Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dampak Pagar Laut terhadap Pendapatan Nelayan

Topswara.com -- Sejak bulan Juli tahun 2024 menurut kesaksian nelayan dan advokasi sipil, mereka sudah mengetahui banyaknya pagar bambu berjejer di perairan Kabupaten Tangerang. Awalnya hanya 700 m, tetapi selang beberapa bulan sudah mencapai 30 km. Hal ini semakin membuat risau para nelayan. 

Ketua Front Kebangkitan Petani dan Nelayan Heri Amrin Fasa telah melaporkan masalah ini ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, tetapi tidak ada tanggapan serius. Mulai DKP, ATR/BPN, pejabat kelurahan, semua aparatur negara diam. Selanjutnya mereka melaporkan ke Ombudsman di Jakarta. Pelaporan inilah yang akhirnya menjadi berita viral dan memicu reaksi dari para pemangku kebijakan. 

Berjajarnya pagar bambu di sepanjang lautan berdampak pada pendapatan para nelayan. Mereka harus jalan memutari pagar laut sebelum sampai pada area penangkapan ikan. Biaya solar yang dikeluarkan lebih besar 3-5 liter sekali jalan dibandingkan sebelum ada pagar laut.

Belum lagi bila kapal mereka menabrak pagar. Hal ini bisa mengakibatkan kerusakan dan kebocoran kapal. Ditambah saat bertiup angin muson barat, para nelayan hanya bisa menebar jaring di sekitar pantai, tapi terhalang petak-petak pagar laut. 

Praktisi hukum dan juga pengamat kebijakan publik, Yus Darman menyatakan bahwa pemagaran dan pematokan laut adalah kejahatan korporasi. Jangan menjadikan Proyek Stategis Nasional/PSN sebagai dalih memagari laut yang merugikan nelayan. 

Yus Darman berharap pemerintah memastikan setiap proyek pembangunan di pesisir pantai memenuhi persyaratan hukum dan perlindungan ekosistem maupun masyarakat lokal. Apalagi Indonesia adalah negara maritim. 

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid pun telah dipanggil dalam acara rapat dengar pendapat di Komisi II DPR RI (30/01). Komisi II mendesak agar segera melakukan audit investigasi secara terbuka dan lengkap pada Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM ) yang diterbitkan di atas laut. 

Nusron Wahid menyampaikan telah mencopot enam pejabat dan memberi sanksi berat pada dua pejabat di lingkungan kementeriannya. Tetapi tidak dilaporkan sebagai tindak pidana. 

Setali tiga uang dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Walaupun KKP sudah menyampaikan secara tegas bahwa pagar laut itu ilegal tidak sesuai dengan izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan tidak sesuai dengan praktik Internasional di United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)1982, KKP cuma mampu memberikan denda administratif bagi pelaku sebesar Rp 18 juta per kilometer bila terbukti bersalah. 

Hal ini tidak sebanding dengan kerugian nelayan sebesar Rp 7,7 milyar per bulan. Sanksi ini pun hanya menyasar level bawah bukan dalang utama. Kekuatan uang sangat besar pengaruhnya sehingga tidak mampu menyentuh dalang utamanya. 

Korporatokrasi dalam Sistem Kapitalisme

Korporatokrasi adalah kondisi dimana kebijakan politik negara diarahkan untuk melayani para korporasi besar. Praktik ini membawa keuntungan pada kedua belah pihak baik pengusaha dan oknum-oknum pejabat. Tanpa perduli kesengsaraan rakyat. Negara tunduk pada kepentingan para korporat. Bahkan para korporat itulah sesungguhnya yang menyetir setiap kebijakan. 

Dalam penerapan sistem ekonomi kapitalisme, kondisi ini adalah sesuatu yang lumrah. Harta kekayaan akan dikuasai oleh segelintir orang/oligarki.
Ditambah dengan lumpuhnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan banyaknya undang-undang yang direvisi dalam Omnibus Law memperkuat posisi korporasi. Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator saja dalam mengurusi kepentingan rakyat.

Sistem kapitalisme dengan pesta demokrasinya adalah hajatan yang berbiaya besar sehingga perlu adanya dukungan para pengusaha. Bahkan banyak pengusaha yang berusaha untuk menjadi penguasa sekaligus demi kelancaran usahanya. 

Kebebasan kepemilikan yang menjadi salah satu pilar yang menopang sistem kapitalisme. Maka setiap individu bebas memiliki apa yang diinginkan. Tidak ada batasan mana kepemilikan individu, umat, atau negara. Sehingga laut, gunung, pantai kalau seorang itu mampu beli maka bisa dimilikinya. 

Islam adalah Solusi Permasalahan Umat

Kasus pagar laut merupakan satu diantara sekian banyak masalah buruknya akibat penerapan sistem kapitalisme di suatu negeri. Negara yang harusnya memelihara urusan umat dengan syariat yang diturunkan dan sudah pernah diterapkan oleh Rasullullah SAW. Pemimpin akan menjadi raa'in dan junnah bagi rakyatnya. 

Di bidang ekonomi, dalam kitab An-Nidzamul al-Iqtishadiyi fii al-Islam menerangkan bahwa penerapan sistem Ekonomi Islam, negara akan menjaga harta individu umat sekaligus mengatur distribusi hartanya. 

Sistem ekonomi Islam juga mengatur konsep kepemilikan harta, yaitu kepemilikan individu,umat, dan negara. Sehingga kekayaan tidak hanya berputar dan berpusat pada segelintir orang (oligarki). 

Dalam kasus ini, laut adalah benda yang menjadi kepemilikan umum. Bila dikuasai oleh individu akan menghalangi individu lain untuk mengaksesnya. Negara hanya mengolahnya dan diberikan hasilnya untuk kemanfaatan umat. 

Penguasa yang diamanahi urusan umat harus menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Kekuasaan adalah amanah yang berat, bukan sesuatu yang menjadi jalan untuk mendapatkan kenikmatan dunia yang bersifat fisik.

Sebagaimana dalam hadis Rasulullah SAW, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. 

Islam juga sudah menyiapkan sistem sanksi yang tegas bagi setiap pelanggaran syariat Islam. Yang akan membuat jera dan bersifat adil. Tidak tebang pilih. Sehingga semua rakyatnya akan damai dan mendapatkan limpahan berkah dari Allah SWT di saat kaum muslimin hidup dalam naungan sistem kehidupan Islam. Aamiin Yaa Rabbal 'Alamiin.


Oleh: dr. Retno Sulistyaningrum 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar