Topswara.com -- Dilansir dari detik.co.id (02/01/2025), bahwa realisasi pendapatan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Bandung berhasil melampaui target sepanjang tahun 2024 yaitu sebesar Rp12.182.278.925 miliar. Demikian disampaikan oleh Ketua Baznas Kabupaten Bandung Yusuf Ali Tantowi
Pencapaian target ini dianggap sebagai suatu keberhasilan Pemerintah Kabupaten Bandung dalam penerapan kebijakan pungutan terhadap rakyat yang berstatus sebagai PNS.
Patut dikritisi, sudah tepatkah pemungutan zakat ini, mengingat zakat adalah bagian dari rukun Islam yang pelaksanaannya bagian dari ibadah? Di samping pemungutan juga terkait pendistribusiannya, apakah sudah tepat sasaran yaitu sesuai dengan kriteria penerima zakat yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. dalam Al-Qur'an?
Ataukah hanya dijadikan sebagai sumber keuangan yang bisa ditarik ulur sesuai kepentingan mereka (kaum kapitalis) dengan mengumpulkan modal dari uang rakyat dan berdalih membayar zakat.
Fakta penarikan zakat dapat kita saksikan, ternyata dipukul rata bagi seluruh PNS tanpa mempertimbangkan apakah mereka sudah terkategori sebagai pemberi zakat ataukah belum? Pengelolaan zakat pun berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan keuntungan individu semata, yaitu dipandang sebagai sebuah keberhasilan bagi pemangku kebijakan.
Dalam hal pendistribusian, jika mengacu kepada syariat haruslah dibagikan kepada kepala per kepala, malah ada yang digunakan untuk pembangunan rumah sakit bersalin gratis. Ini jelas merupakan penyimpangan dari syariat. Sebab tanggung jawab kesehatan termasuk pembangunan rumah sakit adalah tanggung jawab negara.
Penyimpangan terjadi tiada lain akibat penerapan kapitalisme sekular. Kapitalisme yang menitikberatkan pada keuntungan atau azas manfaat menjadikan besarnya nilai penarikan zakat dipandang sebagai suatu keberhasilan semata.
Sekularisme yang menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan, dalam bab penarikan zakat tidak dipandang sebagai bentuk ketaatan.
Andaikan negara memperhatikan ketaatan warga negaranya, tentu saja bukan hanya zakat yang harus ditunaikan, tetapi kewajiban lain juga harus diperhatikan, seperti shalat, menutup aurat, dan yang lainnya. Kesimpulannya penarikan zakat jauh dari nilai ruhiyah.
Lalu bagaimana dalam pandangan Islam?
Dalam pandangan Islam zakat merupakan bagian ibadah yang bersifat tauqifi, yaitu tata cara pengambilannya sudah diatur sesuai dengan aturan Islam yang telah ditetapkan dan tidak boleh diubah sesuai kehendak manusia, terlebih untuk kepentingan dan keuntungan segelintir orang.
Zakat adalah perintah Allah yang harus ditunaikan oleh seorang muslim bagi yang sudah memiliki kemampuan dari harta yang dimiliki, sudah nishab dan haul, meskipun seorang muslim tadi bukan PNS. Sebaliknya apapun pekerjaannya dan berapapun harta yang dimilikinya jika sudah memenuhi syarat wajib zakat maka harus ditunaikan.
Zakat adalah hak yang telah ditentukan besarannya juga jenis hartanya yang harus dtunaikan dan kapan harus dikeluarkan (haqqun muqaddarun yajibu fii amwalin mu'ayyanah, Zallum, 1983: 147).
Jadi zakat bukan memotong gaji PNS sebesar 2,5 persen yang selama ini dilakukan dalam sistem kapitalisme.
Maka pengambilan zakat yang tepat dan sesuai dengan tuntunan Islam dan memiliki kesempurnaan nilai ibadah tidak akan terwujud kecuali hanya dalam sistem Islam yaitu daulah khilafah.
Pemimpin dalam sistem Islam memiliki tanggung jawab menciptakan suasana ketaatan bagi seluruh warganya terutama muslim. Ketika sudah memenuhi syarat dibebankan kewajiban zakat.
Maka tugas negara memungutnya serta mendistribusikan sesuai ketentuan syariat. Bagi negara maupun individu rakyat bernilai ibadah karena melaksanakan kewajiban yang Allah bebankan.
Wallahu’alam bishawab. []
Oleh: Atika Nur
Aktivis Muslimah
0 Komentar