan profesional. Oleh karena itu mari kita menegakkan sistem kehidupan Islam dan campakkan sistem kapitalisme yang menyengsarakan.
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar