Topswara.com -- Rencana pembentukan Peraturan Daerah (Perda) di Ranah Minang untuk memberantas penyakit masyarakat, khususnya LGBT, mencerminkan kehendak masyarakat yang ingin menjaga nilai-nilai agama dan budaya.
Seperti yang dikutip di harian Republika (4/1-2025) Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumbar, Nanda Satria mengungkapkan bahwa DPRD Sumbar sedang mengkaji kemungkinan pembentukan perda terkait LGBT. Filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" adalah landasan yang menegaskan bahwa adat dan agama harus berjalan beriringan.
Namun, meskipun keinginan ini mulia, keberhasilan Perda semacam ini dalam menyelesaikan masalah LGBT perlu dievaluasi secara mendalam.
LGBT dan Sistem Sekuler
Kemunculan LGBT sebagai fenomena sosial tidak terlepas dari sistem sekuler yang diterapkan saat ini. Sekulerisme memisahkan agama dari kehidupan, sehingga manusia bebas menentukan apa yang dianggap benar atau salah berdasarkan akal dan hawa nafsu.
Salah satu produk dari sekulerisme adalah Hak Asasi Manusia (HAM), yang memberikan kebebasan kepada individu untuk menentukan orientasi seksual mereka.
Dalam kerangka sekuler, LGBT dilihat sebagai bagian dari kebebasan individu yang harus dilindungi. Akibatnya, berbagai aktivitas yang mendukung LGBT mendapatkan legitimasi.
Media, pendidikan, dan hukum dalam sistem ini sering kali menjadi alat untuk menormalisasi perilaku menyimpang tersebut. Maka, wajar jika sistem ini justru menumbuhsuburkan kemaksiatan seperti LGBT, bukan memberantasnya.
Perda Syariah: Sebuah Keinginan Baik yang Sulit Efektif
Gagasan untuk memberantas LGBT melalui Perda syariah menunjukkan keinginan baik sebagian masyarakat untuk kembali kepada nilai-nilai agama. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa penerapan Perda berbasis syariah sering kali menghadapi hambatan.
Dalam sistem demokrasi sekuler, hukum yang diadopsi bersumber pada asas HAM, bukan Islam. Akibatnya, Perda-perda seperti ini sering dipermasalahkan, bahkan dibatalkan oleh pemerintah pusat dengan alasan bertentangan dengan konstitusi atau kebijakan nasional.
Lebih dari itu, perda-perda semacam ini hanya bersifat lokal dan parsial, sehingga tidak memiliki kekuatan untuk menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Selama sistem sekuler masih menjadi landasan utama, penerapan syariat Islam secara kaffah tidak mungkin terwujud.
Dalam pandangan Islam, hanya penerapan syariat Islam yang menyeluruh di bawah naungan negara Khilafah yang mampu memberikan solusi tuntas atas permasalahan seperti LGBT.
Islam, Solusi Tuntas atas LGBT
Islam memiliki sistem hukum yang komprehensif untuk mengatur kehidupan manusia, termasuk dalam hal sistem pergaulan. Dalam Islam, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur dengan sangat jelas, termasuk dalam hal orientasi seksual. Islam melarang keras penyimpangan seksual seperti homoseksualitas, dan memiliki sistem sanksi yang tegas serta bersifat mencegah dan menjerakan.
Lebih dari itu, Islam mengatur sistem sosial untuk menjaga kehormatan individu dan masyarakat. Negara Islam bertanggung jawab untuk menutup semua celah yang bisa membuka peluang terjadinya penyimpangan. Media, pendidikan, dan hukum diarahkan untuk membangun kesadaran masyarakat agar selalu taat kepada Allah.
Ada tiga pilar utama dalam penerapan hukum Allah yang memastikan masyarakat terjaga dari penyimpangan:
Pertama, individu yang bertakwa: Setiap individu dibangun kesadarannya agar selalu takut kepada Allah dan menjauhi maksiat.
Kedua, masyarakat yang peduli: Islam mendorong masyarakat untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, sehingga penyimpangan dapat dicegah sejak dini.
Ketiga, negara yang melindungi: Negara berperan sebagai penjaga utama yang memastikan semua hukum Allah diterapkan dengan adil dan tegas.
Kesemuanya hanya bisa dilakukan didalam sistem Islam saja, oleh karenanya jika memang ingin menghapus LGBT ditengah masyarakat, solusi yang tepat hanyalah dengan menegakkan syariat secara kaffah yang di terapkan oleh negara.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Ema Darmawaty
Praktisi Pendidikan
0 Komentar