Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pengelolaan yang Buruk Menyebabkan Banjir Jadi Bencana Berulang

Topswara.com -- Banjir sudah sangat bersahabat dengan tanah air. Bagaimana tidak, setiap kali musim hujan datang hampir seluruh wilayah di Indonesia terdampak bencana banjir. Bahkan julukan langganan banjir, banjir musiman sudah melekat. 

Seperti yang terjadi dipenghujung tahun 2024 dan diawal tahun 2025, bencana banjir menyambut pergantian tahun di sebagian besar wilayah Indonesia.

Bencana banjir bandang terjadi di Morowali Utara, Sulawesi Tengah sejak Jumat (3/1) yang menyebabkan satu korban jiwa dan tiga orang luka-luka. Banjir terjadi di kawasan industri pertambangan nikel milik PT Surya Amindo Perkasa di Desa Ganda Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara. 

Menurut laporan BPBD Sulawesi Tengah, dampak banjir merusak camp/selter di kawasan perusahaan dan para pekerja menyelamatkan diri ke tempat yang aman (cnnindonesia, 14/01/25).

Selain itu Sumatera, Jawa, hingga NTB juga dikepung banjir besar. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan bencana hidrometeorologi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, menjadi salah satu daerah yang terdampak cukup parah (cnnindonesia 14/01/25). Banjir tidak hanya menyebabkan kerusakan infrastruktur, harta benda, yang berujung pada kerugian materil. Namun lebih dari itu, adanya korban luka-luka sampai korban jiwa. 

Bencana banjir memang salah satunya disebabkan karena faktor alam, yaitu curah hujan tinggi dan kondisi geografis. Namun dalam banyak kasus banjir bukanlah sekedar fenomena alam, tetapi hasil dari kombinasi pengelolaan lingkungan yang buruk dan kebijakan mitigasi yang tidak efektif.

Banjir menjadi musibah setiap tahun. Semestinya pemerintah melakukan upaya antisipasi dan mitigasi banjir dengan lebih serius. Kelemahan ini membahayakan nyawa masyarakat. Mitigasi lemah tanda negara tidak menjadi raa’in. Ini keniscayaan dalam sistem kapitalisme di mana negara hanya regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan para pemilik modal, sehingga abai pada rakyat.

Deforestasi, urbanisasi tanpa perencanaan matang, dan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan menjadi penyebab utama banjir. Sungai yang dulunya menjadi jalur alami air kini tersumbat oleh sampah dan sedimentasi. 

Ditambah lagi, pembangunan yang masif sering mengorbankan wilayah resapan air, membuat tanah kehilangan kemampuan menyerap air hujan. Hal ini seharusnya bisa diantisipasi dengan mitigasi yang tepat, tetapi kenyataannya, langkah-langkah pencegahan ini belum menjadi prioritas.

Pembangunan ala kapitalisme yang memberi ruang kebebasan bagi oligarki mengubah lahan serapan menjadi lahan bisnis, abai atas keselamatan rakyat dan kerusakan alam, karena hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. 

Pernyataan Presiden tentang pembukaan lahan sawit (deforestasi) tidak membahayakan dapat dijadikan sebagai landasan pembukaan lahan, meski para ahli sudah menyatakan deforestasi akan mengakibatkan berbagai masalah termasuk terjadinya bencana.

Dalam Islam, negara wajib menghindarkan rakyatnya dari kemudaratan, termasuk bencana. Negara akan melakukan perencanaan matang dalam membangun kota/desa dan berorientasi pada kemaslahatan seluruh rakyat. 

Negara membangun kota berbasis mitigasi bencana. Islam telah mengatur konservasi agar ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. 

Islam juga mengharuskan adanya pemetaan wilayah sesuai potensi bencana berdasarkan letak geografisnya, sehingga akan membangun tata ruang yang berbasis mitigasi bencana, sehingga aman untuk manusia dan alam.

Semua dilakukan oleh negara karena Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah, termasuk dalam menghadapi bencana.


Oleh: Hasniah 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar