Topswara.com -- Menjelang Bulan Suci Ramadan 2025, harga bahan pokok di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, mengalami lonjakan signifikan. Kenaikan harga yang paling mencolok terjadi pada minyak goreng, telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, dan gula, yang terus meningkat dalam beberapa minggu terakhir (TribunKaltim.co, 7/2/2025).
Kekhawatiran mengenai lonjakan harga ini juga disampaikan oleh Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta, Selasa (4/2/2025), sebagaimana dilaporkan oleh rubicnews.com. Badan Pangan Nasional (Bapanas) turut mengakui adanya kenaikan harga pada beberapa komoditas pangan, bahkan melebihi harga yang ditetapkan pemerintah.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menyebutkan bahwa sejumlah komoditas tersebut masih dijual di pasaran dengan harga di atas Harga Acuan Pembelian (HAP) maupun Harga Eceran Tertinggi (HET). kumparan Bisnis 4/2/2025.
Setiap kali Ramadan mendekat, masyarakat Indonesia dihadapkan dengan kenyataan pahit: kenaikan harga bahan pangan pokok. Fenomena tahunan ini seolah menjadi bagian dari tradisi yang sulit dihindari.
Namun, kita perlu mempertanyakan apakah fenomena ini sekadar dampak dari meningkatnya permintaan selama bulan suci, ataukah ada masalah sistemis yang lebih mendalam yang perlu diperbaiki?
Kenaikan harga yang terjadi menjelang Ramadan bukan hanya disebabkan oleh faktor permintaan yang meningkat, tetapi juga mencerminkan adanya masalah mendasar dalam sistem distribusi barang. Ketidakseimbangan dalam rantai pasokan dapat memicu kelangkaan barang di pasaran, sehingga harga melonjak tajam.
Ini menunjukkan bahwa masalah yang terjadi bukanlah sekadar masalah sesaat, melainkan sebuah persoalan struktural yang belum diselesaikan, terutama terkait dengan pengelolaan distribusi barang kebutuhan pokok.
Meningkatnya permintaan seringkali dijadikan alasan utama untuk menjelaskan lonjakan harga. Namun, kenyataannya, ada banyak faktor lain yang juga memengaruhi, seperti ketidakstabilan dalam rantai pasok dan jaminan kelangsungan produksi bahan pokok.
Mafia impor, kartel, monopoli, serta praktik penimbunan barang demi keuntungan pribadi semakin memperburuk situasi ini. Di tengah semakin menurunnya daya beli masyarakat, kenaikan harga makin menambah beban ekonomi rakyat.
Salah satu masalah utama dalam sistem kapitalisme adalah distribusi kekayaan yang sangat bergantung pada mekanisme pasar. Hal ini menyebabkan ketimpangan ekonomi yang semakin lebar, di mana segelintir orang kaya semakin makmur, sementara golongan miskin semakin terpinggirkan.
Dalam sistem ini, negara lebih berfungsi sebagai pengatur, bukan pengelola yang memperjuangkan kepentingan rakyat.
Negara dalam sistem ini berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan korporasi dan rakyat, dengan rakyat yang membutuhkan kebutuhan hidup dan korporasi yang menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Lebih jauh lagi, sistem ini memperburuk ketimpangan antara orang kaya dan miskin, karena akses terhadap modal semakin mudah bagi golongan kaya, sementara golongan miskin semakin terpinggirkan.
Akibatnya, banyak orang yang kesulitan mengakses pangan yang layak, karena banyak warga miskin yang tidak mampu membeli kebutuhan pokok seperti beras dan lain-lain.
Sistem Ekonomi Islam sebagai Solusi
Sebaliknya, dalam sistem ekonomi Islam yang diterapkan dalam khilafah, negara memiliki peran utama sebagai pelayan dan pelindung rakyat, termasuk dalam pengelolaan sektor pangan.
Sistem ekonomi Islam mengharuskan negara untuk memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat dapat terpenuhi dengan harga yang adil dan mudah diakses. Negara bertanggung jawab untuk menciptakan kebijakan yang mencegah praktek-praktek spekulatif dan kartel yang menguasai harga pasar.
Dengan kontrol yang lebih ketat terhadap produksi, distribusi, dan harga pangan, stabilitas harga dapat terjaga dan masyarakat tidak terbebani dengan kenaikan harga yang tidak wajar.
Dalam Islam, menimbun barang untuk tujuan menaikkan harga dan merugikan masyarakat adalah perbuatan yang sangat dilarang.
Al-Qur'an dalam Surah Al-Baqarah (2:188)
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil..."
Dalam Surah Al-Hasyr (59:9)
"...Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung."
Mengingatkan umatnya agar tidak mencari keuntungan dengan cara yang batil atau merugikan orang lain, termasuk dengan menimbun barang untuk meningkatkan harga. Menimbun barang untuk kepentingan pribadi menunjukkan sifat kikir dan tidak peduli terhadap kebutuhan masyarakat.
Hadis-hadis juga mengajarkan hal yang sama, seperti yang dijelaskan dalam hadis Riwayat Muslim yang mengatakan bahwa "Tidaklah seseorang menimbun barang kecuali ia berdosa."
Islam mengatur mekanisme swasembada pangan dengan pengelolaan yang terstruktur, di mana negara bertanggung jawab penuh dalam memastikan ketersediaan pangan dan pemerataan distribusinya.
Sektor swasta berperan di bawah kendali negara, dan negara memastikan bahwa tidak ada warga yang kekurangan pangan. Dalam kondisi darurat, negara juga dapat mengatur kebijakan impor, namun selalu dengan mempertimbangkan prinsip keadilan.
Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, tanah yang tidak dikelola dengan baik oleh pemiliknya dapat diambil oleh negara dan diserahkan kepada mereka yang mampu. Dengan penerapan sistem ini, ketimpangan ekonomi dapat ditekan dan kesejahteraan rakyat dapat terwujud.
Alhasil, kenaikan harga menjelang Ramadan bukan hanya fenomena tahunan, tetapi juga mencerminkan adanya persoalan sistemis yang perlu diselesaikan secara mendasar. Tanpa perubahan kebijakan yang serius dan penerapan sistem yang berkeadilan, masalah ini akan terus berulang dan membebani masyarakat.
Islam menawarkan solusi yang komprehensif untuk memastikan kebutuhan pokok tersedia dengan harga yang stabil dan terjangkau bagi seluruh rakyat.
Wallahualam bishawab.
Oleh: Retno Indrawati, S.Pd
Aktivis Muslimah
0 Komentar