Topswara.com -- Ada narasi yang berbunyi: "Saya realistis yah, saya sarjana, istri juga harus, saya berpenghasilan, begitu juga istri. Kita sama-sama berpenghasilan, anak kita rawat sama-sama, pekerjaan rumah kita selesaikan bersama, yang laki bukan mok*ndo, yang cewek bukan numpang hidup."
Fix, itu bukan model rumah tangga islami. Ada yang tidak tepat dalam narasi tersebut.
Itu adalah contoh model kemitraan laki-laki dan perempuan yang kebetulan sepakat berakad nikah. Relasinya hanya transaksional, bicara untung rugi. Kesetaraan dan keadilan dalam rumah tangga tidak seperti itu.
Menurut Ulama Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nidzamul Ijtima'i, hubungan suami istri itu hubungan shahibah atau persahabatan, bukan kemitraan dan bukan pula seperti bos dan anak buah.
Jadi, bukan rumah tangga yang islami jika hubungan suami dan istri harus sama persis dalam tugas dan peran. Padahal suami punya peran atau kewajiban yang berbeda dengan istri.
Merawat anak bersama dan menyelesaikan pekerjaan rumah bersama okelah, masih islami. Masih masuk dalam kerangka pelaksanaan peran masing-masing, karena suami dan istri harus berlaku makruf, termasuk dalam meringankan beban pasangan.
Namun anggapan "istri numpang hidup jika tidak berpenghasilan" adalah menyelisihi konsep rumah tangga Islami. Sementara mindset bahwa "laki-laki bukan hanya mok*ndo" memang sudah seharusnya, di mana yang namanya menikah ya harus punya kemampuan memberi nafkah.
Kasus lain, jika ada hubungan suami istri seperti majikan dan pembantu, itu juga bukan rumah tangga yang islami. Karena, konsep persahabatan di bawah qomawah atau kepemimpinan suami, bukanlah bersifat otoriter melainkan musyawarah.
Misal, jika ada istri yang punya mindset bahwa peran dia mengurus rumah ibarat babu. Lalu minta diperlakukan seperti ratu yang tidak harus ngapa-ngapain. Ini juga bukan mindset yang islami. Ingat putri baginda Nabi Muhammad Saw Sayidah Fatimah Az-Zahra yang mulia karena mengerjakan sendiri pekerjaan rumah tangga.
Demikian juga, jika ada suami yang punya mindset patriarki. Minta diperlakukan bak raja tanpa kompromi dan bersikap otoriter, ini juga tidak sesuai dengan konsep rumah tangga yang islami.
Menurut Ustaz Dwi Condro Triono dalam salah satu kajian online, persahabatan suami istri itu artinya ada musyawarah dan saling kerjasama yang kedudukan keduanya sederajat. Tidak ada yang satu harus diperlakukan lebih dimuliakan daripada pasangannya. Itulah rumah tangga yang islami.
Oleh: Kholda Najiyah
Founder Salehah Institute
0 Komentar