Topswara.com -- Bencana banjir yang melanda Kalimantan Selatan (Kalsel) terulang lagi. Banjir besar di Kalsel pernah terjadi tahun 2020 dan kini terjadi kembali banjir di beberapa wilayah sejak awal Januari 2025 terus meluas akibat tingginya curah hujan.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalsel per Rabu, 22 Januari 2025, menunjukkan bahwa banjir telah memengaruhi 10 kabupaten/kota, dengan total 51.123 jiwa terdampak. Tiga wilayah yang paling parah terkena dampak adalah Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Utara, dan Tanah Laut (viva.co.id, 24/1/25).
Bantuan pemerintah Gubenur Kalsel, H. Muhidin menyerahkan bantuan bagi warga terdampak banjir di Desa Teluk Selong Hulu, Martapura Barat, Kabupaten Banjar pada senin, 27 Januari 2025. Pemerintah Provinsi Kalsel juga memberikan layanan kesehatan gratis di lokasi penyaluran bantuan. Layanan tersebut mencakup pemeriksaan kesehatan umum dan layanan psikologi.
Dari semua bencana, ada dua hal yang mesti direnungkan; pertama, penyebabnya, kedua, penanganan dan pengelolaan dampak bencana.
Penyebab Bencana Banjir
Terkait penyebab bencana, Allah SWT menyatakan bahwa musibah, termasuk bencana alam (banjir), memang terjadi sesuai dengan kehendak dan ketentuan-Nya sebagai Qadha-Nya (QS. At Taubah : 51).
Namun demikian, Allah SWT juga memperingatkan banyak musibah yang terjadi yang melibatkan peran manusia. Allah SWT berfirman,
وَمَاۤ اَصَابَكُمۡ مِّنۡ مُّصِيۡبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتۡ اَيۡدِيۡكُمۡ وَيَعۡفُوۡا عَنۡ كَثِيۡرٍؕ
"Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat perbuatan kalian sendiri. Allah memaafkan Sebagian besar (dosa-dosa kalian)" (QS. Asy Syura: 30).
Hal itu terlihat dengan jelas dalam musibah banjir, ditentukan empat faktor; curah hujan, air limpahan dari wilayah sekitar, air yang diserap tanah dan ditampung oleh penampung air dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan keluar.
Dari semua itu hanya curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Sedang tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh prilaku manusia, termasuk kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa.
Menurut analisis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, tutupan lahan berupa hutan telah hilang di wilayah Kalsel.
Akibatnya ketika hujan deras beberapa hari terturut-turut mengguyur wilayah Kalsel, tutupan lahan berupa hutan telah hilang yang berakibat ketika hujan deras secara berturut-turut beberapa hari DAS Barito tidak mampu lagi menampung air hujan sehingga meluap dan terjadi banjir.
Secara keseluruhan jumlah lahan menyusut di wilayah tersebut. Di sisi lain perluasan area perkebunan terjadi cukup signifikan.
Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalsel, Kisworo Dwi cahyono, tata kelola lingkungan dan sumber daya alam (SDA) di Kalsel sudah cukup rusak dengan daya tampung dan daya dukung lingkungan yang tidak memadai.
Hal ini didukung data laporan 2020 yang mencatat, terdapat 814 lubang tambang di Provinsi Kalsel milik 157 perusahaan batubara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi (lokadata.id, 19/1/2021).
Semua itu patut diduga terjadi karena adanya kolusi antara penguasa dan kekuatan oligarkhi. Dengan pembuatan UU baru seperti UU Minerba dan Omnibus Law Cipta Kerja, jika dibiarkan terus berlangsung akan bisa semakin parah.
Hal itu berpangkal pada pengadopsian sistem kapitalisme yang berlandaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).
Berbagai praktik yang menyebabkan degradasi ekologi itu sendiri merupakan kemaksiatan. Pangkal kemaksiatan tersebut adalah penerapan sistem kapitalisme yang berpangkal pada sekularisme.
Semua kemaksiatan itu mengakibatkan fasad (kerusakan) di muka bumi. Di antaranya berupa bencana alam dan dampaknya. Semua ini baru sebagian akibat yang Allah SWT timpakan karena berbagai kemaksiatan yang terjadi di tengah manusia. Tujuannya agar manusia segera sadar dan kembali pada syariah-Nya.
Allah SWT berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nyata kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah SWT)” (QS. ar-Rum: 41).
Karena itu, kunci untuk mengakhiri segala musibah tidak lain dengan mencampakkan akar penyebabnya, yakni ideologi dan sistem sekularisme kapitalisme. Berikutnya, terapkan ideologi dan sistem yang telah Allah SWT turunkan. Itulah ideologi dan sistem Islam.
Dengan kata lain, terapkan syariah Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan. Termasuk dalam pengelolaan lahan/tanah, sumber daya alam dan lingkungan hidup. []
Oleh: Nor Azibah, S.Pd., M.A.
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar