Topswara.com -- Setelah ramai aksi demo #IndonesiaGelap yang dilakukan oleh mahasiswa disejumlah daerah, kini kondisi negeri ini makin gelap, bagaimana tidak, kini terkuak kasus korupsi yang dilakukan oleh Pertamina.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Dalam perhitungan sementara, kerugian negara pada tahun 2023 saja mencapai Rp 193,7 triliun. (Kompas.com 27/2/2025).
Pejabat hari ini tidak malu lagi untuk korupsi bahkan makin hari nilai korupsinya makin besar. Penguasa berlomba-lomba memiskinkan rakyat bukan mensejahterakan. Negeri kaya SDA tetapi rakyatnya miskin, karena kekayaan SDA telah digarong oleh pejabat tidak bertanggung jawab.
Maraknya kasus korupsi makin menambah beban penderitaan rakyat, rakyat miskin makin miskin padahal mereka hidup dinegeri kaya akan SDA namun tidak merasakan manfaat SDA tersebut, yang ada dimanfaatkan oleh pejabat zalim.
Serta makin menampakkan wajah asli sistem demokrasi yang meniscayakan korupsi ugal-ugalan. Adanya berbagai macam UU yang bisa menjerat koruptor nyatanya tidak menciutkan nyali mereka untuk tidak korupsi, yang ada makin besar nilai korupsi, mengapa? Karena hukuman yang diberikan tidak membuat efek jera, mampu diotak atik sesuai kepentingan, bahkan hukuman mereka bisa jadi hanya formalitas supaya rakyat percaya bahwa mereka ditahan dan mendapatkan hukuman setimpal, faktanya tidak, hanya pencitraan.
Maraknya korupsi dengan nilai fantastis serta hukum yang diberikan tidak sepadan, seharusnya menyadarkan rakyat, bahwa demokrasi tidak akan membawa perubahan, yang ada makin sengsara, berapa kali pergantian presiden nyatanya tidak mampu membabat habis korupsi, mau sampai kapan rakyat ditipu oleh demokrasi? Sejatinya demokrasi biang keladi kebobrokan hari ini, harus dihancurkan sampai ke akar.
Rakyat harus bangkit, rakyat harus mencari sistem hidup alternatif lainnya. Dalam demokrasi hkuman penjara tidak akan pernah menjerakan koruptor, yang ada makin membuka lebar suap menyuap. Oleh karena itu perlu perubahan fundamental di negeri ini yang membawa perubahan hakiki. Rakyat butuh sistem hukum yang tegas, yakni dengan menerapkan sistem hukum Islam.
Islam adalah seperangkat aturan hidup, bukan hanya mengatur ibadah mahdhah saja tetapi mengatur seluruh lini kehidupan.
Dalam Islam korupsi merupakan perbuatan khianat, orangnya disebut khaa’in. Dalam hukum Islam, tindakan khaa’in tidak termasuk definisi mencuri (sariqah) karena definisi mencuri adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam (akhdzul maal ‘ala wajhil ikhtifaa’ wal istitar).
Sedangkan khianat bukanlah tindakan seseorang mengambil harta orang lain, melainkan tindakan pengkhianatan yang dilakukan seseorang, yaitu menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepada seseorang itu (Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah, An-Nizhamu al-Uqubat fii al-Islam).
Di dalam kitab An-Nizhamu al-Uqubat fi al-Islam karya Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah, disebutkan bahwa khilafah mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam mampu berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus).
Sanksi (uqubat) untuk khaa’in bukanlah hukum potong tangan sebagaimana bagi pencuri (qath’ul yad) menurut kandungan QS Al-Maidah ayat 38, melainkan takzir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.
Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti sekadar nasihat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati.
Teknis hukuman mati itu bisa digantung atau dipancung. Berat atau ringannya hukuman takzir ini disesuaikan dengan berat atau ringannya kejahatan yang dilakukan (Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah, An-Nizhamu al-Uqubat fii al-Islam).
Oleh karena itu rakyat harus beralih ke sistem Islam, karena dalam sistem Islam negara melayani kebutuhan rakyat bukan menipu atau menggarong kekayaan alam demi kepentingan pribadi. Kegelapan akan sinar dengan diterapkannya syariat.
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar