Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fenomena Generasi Kabur, Bukti Pelayanan Negara Hancur

Topswara.com -- Platform X (Twitter) kini dibanjiri oleh tagar #KaburAjaDulu dan sempat menjadi topik tren unggahan di platform X Indonesia. 

Fenomena tersebut bermula ketika orang-orang Indonesia yang bekerja di luar negeri membagikan informasi tentang kehidupan, lowongan pekerjaan dan pengalamannya di media sosial. Banyak warganet merekomendasikan sejumlah negara seperti Jepang, Amerika hingga Australia.

Cuitan mengenai #KaburAjaDulu berisi unggahan tentang ajakan pindah ke negara lain. Hal tersebut dalam rangka beasiswa pendidikan, lowongan pekerjaan, dan hal lainnya. Selain itu, cuitan tagar ini disertai keluhan netizen mengenai berbagai permasalahan di Indonesia

Para pengamat menyebut fenomena ini sebagai brain drain. Brain drain atau human capital flight adalah fenomena ketika orang pintar dan berbakat memilih untuk bekerja di luar negeri. 

Brain drain seringkali terjadi di negara-negara berkembang. Banyak orang yang memilih berkarir ke luar negeri seperti profesi dokter, ilmuwan, hingga insinyur.

Alasannya karena untuk mencari keuntungan yang lebih tinggi di negara lain, standar dan kehidupan yang lebih baik karena belum bisa didapatkan di negaranya sendiri. Selain itu, alasan lainnya karena ketidakstabilan politik hingga penyimpangan norma dan agama.

Di Indonesia fenomena brain drain terjadi sejak tahun 1960-an. Buktinya banyak mahasiswa Indonesia yang tengah menimba ilmu di Rusia memilih tidak pulang ke Indonesia. 

Sebagaimana pada tahun 1980-an ketika Menristek BJ Habibie mengirim banyak remaja untuk belajar ke luar negeri, mereka juga memilih untuk bekerja di banyak perusahaan Amerika Serikat.

Dampak Brain Drain

Brain drain memiliki dampak besar bagi negara berkembang. Seperti sulitnya menemukan orang yang kompeten dengan keterampilan serupa meski dengan profesi yang sama, menyebabkan hilangnya pendapatan pajak dan bisa mengakibatkan pajak yang lebih tinggi untuk kekurangan tersebut. 

Selain itu, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang tidak akan bisa dirasakan warga negara, seperti pendidikan dan perawatan kesehatan yang akan berpengaruh pada kualitas hidup warga negara
(beautynesia.com, 05/02/2025).

Para pengamat menyebut fenomena brain drain adalah hal krusial dalam konteks globalisasi liberalisasi ekonomi yang semakin menguat, hal tersebut memperlebar kesenjangan antara negara maju dan berkembang, menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan.

Penyebab Brain Drain

Cuitan tagar ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia benar-benar ingin meninggalkan Indonesia untuk mendapatkan kesejahteraan hidup lebih baik. 

Hal tersebut menjadi sinyal kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap pemerintah Indonesia, sebab pemerintah Indonesia tidak bisa memberikan kualitas hidup yang layak, pendidikan, lapangan pekerjaan yang memadai (kompas.com, 05/02/2025).

Kondisi ini tentu tidak lepas dari pengaruh digitalisasi terutama sosial media yang menggambarkan tentang kehidupan negara lain yang lebih menjanjikan. 

Terlebih kualitas pendidikan yang rendah di dalam negeri namun di sisi lain banyaknya tawaran beasiswa ke luar negeri di negara maju semakin memberikan peluang untuk "kabur".

Sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri, namun disisi lain banyaknya tawaran kerja di luar negeri baik pekerja terampil maupun kasar dengan gaji yang lebih tinggi di negara maju. Hal ini menggambarkan gagalnya kebijakan politik ekonomi Indonesia dalam memberikan kehidupan sejahtera. 

Gagalnya kebijakan politik ekonomi disebabkan sistem kapitalis yang dijadikan sebagai asas negeri ini. Kapitalisme membuka jurang selebar-lebarnya kesenjangan ekonomi, tidak hanya terjadi di dalam negeri namun juga di tingkat dunia.

Sistem kapitalisme mencetak pemimpin yang gagal dalam mengurus rakyatnya. Misalnya dalam hal pendidikan. Pendidikan adalah hak rakyat, namun saat ini tidak bisa dipungkiri betapa tidak cukupnya penyediaan pendidikan yang diselenggarakan negara bahkan belum memadai dari sarana prasarana.

Hal tersebut akan berimbas pada rata-rata output masyarakat produktif pencari kerja, ditambah lapangan pekerjaan yang tidak memadai dengan persyaratan kerja yang sulit, juga maraknya PHK massal.

Pandangan Islam

Islam mewajibkan negara membangun kesejahteraan rakyat dan mewajibkan negara memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negara individu per individu. Pemimpin didalam Islam berfungsi sebagai pelayan rakyat. 

Sebagaimana sabda Nabi SAW, "Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus” (HR. Bukhari).

Negara Islam akan memperhatikan setiap individu mendapatkan pelayanan berupa pendidikan, kesehatan, keamanan. Misalnya negara akan memastikan semua warganya mendapatkan pendidikan yang berkualitas, mudah, murah bahkan gratis. 

Negara Islam mampu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang beriman dan siap membangun negara, selain negara juga peduli dan menjamin kehidupan mereka sebagai warga negara.

Kemudian output-nya pun tentu memiliki kualitas yang tinggi, mampu berkarya untuk masyarakat banyak. Selain itu mereka akan mudah tatkala mencari pekerjaan karena negara yang wajib menyediakannya, sehingga tidak perlu pergi ke luar negeri untuk sekadar mencari kerja.

Ada banyak mekanisme yang harus dilakukan negara termasuk diwajibkan menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki baligh, yakni di sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA). 

Negara Islam akan mengelola SDA secara mandiri tidak tergantung pada asing, sehingga hal ini akan memperbanyak lapangan pekerjaan untuk warganya. Hal tersebut tentunya akan terwujud tatkala syariat Islam diterapkan dalam naungan khilafah. []


Oleh: Pani Wulansary, S.Pd.
(Pendidik dan Ibu Generasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar