Topswara.com -- Kehidupan bebas makin merajalela. Pergaulan yang kian bablas menjadi satu hal yang tampak begitu nyata saat ini.
Tengok saja, berbagai kasus remaja hamil di luar nikah di Yogyakarta. Para remaja ini meminta dispensasi menikah. Angkanya tidak tanggung-tanggung, mencapai 98 kasus dan disebut sebagai angka terbanyak sepanjang tahun 2024 (kompas.com, 10-1-2025).
Dari jumlah pemohon, kebanyakan kasus dispensasi nikah diajukan dengan alasan hamil duluan, yakni sebanyak 74 kasus dari 98 kasus terlapor. Demikian disampaikan Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Kabupaten Sleman, Tri Wahyu.
Tidak hanya di Sleman, kasus pergaulan bebas pun membludak di Jakarta dan Bali. Fenomena seks swinger tengah heboh mengguncang. Pesta seks yang disertai pertukaran pasangan diawali melalui perkenalan di situs khusus kemudian bertemu untuk melakukan pesta seks dengan saling bertukar pasangan (kompas.com, 10-1-2025).
Melalui situs tersebut, para pelaku mengajak publik untuk ikut dan "berpartisipasi" tanpa memungut biaya sepeserpun. Para peserta pun tidak dibayar sama sekali. Fantasi dan kepuasan seks menjadi satu-satunya yang ditonjolkan dalam pesta ini.
Jelas, perbuatan tersebut merusak tatanan sosial di tengah masyarakat. Hingga kini, kasus tersebut masih didalami pihak kepolisian.
Dampak Aturan Rusak
Sekelumit fakta ini membuat kita geleng kepala. Pergaulan yang semakin bebas kian menjerumuskan pada buruknya perilaku. Kebanyakan individu tidak lagi memiliki rasa malu dan kehormatan yang mestinya dijaga.
Konsep benar salah pun tidak lagi memiliki makna. Batasan halal haram kian tidak jelas. Individu menjadi hilang arah dalam menjalani kehidupan. Kesenangan dan kepuasan jasadiyah menjadi satu-satunya acuan untuk memenuhi tujuan. Memprihatinkan.
Betapa buruknya dampak penerapan sistem yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Agama hanya dianggap sebagai aturan ibadah individu. Hingga akhirnya aturan agama dicampakkan karena dianggap mengikat dan membebani kehidupan. Inilah sistem sekularisme yang kini diadopsi.
Sistem yang nyata-nyata merusak tata aturan, moral, dan adab individu. Wajar saja, saat pergaulan makin bebas dan jauh dari tuntunan agama. Semua lapisan usia menjadi rusak karena pergaulan yang kian bablas. Hawa nafsu diklaim menjadi hal utama yang harus dipuaskan.
Di sisi lain, beragam penyebab bergejolaknya hawa nafsu seks pun semakin memenuhi laman media sosial. Kemudahan mengakses konten rusak (pornografi) menjadikan individu kian tidak terkendali mengendalikan nafsu birahi. Konten-konten rusak ini terus merangsang otak untuk melakukan tindakan asusila.
Hingga mencapai taraf candu yang membahayakan psikis. Para psikologis menyebutkan bahwa kecanduan pornografi memiliki dampak yang lebih berbahaya terhadap cara kerja otak dibandingkan narkotika secara zatnya. Mengerikan.
Tidak mengherankan saat tatanan sosial masyarakat kian berantakan dalam tatanan sistem sekularisme yang liberalistik. Konsep liberal yang mengusung kebebasan telah menabrak aturan dan norma yang dijunjung tinggi di tengah masyarakat. Hak asasi manusia dianggap sebagai aturan paten yang menyelamatkan kehidupan dan membela hak pribadi individu. Namun faktanya, justru sebaliknya. Aturan yang bebas, nyata-nyata menjerumuskan manusia pada kerusakan dan kezaliman pada diri sendiri serta rusaknya tatanan keluarga dan masyarakat sosial.
Demikianlah jadinya, saat manusia menerapkan aturan hidup sesuai hawa nafsu dan keinginannya. Aturan yang diterapkan manusia terbukti sebagai aturan lemah yang semakin merusak sendi kehidupan.
Sementara dari sisi negara, negara sama sekali tidak mampu berfungsi sebagai pelindung kehormatan masyarakat. Saat ini negara justru memfasilitasi liberalisasi pergaulan. Salah satunya dengan menetapkan aturan pemakaian kontrasepsi untuk pelajar dan penerapan konsep pendidikan kesehatan reproduksi yang berlandaskan pada gaya hidup ala barat.
Kebijakan terkait kesetaraan gender dan semua turunannya yang berkiblat pada barat pun memberikan andil kebebasan berpikir dan berperilaku bagi setiap individu, seperti hak reproduksi dan bodily autonomy. Negara semakin hilang fungsi. Akhirnya kehormatan dan perlindungan rakyat kian hilang karena gempuran sistem rusak yang terstruktur.
Alih-alih negara mewujudkan mimpi generasi emas, negara dengan tatanan rusak justru melahirkan kebijakan yang melemahkan moral generasi.
Islam dan Penjagaannya
Islam merupakan sistem terhormat yang menjaga kemuliaan manusia, dan memerintahkan negara untuk nasab (keturunan), dengan berbagai strategi dan mekanisme khusus sesuai hukum syarak.
Diantaranya dengan menerapkan sistem pergaulan Islam, sistem pendidikan berbasis akidah Islam, sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Terkait pergaulan Islam, Allah SWT. memerintahkan untuk menjaga pandangan bagi kaum muslim dan melarang aktivitas yang mendekati zina.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk."
(QS. Al-Isra': 32)
Sistem Islam pun akan menetapkan sistem pendidikan yang berbasis pada akidah Islam. Pendidikan ini mampu membentuk individu berkepribadian Islam yang senantiasa menjaga pola pikir dan pola sikap sehingga mampu menjadikan hukum syarak sebagai satu-satunya tuntunan. Konsep ini akan menjaga individu dari perbuatan zalim yang merugikan dirinya sendiri.
Selain sistem pergaulan dan sistem pendidikan, Islam pun menetapkan sistem sanksi tegas bagi setiap individu yang melakukan zina. Yakni hukum rajam bagi pelaku muhson (sudah menikah) dan hukum jilid bagi ghairu muhson (belum menikah). Dengan penetapan hukum yang tegas dan diterapkan oleh negara, akan membentuk efek jera bagi individu yang melakukan pelanggaran hukum syarak.
Tidak hanya itu, negara juga akan menutup setiap celah masuknya ide-ide liberal dan media-media sekuler yang merusak pemikiran generasi.
Segala bentuk tata kelola ini hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam dalam wadah khilafah. Satu-satunya sistem terbaik yang menjadi metode terbaik dalam penjagaan kemuliaan umat.
Wallahu a'lam bishawwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar