Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tahun Baru, Pajak Baru

Topswara.com -- Tahun Baru 2025 sudah di depan mata. Meski ada yang bersiap menyambut dengan gempita, tapi rakyat harus tetap menerima fakta. Naiknya PPN yang resmi ditetapkan negara.

Ya. Pemerintah telah resmi menetapkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat jumpa pers pada 16 Desember di Jakarta mengatakan penetapan PPN 12 persen itu sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) (Republika.com.senin 30/12/2024).

Meski kebijakan kenaikan PPN ini masih menuai polemik di publik, pemerintah tetap keukeuh pada keputusannya. Bahkan Zulkifli Hasan memastikan, kebijakan yang tersebut tidak berlaku untuk barang-barang yang terkait ketahanan/swasembada seperti pupuk, benih, dan penyubur.

Efek Domino Itu Pasti

Kenaikan PPN yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 dipastikan akan menimbulkan efek domino di masyarakat. Kenaikan harga barang-barang yang telah ditetapkan pasti akan mempengaruhi harga barang yang lain. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat itu saling berkaitan satu sama lainnya dalam hal produksi, konsumsi dan distribusinya. 

Kenaikan harga-harga barang ini akan berakibat luas pada masyarakat. Daya beli menurun, jumlah penduduk miskin diperkirakan akan meningkat. Akan semakin banyak masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Daya beli menurun juga mengakibatkan jumlah transaksi keuangan di masyarakat menurun. Hal ini tentu berakibat pada lemahnya pertumbuhan ekonomi di masyarakat. 

Sungguh kenaikan PPN ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Rakyat yang sebelumnya tergolong miskin akan semakin miskin. Kalangan menengah diperkirakan harus turun ke tingkat yang lebih rendah.

Butuh Perubahan Sistemis

Beginilah wajah sistem kapitalisme yang saat ini menaungi negara-negara di dunia, termasuk di negeri kita, Indonesia. Kapitalisme telah meniscayakan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara. Segala lini kehidupan masyarakat dipajaki. Rakyat ibarat sapi perah. Bukannya dilayani dan dipenuhi segala kebutuhan hidupnya, rakyat justru seolah menjadi 'pelayan' penguasa.

Lantas kemana SDA Indonesia yang luar biasa banyaknya? Lagi-lagi kapitalisme telah merampas kekayaan Indonesia. SDA yang notabene milik umum dan wajib dikelola oleh negara dalam rangka memenuhi semua hajat hidup masyarakat, malah diserahkan kepada asing dan pihak swasta. Rakyat sama sekali tak menikmati hasil dari apa yang sebenarnya menjadi milik mereka.

Kapitalisme dengan segala produknya, termasuk pajak, terbukti tidak mampu membawa pada kesejahteraan umat. Yang terjadi dari tahun ke tahun justru kesengsaraan semakin bertambah. 

Jika umat ingin sejahtera, maka merubah sistem kapitalisme ini adalah satu keniscayaan. Umat selayaknya menengok kembali sistem Islam kaffah yang telah terbukti ratusan tahun mampu membawa pada kesejahteraan. Tidak ada pajak yang mencekik rakyat. Yang ada justru kemudahan-kemudahan syariat yang dirasakan umat.

Masyhur dalam sejarah kegemilangan Islam, bagaimana pada satu masa pemerintahan Khalifah Abdul Aziz tak ada satu pun umat Islam yang mau menerima zakat dikarenakan semua telah hidup sejahtera. Ini terjadi karena syariat Islam kafah diterapkan.

Tidak rindukah kita dengan sistem mensejahterakan itu?

Wallahu a'lam bisshawab.


Salma
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar