Topswara.com -- Belum lama ini, wacana pemberian izin usaha tambang bagi perguruan tinggi mengundang pro dan kontra. Rencana ini tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara Nomor 4 Tahun 2009 yang berisi tentang ketentuan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dengan cara lelang atau prioritas pada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perorangan, organisasi masyarakat (ormas), dan perguruan tinggi.
Pasalnya, pengelolaan tambang tersebut dibatalkan karena mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Seperti halnya yang disampaikan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menanggapi keputusan DPR dan Pemerintah untuk tidak memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi.
Rektor ITB, Tatacipta Dirgantara menilai keputusan ini sejalan dengan prinsip dasar perguruan tinggi dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Tempo.co, 19/2/2025)
Hal ini juga sejalan dengan apa yang disampaikan oleh anggota Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Kutai Timur, Zulfatun Mahmudah mengatakan kampus akan melakukan blunder besar bila nekat tetap ingin mengelola tambang.
Ia mengatakan kampus akan kesulitan mengelola tambang karena minim kemampuan finansial dan minim kapasitas operasional penambangan, termasuk menghadapi tantangan soal sosial dan lingkungan (detikedu, 12/2/2025)
Rencana pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi akan memberikan dampak yang buruk dan merusak dunia pendidikan. Kita menyadari bahwa tujuan dari pendidikan dalam perguruan tinggi adalah mencerdaskan bangsa dan membentuk kepribadian dengan akhlak yang mulia.
Bagaimana jadinya jika pertambangan dikelola perguruan tinggi yang notabene kampus sendiri tidak memiliki kompetensi dan modal untuk mengelola tambang?
Orientasi pendidikan yang mengarah pada pembentukan kepribadian dengan akhlak yang mulia tidak akan tercapai karena kampus akan disibukkan dengan urusan tambang yang tidak ada kaitannya dengan tujuan pendidikan.
Sebelumnya, pemerintah juga memberikan wilayah izin usaha pertambangan untuk organisasi masyarakat (ormas) yang tujuannya sebenarnya untuk membungkam ormas agar tidak kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Hal yang sama juga dilakukan untuk membelenggu kamlus agar para akademisi dan intelektual kampus tidak kritis dan diam terhadap kebijakan zalim penguasa dan keserakahan oligarki.
Seperti inilah potret buram kebijakan dalam sistem kapitalisme. Sistem yang mengorientasikan pada materi atau keuntungan tanpa mempertimbangkan dampak buruk yang akan diperoleh.
Pertambangan yang merupakan kepemilikan umum di privatisasi dan liberalisasi untuk kepentingan para oligarki. Bagaimana mungkin sistem kapitalisme mampu mensejahterakan rakyat jika pengelolaan sumber daya alam saja dikelola oleh para pengusaha asing?
Dalam menyikapi hal ini perlu adanya strategi yang sangat fundamental dan esensial bagi seluruh elemen bangsa untuk merombak sistem ekonomi negara ini, yaitu sistem ekonomi kapitalisme dengan menggantinya dalam sistem ekonomi yang berlandaskan Islam.
Islam telah menentukan bahwa negara lah yang mengatur seluruh aset-aset kepemilikan negara bukan untuk diserahkan kepada individu maupun asing.
Islam menjelaskan dan menjabarkan aspek dalam kepemilikan. Ada tiga aspek kepemilikan dalam Islam yaitu, kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan siapapun mencari harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibolehkan Islam.
Harta kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara dan seluruh hasilnya diberikan untuk menjamin kemaslahatan rakyatnya. Harta kepemilikan umum dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu fasilitas dan sarana umum, sumber daya alam yang pembentukannya menghalangi dimiliki oleh individu secara perorangan, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas.
Kepemilikan umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Islam menjelaskan tentang fasilitas umum ini dalam sebuah hadis, dari segi sifatnya, bukan dari segi jumlahnya.
Ibnu Abbas menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang, dan api.” (HR Abu Dawud)
Kepemilikan negara yang berasal dari harta ghanimah, kharaj, fay’, khumus, jizyah, usyur, dan lainnya. Dana ini dapat digunakan untuk menggaji tentara, guru dan pihak yang memberikan khidmat kepada negara. Ketiga, berasal dari Pos zakat baik zakat fitrah, zakat mal, shadaqah dan wakaf kaum muslim. Dana ini akan mampu mengentaskan kemiskinan.
Pengaturan dan paradigma yang benar dalam pengaturan kepemilikan akan mampu mewujudkan perekonomian yang mandiri yang dapat mensejahterakan masyarakat. Dalam mewujudkannya diperlukan sebuah mekanisme yang baik dalam sistem pemerintahan yang baik juga.
Sistem Islam yang telah teruji mampu mengatur perekonomian dengan baik dan mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Wallahu'alam
Oleh: Novriyani, M.Pd.
Praktisi Pendidikan
0 Komentar