Topswara.com -- Kondisi ekonomi yang makin menyedihkan, persaingan kerja yang keras, lingkungan yang toxic, serta dinamika sosial politik di Indonesia akhir-akhir ini memang hampir membuat sebagian besar orang frustasi hingga nyaris gila.

Dan di tengah keresahan serta kekecewaan masyarakat yang sudah di ujung tanduk, muncul fenomena warga dunia maya yang beramai-ramai menyerukan tagar #KaburAjaDulu di sejumlah media sosial. Tagar ini bahkan sempat menjadi tren topik platform X.

Tagar #KaburAjaDulu bermakna ajakan pergi meninggalkan suatu tempat untuk mengambil jeda dari tekanan hidup. Meski tagar ini sekilas hanya seperti tagar biasa, tetapi tren ini menggambarkan kekecewaan dan keresahan luar biasa masyarakat yang memikirkan alternatif lain untuk keluar dari kondisi serba sulit sekarang ini dan nyatanya banyak orang Indonesia yang benar-benar mempertimbangkan untuk pindah ke luar negeri.

Ramainya masyarakat yang mengungkapkan keinginan untuk kabur meninggalkan tanah kelahiran tak lepas dari pengaruh digitalisasi terutama media sosial yang banyak menyampaikan informasi serta menggambarkan kehidupan yang lebih terjamin di negara lain. Banyaknya tawaran beasiswa luar negeri begitu menggiurkan di tengah kondisi mahalnya biaya dan kualitas pendidikan yang rendah. 

Peluang kerja di luar negeri dengan gaji yang lebih tinggi juga seperti oase di tengah tandusnya lapangan pekerjaan serta membludaknya pengangguran. Tak heran jika kondisi yang demikian akan semakin membuat “ kabur “ menjadi salah satu pilihan yang menjanjikan (beautynesia.com, 05/02/2025).

Tagar #KaburAjaDulu yang trending berkaitan erat dengan fenomena brain drain yang telah berlangsung di Indonesia juga negara-negara berkembang lainnya sejak lama. Brain drain atau human capital flight merupakan fenomena di mana orang cerdas dan berbakat lebih memilih untuk bekerja di luar negeri. 

Di Indonesia sendiri fenomena ini terjadi sejak tahun 1960, di mana saat dulu banyak mahasiswa yang sedang belajar di Rusia memilih untuk tidak pulang ke Indonesia, ada juga yang lebih memilih bekerja di Amerika Serikat. 

Tentu fenomena brain drain akan berdampak besar pada negara yang ditinggalkan, sulitnya menemukan orang yang kompeten dengan kemampuan mumpuni akan menyebabkan kurangnya sumber daya yang berkualitas dan berdampak pula pada kualitas hidup rakyat. 

Fenomena brain drain yang berkembang pada tren kabur dari negara sendiri telah menggambarkan kegagalan kebijakan politik ekonomi negara untuk menyejahterakan rakyatnya. Alih-alih mencari jalan keluar dari persoalan, pemberlakuan berbagai kebijakan ekonomi saat ini justru makin membuat rakyat tertekan.

Sesungguhnya akar dari semua persoalan adalah sistem kapitalisme yang diterapkan sebagai asas negeri ini. Rakyat yang tidak sejahtera serta kesenjangan ekonomi yang begitu kontras adalah sebuah keniscayaan dalam sistem ini. 

Tidak meratanya kesejahteraan dan banyaknya pengangguran disebabkan karena kapitalisme cenderung menciptakan kesenjangan penghasilan antara si kaya dan si miskin, akses menuju sumber daya juga peluang lebih banyak dimiliki bahkan didominasi si kaya ketimbang si miskin.

Sistem kapitalisme juga memberikan kontrol atas sumber daya kepada siapa saja yang memiliki modal besar dan kekuasaan. Selain itu faktor lain yang ikut mempengaruhi adalah eksploitasi tenaga kerja, ketergantungan pada pasar, kurangnya akses ke pendidikan dan pelatihan serta perlindungan sosial, korupsi dan nepotisme yang merajalela dan terakhir adalah ketergantungan pada teknologi.

Jika sistem kapitalisme menciptakan kesenjangan, lain halnya dengan sistem Islam yang melahirkan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Islam mewajibkan negara untuk membangun kesejahteraan rakyat dan mewajibkan negara memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara individu per individu. 

Terdapat banyak mekanisme yang wajib dilakukan negara termasuk menyediakan peluang kerja yang banyak untuk masyarakat serta memberikan upah yang layak bagi pekerja.

Negara dalam Islam memiliki strategi dan kurikulum pendidikan sesuai syara' dan mampu menghasilkan SDM yang tak hanya beriman dan bertakwa tapi juga berkualitas. 

Dengan tegaknya Islam, keadilan dan kesejahteraan akan tercipta hingga akan membuat rakyat tak sedikit pun memiliki keinginan untuk kabur justru malah bersyukur karena hidup di bawah naungan negara Islam yang teramat makmur. []


Oleh: Irohima
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga