Topswara.com -- Deretan pagar bambu yang berdiri di perairan Kabupaten Tangerang telah diketahui setidaknya sejak Juli 2024, menurut kesaksian warga dan kelompok advokasi sipil yang diwawancarai oleh BBC News Indonesia. Namun pagar itu baru dicabut oleh pemerintah setelah persoalan ini viral di media sosial. (bbc.com, 31-1-2025)
Ketua Front Kebangkitan Petani dan Nelayan, Heri Amrin Fasa mengatakan pada September 2024, kelompok nelayan tradisional telah mengadu ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Pejabat dinas mengatakan pagar laut didirikan tanpa izin namun mereka tidak berwenang mencabutnya. Merasa tidak menemukan solusi, Heri dan kelompok nelayan lantas mengadu ke Ombudsman di Jakarta.
Pagar laut ini telah menyulitkan nelayan melaut dan mereka cemas pagar dan petak-petak itu didirikan untuk proyek reklamasi. Tak hanya di Tangerang, kasus pagar laut juga terjadi didaaerah lain, seperti Bekasi, Surabaya, Bali, dan Makassar juga ditemukan keberadaan pagar bambu serupa.
Kasus pagar laut di berbagai daerah itu menunjukkan adanya pelanggaran hukum, namun kasus ini tidak segera ditindaklanjuti dan dibawa ke ranah pidana. emerintah seolah-olah membiarkan dan malah mengambing hitamkan pihak lain dan otaknya tidak tersentuh oleh hukum.
Pemerintah seharusnya bisa memastikan tiap pembangunan zona pesisir memenuhi persyaratan hukum dan tidak merugikan ekosistem maupun masyarakat lokal. Sebagai negara maritim, laut merupakan jantung kedaulatan Indonesia. Kasus pagar laut menunjukkan lemahnya pemerintah menjaga aset strategis tersebut.
Pejabat dari pusat, daerah, hingga kelurahan hanya sibuk saling melempar tanggung jawab, bersilat lidah, dan berlepas tangan. Seharusnya mereka sadar pada tugas dan amanah yang di emban namun mereka malah menjadi agen para kapitalis untuk menyengsarakan rakyat.
Kasus ini, sebagaimana kasus penjualan area pesisir laut diberbagai pulau menunjukkan kuatnya korporasi dalam lingkaran kekuasaan, atau yang disebut dengan istilah korporatokrasi. Negara kalah dengan para korporat yang memiliki banyak uang.
Bahkan aparat atau pegawai negara menjadi fasilitator kejahatan terhadap rakyat, bekerja sama melanggar hukum negara membawa kemadaratan bagi rakyat dan mengancam kedaulatan negara.
Prinsip liberalisme dalam ekonomi kepitalisme membuka peluang terjadinya korporatakrasi, munculnya aturan yang berpihak pada oligarki. Kekuatan pemilik modal menjadi faktor menentukan jabatan politik di negeri ini.
Sehingga, kekuasaan ditentukan oleh kekayaan sumbernya dan korporasi. Peran penguasa yang lemah hanya menjadi regulator dan pengusaha besar sebagai pengendali kekuasaan.
Negara seharusnya berfungsi sebagai pengurus dan pelindung rakyat sehingga kesejahteraan rakyat terjamim. Semua ini akan terwujud jika atura bersumber pada hukum syarak bukan hukum dari akal manusia.
Islam memiliki sistem ekonomi islam konsep kepemilikan lengkap dengan aturan pengelolaannya. konsep kepemilikan harta dibagi menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Laut termasuk harta kepemilikan umum dan tidak boleh dikuasai individu. Jika dikuasai oleh individu pasti menghalangi individu lain untuk bisa mengakses dan memanfaatkannya. Laut akan dikelola negara dan hasilnya akan dikembalikan pada rakyat.
Islam juga memiliki sanki tegas bagi pelanggar hukum. Privatisasi laut merupakan pelanggaran hukum syarak dan pastilah khilafah akan menindak tegas tanpa pandang bulu dan akan memberikan efek jera. Sistem sanksi dalam Islam juga berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir).
Dengan prinsip kedaulatan ditangan syarak, maka korporatokrasi dapat dicegah. Haram hukumnya menyentuh harta rakyat, apalagi sampai memfasilitasi pahak lain mengambil harta rakyat.
Kekuasaan adalah amanah yang berat dan mendatangkan siksa bagi pemangkunya di akhirat jika menghianati amanah. Sudah saatnya kembali pada untuk menerapakan sistem islam secara kaffah agar hak-hak rakyat terlindungi dan hidup sejahtera.
Puput Weni R.
Aktivis Muslimah
0 Komentar