Topswara.com -- Belakangan ini, media sosial dipenuhi dengan seruan #KaburAjaDulu, terutama di platform X (Twitter). Tagar ini bahkan sempat menjadi topik yang banyak diperbincangkan di Indonesia. Lantas, apa sebenarnya makna dari tren ini?
Ketika mencari tagar tersebut di X, banyak unggahan yang mengajak orang untuk pindah ke luar negeri, baik melalui beasiswa pendidikan, peluang kerja, maupun alasan lainnya.
Beberapa unggahan juga mengaitkan #KaburAjaDulu dengan tagar lain seperti #PeringatanDarurat. Banyak warganet yang menggunakan tagar ini untuk menyuarakan keluhan terhadap berbagai persoalan di Indonesia (CNN Indonesia, 07/02/2025).
Meskipun tampak sederhana, tren ini mencerminkan kenyataan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang serius mempertimbangkan untuk meninggalkan negara demi kehidupan yang lebih sejahtera.
Negara-negara seperti Jerman, Jepang, Amerika, dan Australia sering direkomendasikan sebagai tujuan utama. Popularitas tagar ini juga menunjukkan kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah, terutama terkait pendidikan, lapangan kerja, dan kualitas hidup yang dinilai lebih baik di negara lain.
Namun, tren ini juga memunculkan perdebatan. Sebagian orang merasa lebih nyaman tinggal di Indonesia karena harga kebutuhan pokok yang lebih terjangkau, iklim yang bersahabat, serta kebersamaan dengan keluarga yang menjadi faktor penting.
Perbincangan mengenai perpindahan kewarganegaraan dalam konteks #KaburAjaDulu masih terus berlangsung hingga kini. Tagar ini merepresentasikan ketidakpuasan sekaligus harapan masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di luar negeri.
Mengapa #KaburAjaDulu Menjadi Tren?
Popularitas tagar ini tidak terlepas dari pengaruh digitalisasi, di mana media sosial menggambarkan kehidupan di negara lain sebagai sesuatu yang lebih menjanjikan.
Kualitas pendidikan yang rendah di dalam negeri, disertai dengan banyaknya peluang beasiswa di luar negeri, makin memperbesar keinginan untuk "kabur." Selain itu, sulitnya mendapatkan pekerjaan di Indonesia dibandingkan dengan peluang kerja di luar negeri baik untuk pekerja terampil maupun non-terampil dengan gaji lebih tinggi menjadi faktor pendorong lainnya.
Fenomena ini berkaitan erat dengan brain drain, di mana tenaga kerja berkualitas dari negara berkembang lebih memilih bekerja di negara maju, sehingga memperlebar kesenjangan global. Ketimpangan ini semakin diperparah oleh kegagalan kebijakan ekonomi dalam negeri dalam memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Sistem kapitalisme yang dianut oleh Indonesia dianggap sebagai akar dari permasalahan ini. Dalam sistem ini, mereka yang memiliki modal lebih besar akan semakin berkuasa, sementara yang kurang beruntung semakin tertinggal.
Akibatnya, negara kurang hadir dalam menjamin kesejahteraan rakyat, sementara sektor swasta yang berorientasi keuntungan mengambil alih banyak aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan kesehatan. Akibatnya, biaya hidup menjadi mahal dan semakin sulit dijangkau oleh masyarakat.
Solusi dalam Perspektif Islam
Islam memiliki sistem yang mengatur kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam menjamin kesejahteraan rakyat. Negara diwajibkan untuk memastikan setiap individu mendapatkan kebutuhan dasarnya, termasuk menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki yang telah baligh. Islam juga menekankan pengelolaan sumber daya alam untuk kesejahteraan umat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak.
Dalam bidang ekonomi, sistem Islam tidak hanya menjanjikan kesejahteraan, tetapi juga keberkahan yang tidak dapat ditemukan dalam sistem kapitalisme. Sistem ekonomi Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam mengurus urusan umat. Hubungan rakyat dengan penguasa adalah pelayan dan tuannya.
Penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya. Inilah sebaik-baik hubungan yang akan melahirkan kesejahteraan dan keadilan. Pemerintah dengan visinya melayani umat, mampu menyelesaikan seluruh persoalan umat, termasuk kemiskinan.
Negara berperan sebagai pelayan bagi rakyat, bukan sekadar regulator. Dengan demikian, kemiskinan dapat diberantas melalui kebijakan yang menjamin kebutuhan dasar, aturan kepemilikan, stabilitas sistem keuangan, penciptaan lapangan kerja, serta akses pendidikan yang berkualitas (Mnews, 30/11/2024).
Pendidikan dalam Islam dirancang untuk menciptakan individu yang beriman dan berkontribusi dalam pembangunan negara. Negara memiliki kewajiban untuk menjamin pendidikan yang berkualitas bagi warganya. Dengan penerapan Islam secara menyeluruh, termasuk dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), keadilan dan kesejahteraan dapat diwujudkan secara nyata bagi seluruh umat manusia.
Oleh: Noor Hidayah
Aktivis Muslimah
0 Komentar