Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebijakan SPMB, Mampukah Mewujudkan Optimasi Layanan Pendidikan?

Topswara.com -- Terkait masalah penerimaan peserta didik baru, pemerintah telah resmi mengganti PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) menjadi SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru). Tujuannya agar mampu memberikan layanan pendidikan terbaik bagi setiap masyarakat. Demikian disampaikan Mendikdasmen (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah), Abdul Mu'ti. 

Berdasarkan paparan Abdul Mu'ti, jalur penerimaan siswa baru terbagi menjadi empat jalur, yakni jalur domisili, afirmasi, mutasi dan prestasi (bbc.com, 30-1-2025). Mendikdasmen mengungkapkan, penjelasan teknis terkait empat jalur penerimaan akan disampaikan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah tentang Sistem Penerimaan Murid Baru pada 2025. 

Jalur penerimaan terkait domisili digadang-gadang mampu membenahi sistem zonasi yang ditetapkan pada kebijakan sebelumnya. Tidak hanya itu, kini jalur prestasi pun tidak hanya berdasarkan nilai rapor seperti sebelumnya. 

Namun, ketrampilan sosial dan kemampuan berorganisasi, kini menjadi parameter penting dalam menentukan prestasi siswa. Sehingga diharapkan tujuan penting pendidikan mampu diperoleh dan mampu optimal memberikan layanan di tengah derasnya kebutuhan pendidikan. 
  
Kebijakan Keliru

Kebijakan yang kini ada menganut sistem dan tata kelola yang serupa dengan kebijakan lama. Sekadar perubahan sebutan, tidak akan memiliki dampak yang nyata dalam mewujudkan pemerataan pendidikan. Terlebih, terlalu banyak lokasi dan gedung sekolah yang belum terjamah sistem yang memadai, terutama di lokasi-lokasi terpencil yang sulit dijangkau.

Akal-akalan dokumentasi dan administrasi masih berpeluang besar terjadi dalam sistem penerimaan siswa tahun ini. Kerjasama dalam keburukan masih sangat mudah dilakukan karena tidak ada sistem sanksi jelas yang menimbulkan efek jera.

Inilah sistem pendidikan ala kapitalisme yang menyajikan layanan dengan konsep kapitalisasi. Sektor pendidikan dengan mudah dijualbelikan. Karena sudah menjadi hal yang dianggap lumrah. Segala kebijakan ditetapkan pada hitungan untung rugi, bukan pada maslahat rakyat yang sejatinya membutuhkan pendidikan berkualitas dengan harga terjangkau dan layanan optimal. 

Akar setiap masalah pendidikan di negeri ini adalah buruknya layanan dan pengaturan kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Negara memandang rakyat adalah obyek bisnis yang dengan mudah "diperas" demi kebutuhan pendidikan yang bersifat asasiyah. 

Secara umum, negeri ini menghadapi beragam masalah pendidikan, mulai dari kesenjangan kualitas pendidikan antara kota dan desa, masalah pengajaran dan ketimpangan distribusi guru berkualitas, tidak meratanya infrastruktur sekolah antara perkotaan dan pedesaan, sistem ujian dan kurikulum yang terlalu padat dan berat, ketimpangan aksesibiltas pendidikan yang disebabkan ketimpangan ekonomi, dan masalah sosial ekonomi yang menciptakan cara pandang yang keliru terkait kebutuhan pendidikan. 

Serentetan masalah ini timbul sebagai dampak kebijakan ala kapitalisme sekular yang menciptakan kesenjangan edukasi dan ekonomi yang terlalu dalam di tengah masyarakat. Dan kebijakan ala kapitalisme ini mustahil menciptakan pemerataan pendidikan. 

Setiap kebijakan yang ditetapkan hanya disandarkan pada keuntungan materi saja. Tanpa mengindahkan dampak yang diterima individu dalam hidup bermasyarakat.
 
Mestinya negara mampu fokus pada masalah inti yang dihadapi sektor pendidikan. Namun sayang, dalam sistem rusak ini, negara tidak mampu fokus pada masalah utama yang dihadapi. Wajar saja, saat solusi yang tersaji tidak mampu menjanjikan harapan perbaikan.

Pendidikan dalam Islam

Sistem Islam menetapkan pendidikan sebagai kebutuhan dasar setiap individu. Terkait hal ini, negara merupakan institusi utama yang berwenang dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan yang memfasilitasi layanan pendidikan bagi setiap individu. Konsep tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. dalam hadis riwayat Bukhari,

"Imam adalah ra'in (pengurus) dan bertanggung jawab atas urusan rakyatnya."

Konsep ini hanya mampu terwujud dalam tata kelola sistem Islam dalam wadah khilafah. Satu-satunya institusi yang menempatkan rakyat sebagai prioritas utama, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan rakyat. 

Sistem pendidikan Islam menetapkan pondasi pengajaran pada akidah Islam, sehingga visi, misi, dan fokus pendidikannya jelas. Kurikulum yang ditetapkan khilafah pun ditujukan untuk membentuk individu tanggung berkepribadian Islam. 

Ilmu yang diperoleh akan bermanfaat bagi umat dan kehidupan, karena orientasinya bukan pada materi, melainkan pada ketaatan dan keimanan individu terhadap akidah dan syariah Islam. Inilah kunci kekuatan dan gemilangnya generasi. 

Iman menjadi pondasi utama yang akan menjaga mereka. Konsep ini hanya dapat diterapkan dalam sistem Islam yang berlandaskan khilafah, satu-satunya institusi yang menerapkan syariah Islam secara utuh dan menyeluruh.

Terkait dana pendidikan, negara telah menetapkan pos khusus untuk pendidikan. Khilafah memiliki sumber pendapatan negara yang besar dan beragam, mulai dari pos hasil kelola sumberdaya alam, kharaj, usyur, jizyah, fa'i, ghanimah dan sumber lain yang ditetapkan hukum syarak.

Mekanisme sistem Islam yang jelas akan meminimalisir masalah pendidikan. Pemerataan layanan pendidikan pun akan terwujud si setiap wilayah tanpa diskriminasi atau pembedaan layanan di setiap wilayah. 

Inilah kekuatan sistem Islam yang bijaksana, mampu menempatkan pendidikan rakyat sebagai layanan utama. Generasi cemerlang terwujud dalam tatanan yang gemilang.

Wallahu a'lam bish-shawwab.


Oleh: Yuke Octavianty 
Forum Literasi Muslimah Bogor 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar