Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penyesatan Narasi Kebijakan Pajak

Topswara.com -- Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal Polisi (Purn.) Budi Gunawan menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberi hadiah istimewa untuk Tahun Baru 2025, untuk seluruh masyarakat Tanah Air, yaitu membatalkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen (viva.co.id, 1/1/2025).

Setelah berbagai protes di tengah masyarakat akhirnya pemerintah pun membatasi kenaikan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah. Intinya pajak tetap naik meski dibatasi pada barang dan jasa terkategori mewah. 

Pada akhirnya yang terjadi saat ini adalah simpang siur informasi, kesulitan implementasi, dan kerumitan administrasi pajak yang bisa jadi akan berakibat buruk pada iklim berusaha dan ekonomi negara.

Di sisi lain, pemerintah tetap akan memberikan program makan siang bergizi, pemberian bantuan sosial serta insentif seperti diskon listrik. Beginilah kebijakan pemerintahan yang populis otoriter. 

Sebab pada hakikatnya dia melayani kepentingan oligarki, akan tetapi rakyat tetap senang dan bertepuk tangan sebab acaman pajak naik dibatalkan dan rakyat tetap mendapatkan bansos. 

Ironisnya, tujuan populis yang disasar juga berpotensi tidak tercapai. Akibat kebijakan yang berubah-ubah hingga tiga kali dalam satu bulan, diiringi narasi dan komunikasi pemerintah yang tidak efektif, harga-harga sudah telanjur naik karena adanya efek psikologis pengusaha untuk mengantisipasi kenaikan PPN.

Jika ditelusuri, memang pajak telah menjadi urat nadi ekonomi bagi setiap negara yang mengadopsi sistem kapitalisme. Hal ini juga menegaskan kegelisahan rakyat atas himpitan ekonomi dan pajak yang mencekik butuh solusi fundamental.

Pajak baru terus bermunculan, jenis pajak pun semakin banyak sehingga hampir semua aspek kehidupan dikenai pajak. Tidak menutup kemungkinan pajak PPN untuk barang mewah 12 persen hari ini suatu saat nanti akan dikenakan juga pada barang dan jasa lainnya.

Penerimaan pajak Indonesia pun  terus meningkat setiap tahunnya hingga tahun 2024 mencapai 80 persen lebih dari total penerimaan negara (bps.go.id). Pemerintah beralasan menaikkan pajak untuk keselamatan APBN dan mengurangi ketergantungan pada utang. Padahal jelas naiknya pajak menunjukkan negara tidak mampu mengelola kekayaan alam yang berlimpah secara mandiri.

Penarikan pajak sebenarnya sangat menyenangkan rakyat. Apalagi PHK besar-besaran tengah melanda rakyat. Itu berarti untuk makan saja banyak yang kesulitan. 

Pemerintah selalu berargumen bahwa pajak dipungut dari rakyat akan diberikan kembali kepada rakyat dalam bentuk dan manfaat berbeda dengan jumlah berkali-kali lipat. Sungguh ini narasi menyesatkan. Bahkan pajak diambil untuk membiayai pelayanan masyarakat berupa pendidikan, kesehatan dan lainnya.

Tentu mindset ini bertolak belakang dengan aturan islam. Islam adalah aturan terbaik. Dalam Islam pemimpin adalah pengembala dan pengurus rakyat. Pemimpin akan mengurusi rakyat sepenuh hati sehingga rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu menjalankan ibadah dengan mudah. 

Sebagai pemimpin, islam memerintahkan untuk mengatur dengan aturan Islam saja. Sebab Islam datangnya dari zat yang paling tahu hukum terbaik bagi manusia. Berhukum pada syariat yang Allah turunkan merupakan tuntutan keimanan seorang Muslim. Muslim tidak cukup iman tapi harus disertai terikat dengan syariat.

Islam telah melarang pajak. Hukum asal pajak dalam Islam adalah haram kecuali ada kondisi darurat. Kondisi di mana ada kebutuhan rakyat yang harus dipenuhi sementara kas negara dalam keadaan kosong. Sistem keuangan negara dalam islam berbasis baitul mal. Sumber pendapatan baitul mal sangat banyak.

Dalam kitab Sistem Keuangan Negara Khilafah yang ditulis oleh Abdul Qodim Zallim, dituliskan ada 11 sumber pemasukan negara selain pajak, yaitu: anfal (termasuk ghanimah, fai dan khumus), kharaj, jizyah, harta milik umum, harta milik negara (berubah tanah, bangun dan sarana umum), usyur, harta tidak sah para penguasa dan pegawai negara, khumus, harta sisa pembagian waris, harta orang murtad, dan harta zakat.

Pajak hanya boleh diambil dalam kondisi tertentu saja yang dibolehkan syariat. Pajak hanya diambil dari orang kaya saja. Pungutan akan diberhentikan jika kebutuhan darurat tersebut telah terpenuhi.

Ini juga menunjukkan banyak sumber pendapatan negara yang seandainya dikelola sesuai syariat akan mampu menyejahterakan rakyat tanpa harus tergantung pada pajak. 

Inilah aturan Islam yang sempurna mengatur kehidupan. Hanya Islam yang mampu memberikan solusi terbaik dalam kehidupan termasuk solusi penyehatan APBN negara dan kesejahteraan rakyat. []


Oleh: Nurjannah Sitanggang 
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar