Topswara.com -- Fathul Wahid selaku sektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengkritik sejumlah kampus yang memberikan respon positif terhadap kebijakan izin usaha pertambangan (WIUP) kepada universitas, kebijakan ini tercantum dalam RUU pertambangan Mineral dan Batu Bara (MINERBA) setelah terjadi perubahan sebanyak empat kali (Yogyakarta, CNN Indonesia.com, 25/01/2025)
Ia mengemukakan, bahwa pihak yang memberikan respon positif adalah pihak yang tidak jelas jalan berpikirnya. Sebab, logikannya usaha pertambanngan membutuhkan dana yang terhitung besar, bahkan proses-proses untuk menempuh berhasilnya usaha tambang dibutuhkan waktu yang relatif lama. Hasilnya pun baru bisa dienyam setelah 5-10 tahun usaha tambang dijalankan.
Ada apa Dibalik Perizinan Ini?
Usut punya usut, kebijakan ini ditetapkan dengan satu penyebab utama. Yakni, lepas tangannya pemerintah dari tanggung jawab terurgentnya. Yakni sebagai pengurus segala kebutuhan umat tanpa terkecuali termasuk Pendidikan.
Terlebih, pendidikan merupakan hal mendesak yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebab, kualitas pendidikanlah yang betul-betul menentukan luhur atau dangkalnya martabat suatu bangsa.
Ini jelas menunjukkan terjadinnya disfungsi negara, artinnya negara saat ini tidak berperan sabagaimana mestinnya. Juga tak mengambil peran secara idealnnya. Tentunya, ini terjadi bukan tanpa sebab, atau dengan dasar ketidaksengajaan atau pun terjadi secara alamiahnya.
Tentu ada suatu perkara yang menjadi dalang ini semua. Sistem kapitalismelah dalang ini semua, ia menjadi asas segala perkara kehidupan berjalan. Kehidupan dunia pun ia cabik-cabik hingga mengalami beribu macam kerusakan hingga tak karuan.
Respon Atas Kebijakan Ini
Awalnya, kebijakan ini menuai penilaian positif. Sebab, dengan izin ini kampus lebih mudah mengakses pemasukkan dana untuk kebutuhan operasional. Akhirnya biaya kampus tidak sepenuhnya dibebankan kepada mahasiswa. Kejadian UKT naik pun dapat ditanggulangi.
Namun, tak sedikit juga pihak yang menolaknya. Juga, apabila kita telisik lebih dalam usaha pengelolaan tambang bukanlah usaha yang mudah nan remeh. Sehingga hakikatnya hasil tambang mustahil bisa mengcover kebutuhan biaya pendidikan secara efisien. Setidaknya ada beberapa perkara yang memperkuat hal ini.
Pertama, dalam merintis usaha tambang dibutuhkan gelontoran dana yang besar. Ini sangat berdampak pada pengelolaan dana kampus, terutama dari segi perpajakan. Bisa jadi dengan perintisan usaha tambang kemudian membuahkan hasil, hal ini menjadikan pajak yang dibebankan kepada universitas makin bertambah.
Kedua, dalam usaha tambang diperlukan banyak persyaratan ketika membangunnya. Mulai dari izin ke amdal, hingga bagaimana tambang aman dilakukan. Sebab, tambang sendiri adalah bentuk ekploitasi alam. Dan seluruh persyaratan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit pula.
Ketiga, hasil dari pertambangan tidak bisa dirasakan secara langsung atau dengan periode dekat. Dibutuhkan waktu 5-10 tahun untuk dapat menuai manisnnya hasil tambang. Ini jika kita lihat dari sisi usaha pertambanngan.
Namun, jika kita lihat dari sisi dampak yang didapatkan oleh kampus. Maka jelas, bahwa pertambangan dan segala bentuk usaha bisnis lainnya akan memberikan implikasi yang parah bagi kampus. Salah satunnya rusaknya orientasi kampus atau sering disebut dengan disorientasi kampus (pendidikan).
Kampus yang semestinnya, mencetak generasi unggul, kritis, menolong orang tanpa pamrih, juga tanpa perhitungan digit. Namun, dengan adannya penanaman jiwa bisnis didalam sektor pendidikan, secara tidak langsung terbentuk dalam karakter mahasiswa sebagai agen bisnis.
Akhirnya, nilai-nilai pendidikan yang mereka raih tak lain hanya diaplikasikan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan dengan semaximal mungkin. Padahal, pengamalan ilmu yang paling urgent yaitu dengan memberikan manfaat kepada sekitarnya. Sehingga masyarakat sekitarnya turut mengalami kebangkitan pemikiran.
Islam, Menjamin Pendidikan
Tentu, kebijakan seperti ini tak akan ditemui apabila kita menerapkan syariat Islam dalam tatanan negara. pemerintah Islam akan menanggung seluruh kebutuhan pokok masyarakat. Menanggung di sini tidak selalu dimaknai bahwa negara memberikan seluruhnya dengan cuma-cuma.
Namun, masyarakat akan sangat mudah memperoleh pendapatan sehingga mereka juga mudah mengakses pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya.
Ini karena negara dalam Islam memiliki regulasi ekonomi yang khas dan unik. Contohnya saja pertambangan. Pertambangan dalam negara Islam tidak akan diizinkan agar seluruh pihak dapat mengaksesnya baik swasta maupun individu.
Pemerintah Islam akan terjun langsung mengekelolannya kemudian hasil pertambangan tersebut akan dikembalikan kepada masyarakatnnya.
Hasil dari pengelolaan tambang tentunnya tidak main-main. Ini pun salah satu kunci negara Islam berhasil menyejahterahkan rakyatnnya. Juga perlu diingat, bahwa tambang hanyalah salah satu opsi pemasukan negara.
Artinya, masih banyak opsi-opsi lain agar negara Islam mendapatkan pemasukan, walhasil stabil dalam mengurusi rakyatnya.
Universitas sebagai lembaga Pendidikan tentunnya berfungsi memberikan segudang ilmu untuk para mahasiswannya. Yang mana ilmu ini akan menjadi bekal dalam mengarungi perjalanan kehidupan.
Ilmu merupakan hal yang vital bagi masyarakat. oleh sebab itu, universitas dan segala lembaga Pendidikan lainnya pasti memiliki peranan penting dalam meninggikan martabat masyarakat. Hal ini pun telah dibuktikkan dalam sejarah, bahwa seluruh universitas pada masa kekhalifahan pasti melahirkan generasi para ulama, cendekiawan, ilmuwan dalam berbagai bidang hingga mujtahid mutlak.
Semua ini tidak terlepas dari kesungguhan universitas dan pemerintah di zaman itu untuk mencerdaskan masyarakatnya.
Oleh karena itu, agar sejarah gemilang ini terulang hendaknnya kita memperjuangkan perealisasiannya kembali. Mulai sekarang tanpa nanti tanpa tapi. Kalau bukan kita siapa lagi? Segera dedikasikan diri kita untuk memperjuangkan Islam hingga umat memperoleh kejayaannya kembali.
Waalahu a’lam bisshawab.
Oleh: Fatimah Nurul Jannah
Aktivis Muslimah
0 Komentar