Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Resiko Ekonomi Tahun 2025

Topswara.com -- Perekonomian global pada tahun 2025 dihadapkan pada sejumlah tantangan yang dapat memberi kan dampak signifikan terhadap arah perkembangan ekonomi Indonesia. Dinamika geopolitik, khusus nya ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina, diperkirakan akan semakin meningkat di bawah kepemimpinan Donald Trump. 

Kebijakan proteksionis AS yang berpotensi mengenakan tarif tinggi pada ekspor Cina diprediksi akan memperlambat pertumbuhan perdagangan global di tahun mendatang.

Sementara itu, negara-negara maju seperti Jerman dan negara-negara Eropa lainnya diperkirakan akan mengalami pemulihan ekonomi yang lebih lambat. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan bertahan di kisaran 3 persen pada tahun 2025, dengan motor penggerak dari negara-negara berkembang.

Tantangan utama yang dihadapi banyak negara saat ini adalah tingginya tingkat utang pemerintah sebagai dampak dari pengeluaran terkait pandemi. Beban utang yang besar menimbulkan risiko signifikan jika suku bunga semakin tinggi. Kondisi ini mengakibatkan beban fiskal yang semakin berat dan berpotensi mengurangi alokasi belanja ekonomi dan sosial.

Potensi kenaikan tarif akibat perang dagang dapat mendorong peningkatan inflasi dan membatasi ruang gerak bank sentral dalam menurunkan suku bunga. Situasi ini mendorong investor untuk memilih instrumen investasi yang lebih aman seperti emas dan aset dalam bentuk dolar AS, termasuk saham-saham teknologi seperti Nvidia dan Tesla.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 diproyeksikan hanya di kisaran 5 persen, masih jauh di bawah target pemerintah sebesar 8 persen. Beberapa kebijakan pemerintah yang akan diterapkan tahun depan, seperti kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, peningkatan iuran BPJS Kesehatan, dan pengurangan subsidi BBM, diperkirakan akan menekan konsumsi rumah tangga.

Penerimaan pajak tahun depan diperkirakan tumbuh rendah sehingga akan membatasi ruang gerak pengeluaran pemerintah. Program-program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis dan pembangunan tiga juta rumah per tahun kemungkinan tidak akan terealisasi sepenuhnya.

Proyek pembangunan IKN makin tidak jelas nasibnya. Pembayaran bunga utang senilai Rp 553 triliun menjadi salah satu pengeluaran terbesar pemerintah pusat, jauh di atas anggaran subsidi kepada publik sebesar Rp 309 triliun.

Nilai rupiah berpotensi berada di kisaran Rp 16.000, membuat biaya impor dan utang dolar menjadi semakin mahal.

Bank Indonesia diprediksi akan mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi untuk menjaga stabilitas nilai tukar akibat ketidakstabilan sektor keuangan global. Inflasi diproyeksikan akan meningkat, terutama didorong oleh kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah. 

Namun, berlanjutnya pelemahan daya beli masyarakat serta melemahnya harga komoditas global akan mengurangi tekanan terhadap inflasi domestik.

Ekspor Indonesia juga menghadapi tantangan perlambatan di tahun mendatang. Ekonomi Cina, yang menyerap lebih dari 25 persen total ekspor Indonesia, diproyeksikan tumbuh lebih rendah dari 4,8 persen menjadi 4,5 persen. 

Kondisi ini berdampak pada menurunnya permintaan terhadap komoditas utama Indonesia seperti batubara, kelapa sawit, dan nikel, yang berpotensi memengaruhi pendapatan ekspor dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Alhasil, ketidakstabilan ekonomi global yang dipicu oleh dinamika kebijakan moneter di negara maju dan volatilitas sektor keuangan akan kembali menciptakan tekanan signifikan bagi perekonomian Indonesia di tahun depan. 

Situasi ini diperburuk oleh kebijakan fiskal yang bergantung pada pajak dan akumulasi utang riba yang tinggi. Di saat kekayaan alam dikuasai para taipan dan investor asing, rakyat hanya menjadi sapi perah untuk membiayai utang ribawi dan penyelenggaraan negara yang penuh inefisiensi dan korupsi.


Oleh: Rahma
Praktisi Pendidikan 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar